27/06/10

Dewan Desak Toko Modern Diatur Segera Revisi Perwali Pasar Tradisional

DENPASAR-Anggota DPRD Denpasar mendesak Pemkot Denpasar segera merevisi Peraturan Wali Kota No 9 tahun 2009 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Alasan dibalik desakan itu adalah karena Perwali yang diterbitkan masih memiliki kelemahan. "Saya sudah minta agar segera direvisi dulu karena banyak kelemahannya (Peraturan Wali Kota No 9 tahun 2009)," ujar anggota Komisi C AA Susruta Ngurah Putra, Sabtu (26/6) saat dihubungi.

Beberapa kelemahan itu mengakibatkan aparat pemkot selalu berdalih saat didesak melakukan penyegelan dan pembongkaran toko-toko modern yang menjamur. Kelemahan itu seperti tidak adanya pengaturan jam operasional, serta kuota jumlah toko modern di setiap kecamatan.

Jika hal-hal itu tidak segera dimasukkan, maka Pemkot Denpasar tidak memiliki aturan jelas. Dan inilah yang kemudian jadi "kambing hitam" dalam setiap penindakan. "Seperti saat rapat kerja kemarin, alasannya karena tidak ada aturan," tegasnya.

Dia mencontohkan, selama ini ketegasan terhadap kuota hanya diketahui oleh Dinas Perizinan Denpasar. Bahkan, sekarang ini ada perbedaan pengakuan. Sebelumnya Dinas Perizinan menyatakan, kuota jumlah toko modern di Denpasar maksimal 24. Tapi dalam kesempatan lain, kuota tersebut untuk satu merek toko. "Biar ada kejelasan, tidak selalu alasan aturan lah atau lainnya menjadi biang keladi,"desak politisi Partai Demokrat itu.

Di tempat terpisah, diketahui bahwa Pemkot sampai sejauh ini belum serius melakukan revisi. Kabag Hukum Setda Denpasar I Made Toya ketika dikonfirmasi mengatakan, masih sebatas rencana. Menurutnya, aturan yang akan dibuat mengatur tentang masalah jam operasional. "Karena selama ini diperhatikan, operasional yang 24 jam belum ada," ujarnya seperti ditirukan Kabag Humas dan Protokol Setda Denpasar Made Erwin Suryadarma.

Diakuinya, masalah jam operasional perlu diatur karena terkait beberapa aspek. Misalnya menyangkut tenaga kerja, keamanan, serta ketertiban. Selama ini aturan-aturan tersebut tidak ada ditentukan di dalam perwali. Berbeda dengan supermarket, yang sudah memiliki aturan jam buka operasional. "Selama ini masalah keamanan jadi alasan utama yang perlu diperhatikan," tegasnya. Sayang saat didesak kapan target selesai aturan itu? Pemkot Denpasar tidak bisa memberikan penegasan.

Padahal, jumlah toko modern sudah sangat banyak. Berdasarkan data di Dinas Perizinan tahun 2009, jumlah toko modern yang beroperasi 24 jam sebanyak 228 unit. Terdiri atas 74 toko modern berjaringan dan sisanya milik perorangan. (fer)http://www.jawapos.com/radar/index.php?act=detail&rid=166869

Ratusan Usaha Badung Ogah ABT

DEWAN Badung meminta aparat perizinan di wilayahnya bekerja serius. Pasalnya, kini faktanya mereka mendapati kenyataan, banyak perusahaan belum mengurus perizinan Air Bawah Tanah (ABT). "Aparat harus bertindak, karena pemerintah yang dirugikan atas kegiatan liar mereka," tuding Sekretaris Komisi C I Made Duama, Minggu (27/6).

Berdasarkan data, usaha di Badung yang pernah mengantongi izin ABT cukup banyak, yakni 445 perusahaan. Tapi, banyak pula dari jumlah itu yang enggan memperpanjang perizinan mereka.

