24/02/10

Bali Zoo Ngotot Datangkan Gajah

GIANYAR - Kendati sudah mendapat penolakan dari sejumlah pihak, termasuk sikap resmi DPRD Bali melalui Komisi I, pihak Bali Zoo Park atau Kebun Binatang Bali (KBB) bersikukuh ingin mendatangkan gajah. Bahkan, rencananya hari ini pihak KBB akan mendatangi Komisi I pimpinan Made Arjaya untuk menanyakan alasan penolakan kedatangan gajah ke KBB di Singapadu, Gianyar tersebut.

Dikonfirmasi melalui telepon kemarin (24/2), Direktur KBB AA Gde Putra menyatakan pihaknya akan tetap berusaha mendatangkan gajah ke areal Lembaga Konservasi (LK) miliknya. Alasannya, hingga kini KBB belum memiliki gajah satu ekorpun, sedangkan sejumlah LK lainnya di Bali sudah memiliki koleksi gajah. Yang terdekat tentu saja LK Bali Safari and Marine Park atau Taman Safari Bali (TSB) dengan 33 ekor gajahnya.

"Saya sudah menghubungi beberapa anggota Komisi I, dari pihak Pak Arjaya sudah menyanggupi. Besok (hari ini, Red) kami akan menemuinya," kata Direktur KBB AA Gde Putra kemarin.

Menurut Gde Putra, selama ini pihak-pihak yang menolak penambahan gajah ke Bali belum memberikan alasan penolakan secara ilmiah. Untuk itu, pihaknya menyatakan akan menanyakan alasan penolakan secara langsung dari Komisi I. "Selama ini penolakan yang disebut di koran kan belum jelas alasannya. Kalau memang Bali dianggap sudah jenuh dengan jumlah gajah, dasar kajiannya apa?," imbuh Gde Putra.

Ditambahkannya, di samping menemui jajaran Komisi I, pihaknya juga akan segera menemui pihak eksekutif, dalam hal ini Gubernur Mangku Pastika yang dalam pernyataannya beberapa kali juga turut menolak penambahan gajah. "Mereka (dewan dan gubernur) kan orangtua kami. Anggap saja kami anaknya yang sedang merengek meminta mainan. Kami akan jelaskan kepada mereka kenapa kami ingin mendatangkan gajah ke KBB," beber Gde Putra.

Alasan lain menurut Gde Putra, selama ini pihaknya mengaku kerap mendapat keluhan dari sejumlah pengunjung, terutama anak-anak. Katanya, mereka menanyakan kenapa KBB tidak punya gajah seperti yang lain. "Kami punya testimoni pengunjung yang banyak mengusulkan agar di KBB disediakan gajah," ujarnya berusaha meyakinkan. Di samping itu menurutnya, dengan kedatangan 14 ekor gajah ke KBB, Gde Putra menjanjikan akan mampu menyetor sedikit tambahan PAD ke Pemkab Gianyar sebesar Rp 2 miliar per tahun. "PAD itu berasal dari hitung-hitungan setiap pengunjung yang menaiki gajah setiap harinya," tandasnya.

Kendati demikian, Gde Putra tidak memungkiri bahwa alasan kuat permintaan gajah yang diajukannya dalam rangka meingkatkan daya saing antar sesama LK di Bali. Seperti diketahui, sejak beroperasinya Taman Safari Bali (TSB) akhir 2007 lalu dengan memboyong 30-an ekor gajah, KBB lantas mengajukan permintaan gajah ke pemkab Gianyar pada 2008. Melalui rekomendasi Bupati Gianyar Cok Ace, KBB lantas meneruskan permintaan 14 ekor gajahnya ke Pemprov Bali.

"Betul, permintaan gajah ini untuk meningkatkan daya saing. Masak kebun binatang tidak punya gajah. Tapi yang pasti kami ingin melakukan persaingan yang sehat antar LK di Bali," sebut Gde Putra saat ditanya alasan persaingan sesama LK. Dan TSB, merupakan salah satu pesaing utamanya. "Ketika awal beroperasinya (TSB) di Bali kan juga kami sudah sempat mengkhawatirkannya," lanjutnya.

Ditanya terkait kurangnya lahan yang tersedia versi kajian Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali, Gde Putra langsung membantah. "Saat ada berita itu (pernyataan Kepala BKSDA Istanto yang menyatakan Bali Zoo belum punya lahan ideal untuk gajah), hari itu juga saya langsung menelepon Pak Istanto," tukas Gde Putra. Klaimnya, KBB sudah menyediakan lahan seluas 5,5 hektar, ditambah 1,5 hektar yang masih proses negosiasi pembebasan lahannya. Istanto sendiri, berdasarkan kajian timnya, KBB baru punya lahan seluas 3 hektar, sehingga dianggap belum layak mendapatkan gajah. (yog) http://www.jawapos.com/radar/index.php?act=detail&rid=144977

Sidak Dinas Perizinan Denpasar Lagi Ditemukan Minimarket Tak Berizin

Denpasar (Bali Post) -
Keberadaan sejumlah minimarket di Denpasar yang kian padat, ternyata tidak disertai dengan proses perizinan yang lengkap. Bahkan, tidak sedikit minimarket berjaringan yang sudah beroperasi tidak mengantongi izin sama sekali. Buktinya, setiap kali Dinas Perizinan melakukan pemantauan di lapangan, puluhan usaha retail tersebut tidak memiliki izin. Seperti yang ditemukan Dinas Perizinan, Rabu (24/2) kemarin.

Sidak oleh Tim Pengendalian dan Pengawasan Pelaksanaan Pelayanan Perizinan Kota Denpasar yang dipimpin Kabid Monitoring Evaluasi dan Informasi Dinas Perizinan Kota Denpasar Nyoman Sudana didampingi Kabid Penegakan Perda Dinas Tramtib Nyoman Puja, menyasar tiga minimarket. Ketiga minimarket yang disasar tersebut tidak memiliki izin. Tim diawali menyasar minimarket berjaringan di Jalan Cok Tresna. Kemudian di Jalan Danau Buyan, Sanur dan Jalan Raya Puputan Renon.

Ketika ditanya tentang kelengkapan izin, ketiga pengelola minimarket tersebut tidak bisa menunjukkan. Alasannya masih sedang diurus. Melihat kenyataan ini, tim segera mengeluarkan surat panggilan. ''Apabila hal ini tidak dipenuhi maka ketiga minimarket ini akan ditipiring,'' ujar Sudana.

Made Sudana juga sempat mengingatkan pegawai tersebut untuk menghubungi pemilik minimarket, namun tidak berhasil. ''Kami meminta pemilik atau penanggung jawab untuk datang ke Dinas Tramtib hari Kamis besok (hari ini-red) untuk dimintai keterangan. ''Sebenarnya kami sudah sarankan kepada pengusaha sebelumnya agar melengkapi izin sebelum membuka usaha,'' kata Sudana.

Terkait izin minimarket, Sudana mengatakan mestinya tiap usaha minimarket setidaknya harus memiliki 4 jenis izin yakni PPM, IMB, SITU/HO dan IUTM. ''Memang banyak dari minimarket yang beroperasi tersebut awalnya adalah tempat usaha lain, namun demikian tetap harus mengurus izin dari awal, karena sudah terjadi perubahan fungsi dan peruntukan,'' kata Sudana.

Hal ini juga dipertegas dengan adanya Perwali No. 9 tahun 2009 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Dalam Perwali tersebut juga sudah diatur tentang syarat dan kuota minimarket atau toko modern di Kota Denpasar. ''Namun faktanya keberadaan toko modern saat ini berkembang dengan pesat. Hal ini harus segera dikendalikan,'' tegasnya.

Di samping keberadaannya dari segi peraturan menyalahi ketentuan karena tidak dilengkapi izin, keberadaan minimarket berjaringan ini kata Sudana juga dapat mengancam para pedagang kecil dan menengah yang justru dimiliki oleh masyarakat lokal karena dari segi permodalan jelas kalah bersaing.

Sementara PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) Dinas Tramtib Alit Artika, S.E. mengatakan pemilik atau penanggung jawab minimarket tersebut dipanggil untuk dimintai keterangan serta diminta untuk menunjukkan izin-izin yang diperlukan. ''Jika tidak mampu menunjukkan izin, tidak tertutup kemungkinan pemilik minimarket ini akan ditipiringkan,'' katanya. (kmb12)http://www.balipost.com/mediadetail.php?module=detailberita&kid=10&id=30767

Bali Taksi Legal secara Hukum

Denpasar (Bali Post) -
Asisten II Pemerintah Provinsi Bali Ketut Wija mengumumkan hasil kerja Tim Yustisi bahwa keberadaan Bali Taksi di bawah bendera PT Praja Bali Transportasi legal secara hukum. Tim Yustisi itu terdiri atas Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informasi, Biro Hukum, Biro Ekonomi dan Pembangunan, Organda, Ditreskrim Polda Bali, Poltabes Denpasar, Komisi I DPRD Bali dan Bapedda Bali.
Kesimpulan ini diumumkan Ketua Tim Ketut Wija, Rabu (24/2) kemarin. Pengumuman hasil kajian itu berlangsung di ruang rapat Biro Ekonomi dan Pembangunan (Ekbang), sehari menjelang tenggat waktu sepuluh hari masa tugas Tim Yustisi. Hadir di sana antara lain Ketua Komisi I DPRD Bali Made Arjaya dan Wakil Ketua Gusti Putu Widjera, Kadis Perhubungan, Informasi dan Komunikasi Bali Made Santha, Karo Hukum Dewa Eka Wijaya Wardana, Karo Ekbang Wayan Tegeg, Organda, perusahaan taksi (operator), perwakilan Paguyuban Jasa Wisata Bali, aparat kepolisian, serta sejumlah wartawan.
Wija menyatakan berdasarkan kajian tim, pemberian izin taksi baru sebanyak 930 tidak masalah. Itu tidak melanggar hukum dan tidak diskriminatif. Izin prinsip itu masing-masing diberikan kepada PT Praja Bali Transportasi 500 unit, Ngurah Rai Taksi Bali 80, Komotra 100, Kowinu 75, Wahana Darma 100 dan Koperasi Taksi Jimbaran 75 unit.
Menurut Wija, tim juga sepakat izin operasional untuk sisa taksi yang belum keluar ditunda, sampai keadaan tenang. Kecuali izin prinsip yang sudah keluar yakni untuk PT Praja Bali Transportasi (Bali Taksi) 250 unit dan Ngurah Rai Taxi Bali 100 unit.
Ketua Komisi I Made Arjaya berpendapat, keputusan tim merupakan hasil terbaik yang bisa dicapai. Ia menilai masalah muncul karena adanya miskomunikasi dan miskoordinasi antara operator dan para sopir. ''Operator tidak terbuka kepada sopir kalau ingin minta izin prinsip yang baru. Sopir merasa pendapatannya terus menurun dengan munculnya taksi baru,'' papar Arjaya.
Wakil Ketua Organda Bali Ketut Widi juga menyambut baik hasil tim. Hanya perwakilan dari Paguyuban Jasa Wisata Bali tidak bisa menerima hasil kajian tim itu. Koodinator PJWB Ketut Witra tetap ngotot agar izin Blue Bird segera dicabut, karena operator itu tidak legal. ''Pokoknya izin tambahan yang sudah diberikan kepada Praja Bali Transportasi saya minta dibatalkan,'' ujarnya menggebu tanpa menyebutkan dasar legalitasnya.
Pendapat ini mendapat tanggapan dari Wakil Ketua Organda Bali Ketut Widi. Ia tidak setuju dengan cara main cabut saja. ''Anggota kita sudah ada yang akad kredit mobil baru, bahkan bayar DP, kalau sampai penambahan armada dibatalkan maka yang rugi kita. Jangan suara pengemudi saja yang harus diperhatikan, suara kita sebagai operator juga harus didengarkan,'' keluhnya.
Arjaya juga berpendapat izin operasional yang sudah diberikan tak mungkin dicabut, sebab pemprov bisa di-PTUN-kan dan urusan jadi panjang. Ketut Wija mengatakan tidak semua tuntutan PJWB dipenuhi, dengan alasan membentur peraturan hukum. ''Terutama tentang pencabutan legalitas, kita tidak bisa laksanakan, karena terbentur dengan undang-undang. Apalagi, dari dokumen yang kita kaji, Bali Taksi memang legal keberadaannya,'' tandasnya.


Merasa keingininannya tidak bisa dipenuhi oleh Tim Yustisi, tiga wakil paguyuban akhirnya memilih meninggalkan pertemuan.
Selanjutnya Tim Yustisi akan melaporkan kasus pertaksian di Bali kepada Gubernur. ''Segera kita laporkan agar masalah ini cepat selesai, tidak berlarut-larut,'' kata Wija. (029/*http://www.balipost.com/mediadetail.php?module=detailberita&kid=10&id=30781

23/02/10

Dewan Resmi Menolak

DENPASAR - Anggota Komisi I DPRD Bali sepakat menolak rencana memasukkan gajah ke Pulau Dewata ini. Hal tersebut terungkap dalam rapat Komisi I dengan Biro Hukum Pemprov kemarin. Dalam rapat tersebut juga disepakati bahwa pekan ini akan mengeluarkan rekomendasi penolakan secara resmi. Bahkan mereka juga menantang Gubernur untuk cepat-cepatan mengeluarkan sikap tertulis menolak gajah.

Rapat berlangsung pukul 11.30 wita di DPRD Bali. Sejatinya rapat itu mengundang pihak BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) Bali. Balai yang menjadi perpanjangan tangan Departemen Kehutanan tersebut, selama ini yang pasang badan menyangkut gajah. Sayang, Kepala BKSDA Bali Istanto mangkir.

"Sebenarnya kami berharap datang, lantaran BKSDA adalah aktor utama dalam kasus gajah ini," sebut Ketua Komisi I DPRD Bali, Made Arjaya sebelum menutup rapat kemarin.

Anggota Komisi I DPRD Bali Cok Budi Suryawan juga mengaku sangat kecewa. Mestinya BKSDA tetap bisa hadir, walaupun Kepalanya tidak hadir. "Kan bisa perwakilan, karena tidak hanya satu orang yang bertugas di BKSDA Bali. Terus terang kami sangat kecewa," sebut CBS usai rapat.

Akhirnya rapat hanya diikuti Komisi I dengan Biro Hukum Pemprov Bali. Dalam proses rapat, Arjaya secara tegas mengatakan bahwa di DPRD Bali sudah memasuki tahap kesepakatan menolak gajah masuk Bali. Kemudian hanya menunggu Ketua DPRD Bali Cok Rat yang masih di luar daerah, untuk menandatangani rekomendasi penolakan gajah masuk Bali.

"Kami sudah bulat, sikap kami sudah pasti menolak gajah masuk Bali. sampaikan ke Pak Gubernur, bahwa dewan sudah menolak," sebut Arjaya di awal rapat.

Politisi bersuara lantang ini juga mengatakan jika Dewan mendukung langkah penolakan Gubernur. Namun dewan mengarapkan agar Gubernur bukan menolak secara oral (bicara saja) melainkan juga secara tertulis. "Kami tantang cepat-cepatan pak Gubernur. Mana lebih cepat kami mengeluarkan rekomendasi atau pak Gubernur. Atau mungkin Pak Gubernur menunggu kami. Yang pasti, kami harapkan ada penolakan resmi dari Gubernur, tertulis," harap Arjaya.

Sodokan Arjaya ini langsung ditanggapi oleh Karo Hukum Dewa Oka, bahwa segera akan disampaikan ke Gubernur sikap dewan. Sedangkan dalam proses tanya jawab selanjutnya politisi asal Klungkung Cok Ngurah mengatakan jika penolakan ini sangat wajar. Lantaran saat ini sudah ada 93 ekor gajah di Bali. Ini sebenarnya sudah sangat cukup bagi Bali. Kemudian alasan berikutnya adalah Bali bukan habitat gajah. Jangankan di lokasi yang bukan habitatnya, di habitatnya saja bikin rusak. "Sehingga saat berbahaya bagi Bali, jika gajah didatangkan berlebihan. Ini yang membuat kami bulat menolak," sebut mantan Bupati Klungkung ini.

Sedangkan Ngakan Samudra mengatakan jika sangat tidak layak Bali dijadikan gudang gajah. Selama ini Bali bertumpu pada budaya. Menurutnya, jika wisawatan mau menikmati gajah biarkan ke Lampung. Jika terus dimasukan gajah, citra Bali juga tak bagus. Dari Pulau Seribu Pura, Pulau Surga akan menjadi Pulau Seribu gajah. "Landasan itu, yang membuat kami gajah mesti stop masuk Bali," sebutnya.

Atas saran dan sikap dewan itu, Karo Hukum Dewa Oka hanya bersikap akan menampung dan melaporkan ke Gubernur atas sikap Dewan yang sudah resmi menolak gajah. (art)http://jawapos.com/radar/index.php?act=showpage&rkat=5

Ditargetkan Daya Saing Pariwisata Meningkat

Jakarta (Bali Post) -
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (Kemenbudpar) menargetkan daya saing pariwisata Indonesia di tingkat global meningkat dibandingkan tahun lalu yang sempat melorot satu peringkat. ''Target kami adalah lebih baik dari tahun lalu dalam hal daya saing pariwisata di tingkat global,'' kata Dirjen Pengembangan Destinasi Pariwisata Kemenbudpar Firmansyah Rahim usai Rakernis Kemenbudpar di Jakarta, Selasa (23/2) kemarin.

Menurut Firmansyah, tahun lalu Indonesia menempati posisi ke-80 dalam hal daya saing pariwisata berdasarkan data yang dirilis World Economic Forum. Ranking itu bahkan sempat terkoreksi atau turun menjadi peringkat ke-81. Oleh karena itu, target tahun ini ranking Indonesia menjadi lebih baik dibanding tahun lalu. ''Kami belum bisa memprediksi tahun ini, kami akan berada dalam peringkat ke berapa,'' katanya.

Penurunan peringkat tersebut, katanya, dinilai dari kriteria daya saing pariwisata suatu negara yang ditentukan lebih dari 70 poin. Misalnya faktor keamanan, tingkat kemacetan lalu lintas, hingga ketersediaan rumah sakit di suatu negara. ''Ada 70 lebih ukuran yang menjadi kriteria tinggi rendahnya daya saing, dan yang masuk dalam domain kami hanya sekitar 20 persen,'' tambahnya.

Ia memastikan, untuk meningkatkan daya saing ini tentu harus ada dukungan dan tanggung jawab lintas kementerian/institusi. Artinya, tinggi rendahnya daya saing tersebut tidak sepenuhnya menjadi tanggung jawab Kemenbudpar.

Kemenbudpar, kata Firmansyah, telah membentuk tim pokja (kelompok kerja) lintas kementerian yang diharapkan mampu mendorong sinergi lintas institusi. Program kerjanya, kata dia, mencari solusi terhadap persoalan yang menjadi kendala dalam upaya meningkatkan daya saing pariwisata Indonesia. (010)http://www.balipost.com/mediadetail.php?module=detailberita&kid=3&id=30688

18/02/10

Blue Bird Diteror Sporadis Tapi Dibantah Humas Bali Taksi

DENPASAR - Seolah belum puas melakukan aksi sweeping, seperti sebelumnya, Senin (15/2) lalu, sejumlah anggota Paguyuban Jasa Wisata Bali (PJWB) kembali melakukan aksi sweeping. Aksi tersebut disebut-sebut dilakukan di kawasan Jalan Sunset Road, Rabu (17/2) siang kemarin.

Salah seorang sumber tepercaya koran ini mengatakan, aksi sweeping itu dilakukan tepat di depan Carrefour Sunset Road sekitar jam 11.00 Rabu siang. Aksi sweeping itu nyaris berujung anarkis, karena sejumlah sopir taksi non Bali Taksi sudah menunjukkan emosinya.

Sumber yang juga berprofesi sebagai sopir taksi ini mengatakan bahwa aksi itu dilakukan dengan cara menyetop taksi-taksi Bali Taksi yang lewat di kawasan itu. Apabila taksi tersebut berisi penumpang. Maka, penumpang itu dikeluarkan oleh sopir-sopir taksi itu.

"Kalau ada muatannya, ya penumpangnya itu diturunkan. Sopirnya juga disuruh turun lalu dicaci maki. Begitu mereka sudah puas, sopir Blue Bird itu langsung disuruh balik lagi, sedangkan penumpangnya ya harus melongo. Malahan tadi ada penumpang bule yang diturunkan," ujar sumber tersebut.

Namun beruntung aksi sweeping itu tidak berlangsung lama, melainkan hanya berlangsung antara 15 sampai 30 menit saja. Radar Bali sempat mencoba menyambangi lokasi sweeping tersebut, namun sudah lengang. "Tidak sampai ada perusakan-perusakan taksi seperti hari Senin kemarin," imbuh sumber saksi di lokasi kejadian, kepada koran ini.

Di tempat terpisah, sekretaris PJWB Oka Suardiana saat dihubungi via ponselnya Rabu kemarin dengan tegas membantah hal tersebut. Menurut pria yang kerap menjadi juru bicara paguyuban ini, aksi itu bukan atas instruksi dari PJWB. Kalaupun ada, aksi sweeping itu tidak jadi tanggung jawab PJWB.

"Kami sudah minta teman-teman (paguyuban) supaya cooling down dulu sambil menunggu kerja tim yustisi. Kalaupun ada aksi (sweeping) itu, kami tidak pernah memberikan instruksi untuk melakukan hal itu. Kalau sampai benar ada, itu tindakan pribadi dan bukan tanggung jawab paguyuban," tegasnya.

Sementara itu, Humas Bali Taksi Nyoman Mertadi saat dikonfirmasi kemarin juga menyatakan tidak ada aksi sweeping itu. "Saya sudah cek ke bagian operasional kami, ternyata aksi sweeping itu tidak ada pak. Teman-teman (sopir) di lapangan juga tidak tahu itu," ungkap Mertadi. (eps)http://www.jawapos.co.id/radar/index.php?act=detail&rid=143731

Perwali Bangunan Style Bali Telat

DENPASAR- Walaupun Perwali tentang bangunan yang bergaya Bali terlambat dilakukan, tapi menurut pengamat bangunan Putu Rumawan Salain Kamis (18/2) kemarin sudah sangat baik ada rencana pembuatan Perwali tentang bangunan gedung dengan style Bali.

"Sangat bagus, Perwali dibuat agar dapat menata wajah kota Denpasar," ungkap Rumawan Salain.

Dengan adanya Perwali ini akan dapat mengatur warga masyarakat yang membangun dengan menggunakan style Bali. Serta masyarakat yang membangun harus mengacu kepada perwali. Karena Denpasar merupakan Ibukota Provinsi Bali sebaiknya menggunakan style Bali dengan berbagai variasi yang berasal dari berbagai macam style dari daerah yang lain di Bali.

Selain untuk menunjukkan berbagai macam tyle bangunan yang ada di Bali, dapat juga mengembangkan ide-ide dan kreatifitas arsitek lokal. Karena terlambatnya perwali di buat, tambah dosen Fakultas Teknik Unud ini hingga di Denpasar sudah banyak terjadi pelanggaran baik itu dalam perizinan maupun hal-hal yang lainnya.

"Pembuatan perwali terlambat, banyak terjadi pelanggaran," ujar pengamat tata ruang.

Harap ahli arsitektur ini perwali segera di buat dan kalau perlu sesudah Perwali di buat Perda dapat disusun untuk mendukung perwali yang sudah ada. Ketika koran ini menanyakan Perwali berlaku surut dengan spontan Rumawan mengatakan setuju bila berlaku surut, tapi itu kembali lagi kepada Pemerintah. Jika berlaku surut pemerintah akan menyusun kembali peraturan peralihan.

"Perwali berlaku surut, terserah pemerintah tapi harus ada peraturan peralihan di buat," kata Rumawan.

Dapat juga Perwali berlaku surut secara otomatis kalau ada warga masyarakat mengajukan perubahan gedung. Saat perubahan gedung, gaya gedung yang belum style Bali dapat langsung di ubah sesuai dengan style Bali. (reg) http://www.jawapos.co.id/radar/index.php?act=detail&rid=143929

Regulasi Perpajakan Tak Mengenal ''Tax Holiday''

Jakarta (Bali Post)-
Kementrian Keuangan menilai pemberian tax holiday yang diharapkan mampu memicu peningkatan investasi tidak dikenal dalam ranah regulasi berkenaan perpajakan di Indonesia. Solusi atas hal tersebut adalah dalam bentuk Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).

Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Anggito Abimanyu mengatakan, penerapan tax holiday tidak dikenal dalam perundang-undangan Indonesia. Upaya peningkatan investasi dalam negeri dengan insentif seperti itu merupakan hal yang nihil.

''Kami akan kaji. Tapi memang dalam perundang-undangan kita tidak mengenal tax holiday, solusi yang bisa diberikan adalah dalam bentuk KEK,'' ujar Anggito kepada wartawan di Jakarta, Kamis (18/2) kemarin.

Anggito menambahkan, ketimbang memberikan tax holiday, fasilitas KEK justru melebihi tax holiday. Namun tentang permintaan Kementerian Perindustrian ini, Kementerian Keuangan akan melihat konteks permintaanya seperti apa. ''Kami sudah cukup banyak memberikan, jadi kami akan lihat apalagi yang bisa kami berikan dari sisi fiskal,'' paparnya.

Tentunya pernyataan itu jelas berseberangan dengan Menteri Perindustrian MS Hidayat dalam beberapa kesempatan, pemberian insentif berupa tax holiday perlu dipertimbangkan oleh pemerintah. Menurutnya, pemberian tax holiday lazim digunakan oleh banyak negara yang menginginkan masuknya investasi.

Hidayat melihat, pemberian tax holiday dapat dilakukan bagi pengembangan industri di kawasan timur Indonesia. Adanya pemberian tax holiday maka perlu adanya perubahan aturan perpajakan. Jadi, kalau pun terjadi penolakan di sektor pajak, hal itu sangat wajar karena adanya prioritas penerimaan pajak.



Sektor Swasta

Masih berkaitan dengan investasi, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Gita Wirjawan mengatakan, setengah kebutuhan investasi nasional harus dipenuhi sektor swasta. Pemerintah tidak dapat melakukan sendirian.

Menurut dia, pihaknya menargetkan investasi setiap tahunnya Rp 2.000 triliun. Jumlah investasi itu berasal dari beberapa sektor dan komponen di antaranya pembelanjaan, investasi jangka panjang dan pendek, investasi oleh PMA dan PMDN, dan investasi di hulu migas.

Gita mengutarakan, saat ini telah ada sekitar lima investor yang berminat untuk investasi jangka panjang di Indonesia. Di antara lima investor tersebut ada yang berasal dari Timur Tengah.

Selain kelima calon investor ini, pihak Emaar Properties juga menyatakan kesediaan kembali untuk berinvestasi di proyek pariwisata NTB. Gita menargetkan, semester ini proyek tersebut dapat terealisasi. ''Kami tidak bisa menyebutkan yang lima itu siapa, tapi yang pasti sudah ada. Untuk NTB sendiri, kami akan membuka koridornya supaya ada calon investor lain. Sudah ada beberapa yang memasukkan permohonan. Emaar salah satunya pula,'' pungkasnya.(kmb1)http://www.balipost.com/mediadetail.php?module=detailberita&kid=3&id=30358

14/02/10

Dewan-Gubernur Janji Buatkan Rekomendasi

DENPASAR - Eksekutif ataupun legislatif ingin menunjukkan keseriusan terhadap rencana masuknya gajah baru ke Bali. Bahkan lembaga ini tidak akan mentoleransi lagi pelanggaran mesti ada masukan dari BKSDA dan Departemen Kehutanan (Dephut) untuk mendatangkan 59 ekor gajah baru ke Bali. Ketua Komisi I DPRD Bali I Made Arjaya tegas mengatakan, tak ada lagi tawar-menawar untuk memasukan gajah. Kajian Pemprov Bali dan DPRD Bali saat kasus gajah Taman Safari sudah kuat. Bahwa jumlah gajah di Bali yang saat ini 93 ekor sudah sangat cukup dan melebihi kapasitas pulau yang mungil ini. ''Kalau sekarang ada lagi yang menawar kelonggaran seperti BKSDA, bisa dikatakan tak paham dengan mekanisme dan kajian. Bahkan jika dibiarkan Bali akan menjadi pulau gajah," sebut vokalis DPRD Bali ini saat diwawancarai kemarin (13/2).

Atas desakan Walhi agar pemerintah membuat penolakan secara tertulis, Arjaya pun menyambut baik. DPRD Bali siap, bahkan Komisi I akan menemui pimpinan dewan untuk segera mengeluarkan rekomendasi penolakan. ''Kalau saya tak salah, era Pak Wes (ketua DPRD IB Wesnawa sebelumnya) sudah ada rekomendasi jika meminta 10 ekor gajah ilegal Taman Safari dikembalikan. Dan menyetop ada gajah lagi masuk Bali. Jika kembali dinginkan ada sikap tertulis, tinggal mengacu ke rekomendasi sikap dewan sebelumnya. Kami siap melakukan untuk menegaskan kembali," jelas pria yang spesialis penerima demo ini.

Kapan turun rekomendasinya? Arjaya hanya menyebut sesegera mungkin dewan membahasnya.

Sementara Kabag Humas dari Biro Humas dan Protokol Pemprov Bali Ketut Teneng menegaskan, pemerintah jauh hari sudah mengeluarkan rekomendasi resmi dalam bentuk kajian jelas. Intinya Bali tidak mau lagi menerima gajah. ''Kajian dan kebijakan sudah jelas dalam bentuk tertulis. Seperti Bali tak mau lagi menerima gajah masuk," sebut Teneng.

Namun jika ada desakan masyarakat yang sudah dapat lampu hijau dari DPRD Bali, jelas Pemprov Bali akan menyikapi sama. ''Kami akan akomodasi harapan masyarakat. Termasuk memang mesti ada sikap tertulis untuk menolak gajah masuk Bali lagi," ungkap Teneng. (art)http://www.jawapos.com/radar/index.php?act=detail&rid=143045

09/02/10

Bau Tak Sedap di Disparda Bali

DENPASAR - Selama ini Pemprov Bali selalu menganggarkan dana untuk promosi pariwisata keluar negeri (LN), yang kerap disebut road show. Anggaran jelas tak sedikit. Bahkan dipastikan miliaran. Setelah berjalan, mulai muncul aroma tak sedap.

Seorang yang mengaku PNS di Pemprov Bali, membeberkan praktik bejat pejabat di pemprov Bali. Bahkan menyebutkan selama tahun 2002 hingga 2008, Rp 3 miliar lebih sudah dikorupsi dana road show keluar negeri.

Dalam surat yang dikirim seorang bernama I Made Sumardana (nama samaran), dia mengatakan tak mau menyebut identitas resmi lantaran dia seorang PNS, yang tahu persis praktik korupsi di Dinas Pariwisata (Disparda) Bali. "Saya buat surat ini, lantaran uang rakyat dikorupsi sangat besar oleh pejabat rakus," sebutnya dalam surat dengan bukti-bukti lengkap itu.

Kemudian dia membeberkan nama pejabat yang dimaksud, Drs IG PA (dalam surat ada nama asli). Dia adalah Kepala SDP, yang disebut pegawai nakal di Disparda Bali. Dia juga mengatakan selama tahun 2002 hingga 2008 sudah puluhan miliar anggaran untuk promosi pariwisata Bali. Dari dana itu sudah dikorupsi sekitar Rp 3 miliar lebih. "Kerugian uang daerah sekitar Rp 3 miliar lebih," sebutnya.

Namun di tahun 2008 Drs IG PA ceroboh, lantaran menandatangani sendiri kwitansi. Kwitansi yang dimaksud disertakan dalam testimony Sumardana ini. Sedangkan tahun sebelumnya, semua tanda tangan dipalsu. Bahkan fatalnya sampai berani menscan di komputer laporan pertangungjawaban, mengatasnamakan Kementrian Budaya dan Pariwisata.

"Ini keberanian yang luar biasa Drs IG PA. Bahkan jika penegak hukum mau tegas, bisa melcak dengan mudah ke Kementrian Budpar," sebut Sumardana dalam suratnya.

Trus menyangkut dengan penandatanganan kwitansi oleh Drs IG PA sendiri, dijelaskan secara rinci dalam surat yang masuk ke Radar Bali itu. Tahun 2008 ada tiga agenda promosi keluar negeri, pertama ikut agenda Word Travel Market (WTM) London, ITB Berlin dan JATA Jepang.

Modus operasi menggarong uang rakyat ini adalah menilep uang stand, yang ada kwitansinya adalah dana stan yang di WTM London. Prosesnya seperti ini, sewa stan itu sebesar Rp 120.804.00 (Rp 120 juta lebih) sudah dibayar oleh Kementerian Budpar dengan bukti surat undangan ikut serta pameran WTM di London ke Disparda Bali, undangan itu bernomor 359/Dit.LN/VIII/08 tertanggal 25 Agustus 2008, tertandatangan A.N Direktur Promosi Luar Negeri Kepala Subdit Wilayah Erofa Jordi Paliama. Dalam surat itu sudah jelas, biaya sewa lahan ditangung oleh Kementerian Budpar. Namun dalam praktiknya malah dianggarkan oleh Disparda juga dengan jumlah sama. Diduga uang ini yang ditelep.

Tuduhan ini dibuktikan dengan foto copy kwitansi dengan nomor 2040215055220702 bertuliskan Bendahara Pengeluaran Dinas Pariwisata Bali, mengeluarkan Rp 120.804.00 untuk biaya sewa tempat untuk even WTM-London 2008 ditandatangani langsung oleh Drs IG PA.

"Modus ini dilakukan secara berulang-ulang dari tahun 2002 hingga 2008, hingga berhasil meraup uang hingga kurang lebh Rp 3 miliar," jelasnya.

Kemudian juga ada bukti kwitansi pengeluaran registrasi fee sebesar Rp 8.688.000, yang juga ditandatangani oleh Drs IG PA.

Dengan kondisi ini PNS mengaku nama Sumardana ini mengirim surat rincian dugaan korupsi ini ke Gubernur Bali, Wakil Gubernur Bali, Ketua DPRD Bali, Ketua KPK, Ketua BPK RI Perwakilan Bali, Kapolda Bali, Kepala Kejaksaan Tinggi Bali, Kepala Inspektorat (Bawasda) dan ditembuskan ke Radar Bali. Harapannya agar penegak hukum dan para pejabat di atas berani untuk menindak praktek dugaan korupsi Drs IG PA.

Ketika dikonfirmasikan ke Kadisparda Bali IB Subhiksu tidak mau mengangkat telepon, walaupun sudah dihubungi berulang-ulang. Kemudian Koran ini mengkonfirmasikan ke Karo Humas dan Protokol Pemprov Bali Putu Suardhika, dia hanya membenarkan memang ada salah satu pejabat bernama IG PA di Disparda Bali.

"Namun menyangkut dugaan korupsi, yang suratnya sudah beredar. Saya mohon agar sabar dulu, besok (hari ini) saya akan koordinasikan dengan instansi terkait," sebut Suardhika.

Suratnya kan sudah masuk Gubernur, ada penjelasan Gubernur? "Nggak ada, saya belum ada penjelasan dari siapa pun menyangkut masalah ini," tuntasnya. (art)
http://www.jawapos.co.id/radar/index.php?act=detail&rid=141997

Manajemen Lempar Handuk

DENPASAR - Perlawanan pihak PT Praja Bali Transportasi (PBT), hingga menurunkan bos Blue Bird Group Jakarta, mendapatkan perlawanan sepadan dari Dishub Bali dan DPRD Bali. Kemarin GM PT Praja Bali Transportasi bersama Blue Bird Jakarta "diadili" di Dishub Bali. Dan, saat itulah Dishub menyodorkan Kepmen Perhubungan 35 tahun 2003 yang langsung membuat manajemen Blue Bird lempar handuk (menyerah). Mereka langsung siap melepas tulisan Blue Bird, pakaian hingga papan perusahaan.

Pertemuan berlangsung tertutup di ruang rapat Kadishub Bali, mulai pukul 14.00 wita langsung dipimpin Kadishub Bali Made Santha. Hadir juga Ketua Komisi I DPRD Bali Made Arjaya, beserta Wakil Ketua Komisi IGP Widjera dan Anggota Nova Sewi Putra. Datangnya dewan tanpa skenario awal. Melainkan sidak ketika ada tahu akan ada pertemuan Dishub dan PT PBT. Sedangkan dari pihak PT PBT hadir Agus Subroto, didampingi Vice President Blue Bird Group Noni Purnomo dan Head of PR Blue Bird Group Teguh Wijayanto.

Pertemuan cukup tegang. Bahkan bocoran yang didapatkan Radar Bali menyebutkan, pihak Blue Bird sempat ngeyel. Hingga akhirnya Kadishub tegas menyebutkan bhwa PT PBT melanggar Kepmen Perhubungan 35 tahun 2003. Termasuk Made Arjaya sedikit panas, hingga mengatakan "Sana jual (Blue Bird) sini beli," katanya. Dengan posisi salah, akhirnya pihak PT PBT dan Blue Bird menyerah.

Setelah satu jam pertemuan keluar semua pihak. Arjaya membenarkan sedikit keras dalam pertemuan tersebut. Sebab sempat pihak Blue Bird sebelum pertemuan kemarin mencak-mencak. Kemudian Kadishub memberikan penjelasan hasil pertemuan. Santha mengatakan hasil pertama, tetap PT PBT menyalahi Kepmen 35 tahun 2003. Lantaran izin tidak ada menyangkut Blue Bird, namun menggunakan merek dagang Blue Bird. Sehingga sanksi tegas adalah dicabut atau mau merubah segala jenis embel-embel berbau Blue Bird.

"Kami tetap berpegang ke Kepmen 35, semua atribut yang tidak sesuai izin harus dilepas," sebut Santha kemarin.

Santha mengatakan, hingga saat ini rata-rata mobil sudah mencabut tulisan Blue Bird di kaca depan. Namun di pantat mobil kanan-kiri masih ada tulisan Blue Bird, dalam bentuk website www.bluebirdgroup.com. Semua itu harus dicabut. Tak hanya tulisan, seragam pakain sopir yang bertulisan Blue Bird juga harus diganti mengacu ke izin. "Bahkan papan perusahaan yang masih menggunakan PT Blue Bird, juga harus diganti mengacu ke izin. Kecuali lambang burungnya. Lantaran pihak PT PBT berhasil menunjukan hak paten, sebagai lambang Bali Taksi," tegas mantan Kabid di Dinas Kebudayaan ini.

Untuk membuktikan jika semua sudah diganti dan bersih dari bau Blue Bird, Santha mengatakan dalam satu minggu ini terus menurunkan tim pemburu pelanggaran, termasuk sekaligus taksi lain. Dan saat ini sedang mengkaji, proses penurunan sanksi dari Surat Peringatan (SP) 1,2 hingga 3. "Sampai nanti pencabutan izin, jika tetap tidak mau mengindahkan keputusan ini," janji Santha.

Trus kok Blue Bird Jakarta ikut-ikutan, padahal nggak ada kaitan? Santha mengatakan, kaitan secara akta memang jelas tak ada kaitan. Namun mereka mengaku ada kaitan menyangkut saham. Namun dia mengaku tak masalah, lantaran tidak masuk ke urusan itu. Melainkan hanya masuk pada pelanggaran Kepmen Perhubungan 35 tahun 2005.

Arjaya juga menambahkan, dalam masalah ini tak ada menyudutkan siapa-siapa. Namun memang PT PBT dalam posisi melanggar aturan. Bahkan semua operator taksi akan mengalami sanksi sama, jika melanggar aturan. "Jika ini tuntas, kami akan menginjak ke proses mafia penjualan saham," imbuhnya.

Trus apa sikap PT PBT? Head of PR Blue Bird Group Teguh Wijayanto, mengaku siap menjalankan semua keputusan. Dia memastikan semua akan diganti dalam waktu segera. Mulai dari tulisan berbau Blue Bird di mobil, pakaian sopir hingga papan perusahaan. "Kami siap menjalankan dan menghormati keputusan ini. Segera kami akan ganti, hal-hal berbau Blue Bird," janjinya. (art)http://www.jawapos.co.id/radar/index.php?act=detail&rid=142176

05/02/10

Kerugian Negara di Badung Rp 140 Miliar

DENPASAR - Hasil kerja Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Bali hanya membeberkan kinerja Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) dan Dinas Cipta Karya (DCK) saja. Karena hanya berkutat pada masalah pajak pendapatan dan PHR. Dari hasil audit BPK pada semester kedua, triwulan keempat atas APBD Badung 2009 yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 140 miliar lebih. Dengan rincian kekurangan penerimaan daerah sebesar Rp 120,83 miliar yang terdiri atas empat poin.

Poin a tunggakan pajak daerah sejak tahun 1005 hingga tahun 2009 yang belum dibayarkan kepada pemerintah Rp 117,97 miliar. Poin b pungutan pajak yang sebenarnya dibayarkan ke daerah, tapi malah lari ke pusat dengan kerugian mencapai Rp 176,199 juta. Poin c memuat pajak hotel yang disetorkan ke Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Rp 726,99 juta. Dan poin d PHR dari 13 wajib pajak, pajak parkir dari satu wajib pajak, hingga retribusi IMB yang tidak bisa ditagih mencapai Rp 1,95 miliar.

Selain itu BPK juga melihat kelemahan pada sistem SPI dalam pelaksanaan anggaran pendapatan belanja daerah sebesar Rp 1,2 miliar. Di mana terdapat kelemahan dalam menentukan harga dasar taksiran bangunan. Sedangkan hasil audit ketiga adalah ketidak efektifan sebesar Rp 19,2 miliar yang kurang dioptimalkan Dispenda. Untuk menagih pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan dan rekreasi olahraga air, pajak reklame hingga pajak bahan galian golongan C yang ditagih oleh DCK.

"Sistem dari Dispenda kuramg optimal. Sehingga hotel dan restoran yang bisa jadi objek pajak malah tidak terkena pembayaran pajak," ujar Kepala Perwakilan BKP Bali Gde Kastawa di kantornya kemarin (3/2). Pihak Dispenda pun dianjurkan untuk tidak duduk di belakang meja saja. Dan dianjurkan untuk aktif dalam menindak wajib pajak yang nakal dan membangkang tidak mau bayar pajak. "SDM pemkab memang kurang. Kepala daerah harus tegas dalam memberikan sanksi terhadap pelanggar pajak," ujar Kastawa.

Atas temuan itu, Ketua DPRD Badung Made Sumer yang hadir dalam penyerahan laporan hasil audit BPK menyatakan bahwa akan menindak lanjuti temuan BPK tersebut. Dewan Badung mengaku saat ini tengah menggenjot kinerja Dispenda agar getol memunguti pajak. ''Kami akan segera telusuri di mana macetnya. Kenepa eksekutif belum mampu bekerja optimal," ujar Sumer. (dra)http://www.jawapos.com/radar/index.php?act=detail&rid=141334

PT SKP Resmi Gugat Bupati Badung

DENPASAR - Janji PT Solusinado Kreasi Pratama (SKP) menggugat Bupati Badung AA Gde Agung ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Denpasar, dibuktikan kemarin (4/2). Eben Ezer Siregar bertindak sebagai kuasa hukum PT.SKP mendatangi PTUN Denpasar untuk mendaftarkan gugatannya. Terkait materi pokok gugatan dengan nomor perkara 03/G/2010/PTUN.Dps, menurut Eben Ezer berkaitan dengan surat perintah pembongkaran bernomor 1391 tahun 2009 yang dikeluarkan pihak tergugat. Selain surat perintah bongkar, penggugat juga mempersoalkan sikap diam tergugat yang tidak melayani permohonan izin mendirikan bangunan (IMB) menara telekomunikasi yang diajukan penggugat.

Meski tanpa IMB, delapan menara itu berdiri tanpa halangan setelah mendapat izin dari warga sekitar. Persetujuan prinsip membangun dari tergugat dan rekomendasi dari Bapedal. Penggugat sudah mengajukan IMB, namun kepala Dinas Perhubungan Badung atas nama tergugat langsung memberikan izin operasional menara telekomunikasi tersebut, bukannya memberikan IMB menara sebagaimana permohonan penggugat.

''Selama menara telekomunikasi itu beroperasi, penggugat tetap membayar kewajiban ke kas daerah kabupaten Badung berupa sumbangan pihak ketiga atas izin operasional menara telekomunikasi. Memberikan retribusi kepada masyarakat setempat di mana menara itu berdiri," terang Eben Ezer.

Tindakan tergugat tersebut dinilai melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik sebagaimana diatur dalam pasal 3 angka (4) UU No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. ''Pembongkaran menara telekomunikasi yang dilakukan tergugat merupakan bukti tergugat telah berbuat sewenang-wenang," ujar Eben.

Bahkan pembongkaran itu merupakan tindakan yang tidak mengutamakan keahlian sehingga bertentangan dengan asas profesionalitas sebagaimana disyaratkan dalam pasal 3 angka (6) UU No 28 tahun 1999. Akibat tindakan tergugat, penggugat mengalami kerugian sebesar Rp 16 miliar dan kehilangan pendapatan sewa sebesar Rp 600 juta per bulan.

Dalam akhir gugatannya, penggugat minta agar majelis hakim membatalkan atau menyatakan tidak sah surat perintah 1391 tahun 2009 yang dikeluarkan tergugat. Menghukum tergugat untuk mengganti kerugian kepada penggugat secara tunai dan sekaligus sebesar Rp 16 miliar. ''Saya yakin atas perkara ini bisa memenangkan gugatan ini karena saya mempunyai bukti-bukti yang kuat," pungkasnya.

Atas gugatan itu, Bupati Badung AA Gde Agung mengaku menghormati. ''Kami taat pada hukum. Kami hormati upaya hukum mereka," ujarnya di Dalung kemarin (4/2). Sebagai kepala daerah, bupati siap menerima gugutan dari SKP tersebut. ''Kami siap jika ada gugatan itu," ujar Gde Agung.

Gde Agung menampik pihak SKP yang menyatakan Pemkab Badung pernah membuat kesepakatan. ''Mereka tidak pernah buat kesepakatan. Kami hanya bertemu dan mereka minta penundaan pembongkaran," ujar bupati asal Mengwi itu.(pra/dra) http://www.jawapos.com/radar/index.php?act=detail&rid=141510

Wisatawan Sepi, Tunggakan PHR Rp 1,5 Miliar

Singaraja (Bali Post) -

Sepinya kunjungan wisatawan sejak beberapa tahun belakangan ini tampaknya membuat sejumlah hotel dan restoran di tak mampu membayar pajak hotel dan restoran (PHR). Buktinya sejak tiga tahun lalu, tunggakan PHR dari sejumlah hotel dan restoran di Bali Utara mencapai Rp 1,5 miliar.

Informasi di Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Buleleng, Jumat (5/2) kemarin, menyebutkan tunggakan PHR itu lebih banyak dilakukan hotel berbintang dan restoran berkelas. Salah satu alasannya karena hotel dan restoran rugi akibat sepinya wisatawan yang berkunjung ke Buleleng.

Alasan lain, pemilik perusahaan mengaku sedang melakukan renovasi sehingga untuk sementara tidak bisa beroperasi. Bahkan, ada pengusaha yang sengaja menghindari tagihan pajak dengan cara tidak memakai bill (nota sewa atau belanja) yang sudah disahkan oleh Dispenda Buleleng.

Kabid Pajak Daerah Dispenda Buleleng Ida Ayu Ketut Asmani, S.H. membenarkan adanya tunggakan PHR selama tiga tahun berturut-turut. Ia mengatakan untuk pajak hotel (PH) nilai tunggakannya tercatat Rp 1.099.852.996,40. Sedangkan pajak restoran (PR) tunggakanya senilai Rp 423.002.371,62. ''Tunggakan itu akumulasi dari tahun 2007 hingga 2009 yang lalu. Kami sudah berikan teguran baik lisan maupun bersurat resmi namun pengusahanya belum melunasi,'' katanya.

Menurut Asmani, berdasarkan data perusahaan yang menunggak PHR itu memang kebanyakan hotel maupun restoran berkelas. Sejauh ini, pihaknya memang belum mengeluarkan sanksi terhadap perusahaan tersebut. Karena pemerintah masih memberikan kesempatan kepada pengusaha yang menunggak pajak karena alasan perusahaan sedang rugi. Namun, sanksi tetap akan diberikan apabila niat baik pemerintah yang memberikan kelonggaran menunggak pajak justru tidak diindahkan oleh pengusaha. (kmb15)http://www.balipost.com/mediadetail.php?module=detailberita&kid=2&id=29582

03/02/10

Rombongan Blue Bird Jakarta Klaim Legal Sayang Tak Bisa Tunjukkan Dokumen

DENPASAR - Pihak Blue Bird Group dengan PT.Praja Bali Transportasi akhirnya angkat bicara mengenai pemberitaan di media massa. Perusahaan taksi terbesar di Indonesia itu mengklaim bahwa keberadaan Bali Taksi yang beroperasi di kawasan Denpasar dan sekitarnya sah secara hukum.

Dalam press release yang disebarkan oleh pihak Bali Taksi, perusahaan yang berbendera PT. Praja Bali Transportasi itu dinyatakan sebagai perusahaan jasa angkutan taksi yang dikelola oleh Blue Bird Group di bawah bendera Praja Bali Transportasi sesuai dengan surat izin Gubernur Bali Nomor 551.21/4570/Bina.Ek tertanggal 19 April 1994. Surat ijin inilah yang dijadikan dasar Bali Taksi berafiliasi dengan Blue Bird Group.

Sedangkan poin lainnya adalah yang terkait dengan hubungan Bali Taksi dan Blue Bird, terkait masalah pemasangan logo burung berwarna biru tua yang selama ini identik dengan logo perusahaan Blue Bird. PT.Praja Bali Transportasi sendiri dikatakan telah mendapat izin dari PT Blue Bird untuk memakai identitas Blue Bird Group dan telah dipatenkan pada 14 Maret 2008 lalu.

"Bali taksi ini dikelola oleh Group Blue Bird dengan surat izin dari Gubernur Bali pada tahun 1994 lalu. Nah, untuk logo yang digunakan di pintu kanan dan kiri itu sudah dipatenkan sebagai logo milik PT. Praja Bali Transportasi pada 14 Maret 2008 lalu," jelas Vice President Blue Bird Group Noni Purnomo saat konferensi pers di Pondok Kuring, kemarin (3/2).

Noni pun langsung menegaskan jika pemasangan lambang Bali Taksi pada pintu bagian kiri dan kanan mobil tidak menyalahi ketentuan dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 35 tahun 2003 tentang Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum. Logo yang dipasang pun dinyatakan sebagai logo yang sah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. ''Seperti yang kami jelaskan tadi, logo yang dipakai Bali Taksi itu sudah paten dan sudah mendapat ijin dari Blue Bird Group," imbuhnya.

Ketika disinggung masalah pemasangan tulisan Blue Bird yang dipasang di sejumlah bagian mobil, Noni langsung berlindung di balik surat peringatan Dinas Perhubungan Informasi dan Komunikasi (PIK) Bali dan juga keputusan KM35. Menurutnya, pemasangan identitas blue bird di bagian taksi yang lain tidak menyalahi Pasal 29 ayat (3) huruf c KM35 yang mengatur pemasangan logo dan nama perusahaan.

"Tidak ada aturan lain yang mengatur masalah pemasangan (tulisan blue bird group) itu. Kami juga belum menentukan sikap apakah tulisan akan dipasang atau tidak. Tapi kami lebih baik mengalah, karena selama ini perusahaan kami lebih dikenal seperti itu," imbuhnya.

Lantas bagaimana dengan masalah kepemilikan saham Koperasi Praja milik Pemprov Bali yang kabarnya didepak oleh Bali Taksi? Untuk masalah ini, Noni langsung berkelit dan menyatakan bahwa hal itu bukan menjadi kewenangannya. "Nanti akan saya tanyakan dulu kepada legal (konsultant) saya seperti apa duduk masalahnya, karena bukan saya yang berwenang untuk masalah itu. Nanti kita akan jelaskan dalam momen lainnya," katanya lagi.

Selain itu, penjelasan dari manajemen Blue Bird Group masih menyimpan keanehan lainnya. Meskipun mengaku telah mendaftarkan logo burung yang selama ini identik dengan Blue Bird, Noni tidak bisa membuktikan hak merek yang dimaksud. Yang dibagikan kepada media hanya bukti pendaftaran merek Bali Taksi yang diterima oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen Haki) pada tanggal 14 April 2008.

''Saya tidak tahu masalah itu, karena bukan wewenang saya, dan saya tidak membawa datanya," kelitnya lagi. Rombongan yang sengaja datang dari Jakarta ini juga dihadiri oleh Teguh Wijayanto selaku Head of Public Relations Blue Bird Group, GM Bali Taxi Agus Subroto, dan Nyoman Rai selaku Ketua Serikat Pekerja Bali Taxi. (ket/eps)http://www.jawapos.com/radar/index.php?act=showpage&rkat=5

Bupati Badung Akan Digugat Lagi Bongkar Delapan Tower Baru Milik PT SKP

BADUNG - Bupati Badung Anak Agung Gde Agung kembali akan digugat lagi oleh ''musuh" bebuyutannya dari PT.Sulusindo Kreasi Pratama (SKP). Pasalnya, sejak tiga hari lalu bupati Badung melalui Satpol PP melakukan pembongkaran sebanyak 14 buah tower. Ini pula yang mengundang amarah pemilik tower, di mana delapan dari 14 tower yang dibongkar tersebut milik PT SKP.

''Segera mungkin kami akan laporkan bupati Badung ke PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara). Selain itu, juga dilaporkan ke Polda Bali atas dasar perusakan," terang kuasa hukum PT.SKP Eben Ezer Siregar kemarin (3/2).

Perusakan dimaksud berupa pembongkaran yang dilakukan Satpol PP Badung. Atas dasar perusakan tersebut bupati dinilai telah melanggar UU Telekomunikasi. Ancaman pidananya 6 tahun penjara.

''Itu sudah diatur dalam UU Telekomuninasi. Pelanggaran terhadap itu bisa dikenakan hukuman penjara 6 tahun penjara," ujar Eben. Meski punya dasar hukum yang diambil dari UU, tapi PT.SKP sebelumnya menang dalam sidang di PTUN Denpasar. Sayang kalah di tingkat banding PTUN Tinggi Surabaya.

Khusus masalah baru ini, demikian Eben, pihak bupati Badung dinilai telah mengingkari kesepakatan perdamaian dengan PT.SKP. Dalam perdamaian yang disampaikan secara lisan yang dihadiri petinggi PT.SKP tersebut, bupati Badung berjanji tidak akan melakukan pembongkaran tower milik PT.SKP. Dengan catatan PT.SKP mencabut gugatan 09/G/2009/PTUN Denpasar pada 1 Agustus 2009 terkait membongkaran 12 tower milik PT SKP.

''Saya tidak mengerti lagi apa yang akan kami lakukan atas sikap bupati yang dengan sendiri mengingkari kesepakatan yang sudah dibuatnya,"tekan Eben.

Dari data yang diperoleh, seperti diuraikan Eben, PT.SKP sejak awal telah memiliki sebanyak 23 tower. Semuanya dibabat habis oleh pihak Pemkab Badung dengan alasan tower tersebut tidak dilengkapi izin mendirikan bangunan (IMB).

Pembongkaran tahap pertama berupa tiga tower pada Januari 2009. Kedua pada Agustus 2009 sebanyak 12 tower, dan tahap ketiga pada 1 Februari 2010 sebanyak 8 tower.

Menurut Eben Ezer pembongkaran tower tersebut telah mengakibatkan PT. SKP mengalami kerugian materiil senilai Rp 134 miliar. Selain digugat di PTUN, bupati Badung juga akan digugat secara perdata di PN Denpasar senilai Rp 1 triliun.

Meski kalah, pihak SKP mengaku tidak kapok untuk bertarung dengan bupati Badung. Rasa optimistis tersebut dibawa karena punya taktik untuk menumbangkan kekuasaan bupati yang dianggap telah merugikan SKP sebagai pengusaha di bidang telekomunikasi. ''Kami optimistis menang, karena menggunakan dasar-dasar yang lebih kuat dari pada kemarin," timpal Direktur Operasional PT SKP Abdul Satar kemarin.

Dengan pembongkaran lanjutan tersebut, pihak SKP sendiri mengaku merasa dikibuli oleh Pemkab Badung. Padahal pada bulan Oktober lalu sempat mendatangi pejabat teras di Badung yang berurusan dengan tower. Bahkan di antara kedua pihak telah ada kesepatakan secara lisan untuk menunda pemmbongkaran tower yang merupakan niatan dari bupati Badung.

''Dulu kami telah bertemu dengan jajaran pemkab. Mereka sepakat untuk menunda pembongkaran. Tapi kok sekarang malah dibongkar. Itu artinya sudah melanggar kesepakatan yang telah disepakati," ujar Satar.

Sementara itu, siang kemarin pembongkaran tower tetap dilakukan di kawasan Jalan Nyang-Nyang Sari Kuta. Pihak Satpol PP nampaknya tidak menggubris langkah yang akan diambil pihak SKP untuk menggugat aksi mereka. ''Atas perintah bupati kami tetap lakukan pembongkaran tower," ujar Kasatpol PP Badung Wayan Adi Arnawa.

Malah Satpol PP Badung akan melakukan pembongkaran secara bertahap. ''Kami akan lakukan pembongkaran secara bertahap," ujar Kasatpol PP asal Pecatu itu. Hingga kini, pembongkaran tower telah berjalan sampai 12 buah menyebar di kawasan Petang dan Kuta.(pra/dra) http://www.jawapos.com/radar/index.php?act=detail&rid=141330

Terkait Surat Peringatan Kadishub Bali Blue Bird Tak Langgar Kepmen Perhubungan

Denpasar (Bali Post) -
Vice President Blue Bird Group Noni Purnomo menegaskan bahwa PT Praja Bali Transportasi tak melanggar Kepmen Perhubungan Nomor 35 Tahun 2003 terkait pencantuman nama perusahaan dan logo di pintu depan taksi. Sebab, tak ada pencantuman nama Blue Bird di pintu depan taksi sebagaimana dimuat dalam surat peringatan tersebut. Di pintu depan taksi hanya mencantumkan Bali Taksi sebagai logo PT Praja Bali Transportasi dengan gambar burung. Penegasan itu disampaikannya Rabu (3/2) kemarin, terkait surat peringatan Kadis Perhubungan Informasi dan Komunikasi Provinsi Bali Made Santa.
Kata dia, pihaknya tak mencantumkan nama Blue Bird di pintu depan taksi sebagaimana dimuat dalam surat peringatan tersebut. Namun di pintu depan taksi hanya mencantumkan Bali Taksi sebagai logo PT Praja Bali Transportasi dengan gambar burung.
Ia mengutip Kepmen Perhubungan Nomor 35 Tahun 2003 yang hanya mengatur pencantuman nama perusahaan dan logo di pintu depan. Sementara nama Blue Bird diakui tercantum di luar pintu depan bagian tengah. Namun pencantuman tersebut tak diatur secara jelas dalam Kepmen Perhubungan tersebut. ''Jadi surat peringatan tersebut tak sesuai dengan kenyataan di lapangan,'' nilainya.
Dalam surat peringatan nomor 55/1689/DPIK tanggal 1 Februari 2010 dari Kadis Perhubungan Informasi dan Komunikasi Provinsi Bali Made Santa menegaskan bahwa PT Praja Bali Transportasi telah mengoperasikan angkutan taksi di luar ketentuan pasal 29 ayat 3 huruf C Kepmen Perhubungan Nomor 35 Tahun 2003, di mana logo dan nama perusahaan yang tercantum ada identitas kendaraan taksi berupa tulisan ''Blue Bird'' bukanlah nama dan logo perusahaan PT Praja Bali Transportasi sesuai dengan yang terdaftar sebagai pemilik izin operasi.
Noni Purnomo menjelaskan, logo yang tercantum di pintu depan adalah logo PT Praja Bali Transportasi dengan nama Bali Taksi. Bali Taksi adalah perusahaan jasa angkutan taksi yang dikelola oleh Blue Bird Group di bawah bendera perusahaan PT Praja Bali Transportasi sesuai surat izin Gubernur Kepala Daerah Bali nomor 551.21/4570/Bina Ek tertanggal 19 April 2004. Sementara logonya telah dipatenkan pada 14 Maret 2008 sebagai logo PT Praja Bali Transportasi.
Kaitannya Bali Taksi dengan Blue Bird Group, ia menyatakan PT Praja Bali Transportasi mendapatkan izin dari PT Blue Bird untuk memakai identitas Blue Bird Group dan dioperasikan oleh Bali Blue Bird Group. Jadi operasional angkutan Bali Taksi dilakukan oleh manajemen Blue Bird.
Dengan demikian maka sistem manajemen operasional mulai dari rekruitmen, pelatihan, operasional, kualitas layanan serta penggunaan teknologi informasi, perawatan kendaraan, kesejahteraan sampai fasilitas untuk pengemudi (termasuk seragam) yang dengan yang ada di Blue Bird di seluruh Indonesia. Karena itu nama Blue Bird tetap tercantum pada sisi yang lain kendaraan seperti di kaca depan atau kaca belakang, sehingga hal itu tidak melanggar Kepmen Perhubungan Nomor 35 Tahun 2003. ''Kepmen hanya mengatur logo dan nama di pintu depan bagian tengah, selebihnya tak ada ketentuan tentang pemasangan logo maupun nama di luar pintu depan,'' tegasnya.
Ditambahkan, PT Praja Bali Transporasi memperoleh tambahan izin prinsip usaha taksi argometer sebanyak 500 unit pada tahun 2008. Namun izin prinsip tersebut baru direalisasikan 250 unit tahun 2009. Sementara jumlah armada yang dimiliki Bali Taksi saat ini mencapai 750 unit dengan merekrut tenaga sopir dari krama Bali. Untuk pengemudi jumlahnya saat ini mencapai 1.500 orang. (029/*)http://www.balipost.com/mediadetail.php?module=detailberita&kid=33&id=29488

01/02/10

Blue Ocean Ngemplang Rp 3,7 M Dua Tahun Tidak Setor

BADUNG - Hotel Ocean Blue hotel di kawasan Kampial, Jimbaran, diduga telah merugikan negara dengan nunggak pajak sebesar Rp 3,7 miliar, selama dua tahun. Hotel dengan 182 kamar dan 141 vila tersebut diminta untuk segera melakukan pembayaran terhadap tagihan pajaknya.

Bupati Badung AA Gde Agung pun telah merespons atas desakan Komisi C DPRD Badung, yakni meminta agar segera ditutup. Selain itu akan diancam dilaporkan ke Pengadilan Niaga di Surabaya. "Atas desakan Komisi C DPRD Badung, Bupati telah mengirimkan teguran ketiga yang menyarankan agar pihak Blue Ocean segera melunasi utangnya," ujar Ketua Komisi C DPRD Badung, Nyoman Satria, usai melakukan sidak bersama Kadispenda ke Ocean Blue kemarin (1/2).

Dengan surat teguran tersebut, pemerintah berjanji memberikan batas waktu untuk membayar pajak terakhir pada Kamis 4 Februari nanti. "Kami akan pantau terus mengenai pelunasan pajaknya dengan cara transfer langsung dari Korea sebagai pemilik usahanya," ujar Satria.

Jika tidak, Komisi C mengancam akan menggulirkan kasus ini ke Pengadilan Tata Niaga. "Kalau tidak mau melunasi, dan kalau tidak bisa mencicil, kami akan laporkan kasus ini ke pengadilan niaga," ujar Satria. Komisi C menilai berdampak pada kerugian pendapatan daerah. "Hal ini akan berdampak buruk terhadap sikap pengelola wisata lainnya," ujar anggota Komisi C DPRD Badung, Putu Alit Yandinata.

Sedangkan Kadispenda Badung, Gusti Ngurah Alit Agung menyayngkan tingkat kepatuhan Blue Ocean yang setengah hati dalam memberikan kontribusi terhadap daerah. Yakni berupa pembayaran pajak.

Meski telah berulang kali melakukan permintaan, namun imbauan dan teguran dari Dinas Pendapatan belum juga dipatuhi. Padahal, pihaknya telah memberi teguran dua kali. Dan, satu kali langsung dari bupati Badung. "Tingkat kepatuhan mereka dalam membayar pajak sangat rendah. Itu kami sayangkan," ujar Alit Agung.

Sementara pihak pengelola Ocean Blue menyatakan bahwa pengemplangan pajak selama dua tahun itu adalah karena alasan krisis global yang menyerang Korea. Karena Ocean Blue tersebut merupakan holding company dari Korea, yang katanya mengalami keterpurukan terhadap mata uang Won. Nah, dengan dalih itulah, pengelola tidak mampu membayar pajak ke Badung.

Namun dalih dari pengelola agak berlebihan. Karena dari jumlah kamar yang dimiliki sebanyak 182 kamar dan jumlah vila sebanyak 141 unit. Dengan rata-rata harga sewa kamar seharinya adalah USD 190. Apalagi tingkat hunian hotel Ocean Blue saat krisis turis saja tetap mencapai 32 persen. (dra)http://www.jawapos.com/radar/index.php?act=detail&rid=140909

Kapolda Kambinghitamkan Bea Cukai Soal Ferrari yang Tak Punya STNK

DENPASAR - Janji dewan untuk memanggil Kapolda Bali akhirnya berlangsung kemarin. Ada dua pembahasan yang menarik. Yakni soal Ferrari bodong dan togel. Lantaran selama ini malah pengecer togel kelas teri yang ditangkap. Sedangkan cukong kakap, malah seperti dilindungi.

Pertemuan itu dihadiri oleh Kapolda Bali Irjen Sutisna, berserta jajaran Direkturnya hingga Dirlantas Kombes Bambang Sugeng. Ikut juga beberapa Kapolres hingga Kapoltabes Kombes Alit Widana hadir. Sedangkan dari kubu Dewan, Ketua Komisi I DPRD Bali Made Arjaya langsung memimpin rapat. Kemudian dewan yang terlibat adalah Wakil Ketua Komisi I Gusti Putu Widjra, Anggota Nova Sewi Putra, Cok Budi Suryawan, Tama Tenaya, Dewa Nyoman Rai dan Sumiati.

Membuka pertemuan langsung Arjaya mempertanyakan kondisi keamanan Bali secara umum. Kemudian Arjaya mempertnyakan Ferrari bodong yang sempat ditangkap oleh polisi.

Pertanyaan pembuka ini, sudah membuat tensi pertemuan menghangat. Kapolda Bali langsung menjelaskan tingkat kejahatan yang meningkat dari tahun 2008 ke 2009. Kemudian yang menghebohkan, untuk tingkat kecelakaan malah tahun 2009 ada 400 nyawa yang melayang dijalanan.

"Ada 400 nyawa manusia melayang di jalan, untuk tahun 2009. Ini lebih berbahaya dari penyakit ganas," jelas Sutisna.

Menyangkut Ferrari, Kapolda menyerahkan Dirlantas Kombes Bambang Sugeng. Sugeng sendiri mengaku jika menyangkut Ferrari bukan bodong, lantaran dia memiliki Form B, sebagai syarat bisa masuk ke Indonesia. Namun masalahnya adalah mereka tak memiliki STNK, hingga kena sanksi tilang saja sebesar Rp 30 ribu. Dan mobilnya tidak boleh dioperasikan.

"Bukan bodong, hanya tidak punya STNK. Sehingga kena tilang Rp 30 ribu. Kami ditanya wartawan kok kecil, saya jawab Undang-undangnya seperti itu. Silakan rubah dulu Undang-undangnya baru saya naikan sanksinya," sebut Sugeng.

Penjelasan ini mendapatkan tanggapan balik dari Arjaya. Dia menyerang dengan argumen yang sangat masuk akal. Arjaya mengkalikan, jika nanti pihak pemilik mobil tetap nekad menjalankan mobilnya setiap hari dia akan kena tilang Rp 30 ribu. Sehingga setahun akan kena sekitar Rp 11 juta. "Seneng pemilik Ferrari-nya. Mending dia ditilang saja setiap hari, daripada bayar pajak samsat Rp 25 juta ke atas. Apa nggak ada sanksi lain bagi para orang kaya yang suka ngemplang pajak ini," tanya Arjaya balik.

Kemudian juga ditanya menyangkut, pemasok mobilnya, Arjaya mengatakan semua pihak kepolisian pasti tahu jika pemasoknya ada di Jalan Teuku Umar. Mungkin nama bosnya juga sudah akrab di telinga para petinggi polisi. "Kami mendesak agar lebih cepat nangani, lebih baik di hulu ditangkap. Karena semua bersumber dari pemasok di Jalan Teuku Umar ini. Mestinya ini dikejar, bila perlu dikerangkeng," imbuh Arjaya.

Pertanyaan balik ini juga tak bisa mendapatkan jawaban memuaskan. Malah pihak kepolisian mengkambinghitamkan Bea Cukai, lantaran yang berhak mengeluarkan izin lanjutan berupa Form C adalah Bea Cukai. "Kalau nantinya Bea Cukai mau mengeluarkan Form C, kami bisa urus perizinan lanjutannya. Termasuk juga menyangkut pemasoknya juga urusan bea cukai, bukan tugas kami," jelas Kapolda Sutisna saat diwawancarai koran ini.

Sedangkan pembahasan lain dalam agenda kemarin, yang menarik adalah menyangkut togel. Judi yang menguntungkan segelintir cukong dengan memeras darah masyarakat kecil hingga atas. Anggota Komisi I DPRD Bali, Nova Sewi Putra mempertanyakan, kenapa polisi hanya nangkap yang kelas teri. Padahal dia mengaku yakin, polisi tahu siapa bos togel di Bali.

"Kok yang ditangkap pengecer dan pengepul kelas teri. Bos-bosnya saya kini sudah diketahui, kok dibiarkan," sodok politisi muda asal Buleleng ini.

Urusan ini Kapolda meminta Kapoltabes Alit Widana yang menjawab. Dia mengatakan sulit untuk menangkap bosnya. Lantaran kerap putus informasinya ketika sampai di pengepul. "Namun saya pernah nangkap bosnya, Koko. Tapi jika yang lain memang sulit, lantaran kami kekurangan bukti," kilahnya. (art)http://www.jawapos.com/radar/index.php?act=detail&rid=140912

Blue Bird Kena Deadline Dua Hari

DENPASAR - Posisi PT Praja Bali Transportasi yang selama ini menyebut diri PT Blue Bird benar-benar terpojok. Setelah sempat melawan, ketika diminta mengganti semua bentuk berbau Blue Bird, Senin (1/2) kemarin Kadishub Bali, Bali Made Santha turun ke Markas PT Praja Bali Transportasi. Di sana dia menyampaikan deadline dua hari agar semua yang berbau Blue Bird mesti bersih. Mulai dari papan perusaahan hingga seragam para sopirnya.

Usai sidak ke Jimbaran, Kadishub Bali Made Santha memberikan penjelasan pada media di kantornya. Mantan Kabid di Dinas kebudayaan Bali, ini mengaku sudah turun ke PT Praja Bali Transportasi. Dia mengatakan Jumat (29/1) lalu sudah memanggil GM PT Praja Bali Transportasi. Dia juga memastikan sanksi tegas buat perusahaan yang sudah melanggar Kepmen Perhubungan 35 tahun 2003 itu.

"Saya pastikan dia sudah melanggar. Nama perusahaannya tidak sesuai dengan nama armadanya. Jadi jelas dia melanggar Kepmen Perhubungan 35 tahun 2003," sebut Santha, kemarin.

Setelah itu, Santha memberikan dua alternatif sanksi. Pertama merubah semua berbau Blue Bird atau operasionalnya dihentikan.

Mendapat deadline seperti itu, akhirnya pihak PT Praja Bali Transportasi memilih untuk merubah segala atribut berbau Blue Bird. "Kemudian saya cek lagi tadi (kemarin). Saya langsung turun, dan sudah bertemu dengan GM Agus Subroto," imbuhnya.

Hasilnya? Santha mengatakan sudah sebagian tulisan Blue Bird pada mobil taksinya dicabut. Bahkan dia mengaku saat bertandang ke sana ada, yang lagi proses mencabut tulisan blue bird itu. Dengan kondisi ini, pejabat yang baru satu minggu duduk di kursi empuk Kadishub ini mengaku, langsung memberikan deadline (batas waktu) dua hari harus sudah bersih dari bau Blue Bird.

Santha juga menceritakan saat dirinya ke Jimbaran, ada beberapa perwakilan sopir protes. Dishub dituding hanya mengobok-obok Blue Bird. Akhirnya Santha menbgatakan, bukan PT Praja Bali Transportasi saja yang diobok-obok. Semua taksi dilakukan sweeping dalam beberapa waktu kebelakang ini.

"Hasilnya kami temukan dua taksi Komotra yang tidak ada izin operasional sudah mencari penumpang. Taksinya saya tilang, operatornya sudah saya berikan peringatan pertama. Kalau tetap macem-macem, izinnya kami akan cabut," tuntas dia. (art/dra) http://www.jawapos.com/radar/index.php?act=detail&rid=140915