Terbukti, saat ini baru 146 usaha telah memperpanjang. Sementara sekitar 229 perusahaan lain tidak memiliki niat baik. Parahnya lagi, ada perizinan yang telah kadaluwarsa sejak tahun 2003. Salah satu contohnya milik PDAM Badung yang totalnya mencapai 21 unit. "Kegiatan pengambilan air itu harusnya diperbaruhi, saya sangat menyayangkan bisa terjadi seperti ini," keluh bekas Kepala Desa Ungasan, Kuta Selatan itu.

Tidak hanya PDAM Badung disesalkan. Duama menyentil pula kiprah RSUD Kapal. Sebagai usaha milik pemerintah daerah, seharusnya memberikan contoh yang baik. "Namanya saja pemerintah, harusnya memberi contoh dong," tegas dewan asal Kuta Selatan ini.

Ia mendesak, aparat terkait segera bertindak. Bila dibiarkan terus menerus, yang rugi adalah masyarakat. Untuk itu pihaknya mendesak supaya langkah-langkah seperti sosialisasi dan pembinaan ditempuh.Bahkan kalau perlu ditegur secara keras. Dia pun kini khawatir,jika usaha-usaha milik pemerintah dibiarkan, maka masyarakat akan mencontoh. "Harusnya hal-hal seperti ini diawasi secara ketat, dampak dari pengeboran sumur itu kan bukan hanya soal izin saja tapi juga masalah lingkungan perlu diperhatikan," tandasnya.

Di tempat terpisah, Dinas Cipta Karya (DCK)Badung yang bertanggung jawab terhadap masalah ini mengaku telah melakukan langkah-langkah sosialisasi. Termasuk memberikan pengertian dan pemahaman tentang pemberlakukan perpanjangan.

Sayang, usaha tersebut tetap tidak maksimal. "Padahal sudah diberikan pemahanan bahwa perpanjangan gratis," tutur Kabid Energi dan Pertambangan DCK Badung I Putu Wiarka. (fer)http://www.jawapos.com/radar/index.php?act=detail&rid=166997

Simalakama Maraknya Usaha dan Pekerja Asing di Bali Menjamur, Data Valid Tak Ada

Tak mungkin modal dan tenaga asing tak masuk Bali, sebagai kawasan wisata dunia. Di saat jumlah mereka terus bertambah, kontrol dan pendataan tetap masih lemah, seadanya. Kini, posisi pun maju kena, mundur kena.

SIAPA bilang warga asing yang datang ke Bali sebatas berdarmawisata? Tidak sedikit dari sekitar dua jutaan dari mereka yang mengunjungi Bali setiap tahunnya bermaksud untuk urusan bisnis. Ada juga yang berstatus sebagai tenaga kerja. Banyak juga yang membuka usaha.

Dan, yang perlu diingat, tidak sedikit yang nakal yang mengklaim datang ke Bali untuk berwisata, namun kenyataannya berbisnis di berbagai sektor usaha. Pun termasuk yang mengkampanyekan diri sebagai lembaga sosial, tapi berpraktik meraup keuntungan.

Bidangnya juga sangat beragam. Dari urusan kebersihan, seni, sampai kesehatan hewan. Repotnya, entah sadar atau cuek, masa bodoh, di kalangan pemerintah daerah setempat seolah menutup mata terhadap fakta tersebut.

Badung, Denpasar dan Gianyar menjadi tempat favorit bercokolnya perusahaan asing di Bali melalui jalur Penanaman Modal Asing (PMA) dan pekerja-pekerjanya juga. Meskipun untuk mengurus PMA prosesnya cukup panjang. Yakni mengajukan permohonan di pemerintah pusat, kemudian dikeluarkan izinnya oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD).

Selain izin operasional dari BKPMD, calon perusahaan asing yang ingin beroperasi juga harus mengurus berbagai perizinan lain, layaknya perusahaan nasional di tingkat kabupaten atau kota. Seperti Izin Prinsip, IMB, SIUP, Situ-HO dan lainnya sesuai dengan jenis usaha yang ingin dijalani.

Sayangnya, ini gampang diakali, karena memang pada dasarnya ada kesadaran atau mental buruk untuk mengakalinya. Lemahnya pengawasan dari instansi terkait membuat banyak warga asing di Bali yang membuka usaha tanpa jalur PMA. Jalur yang ditempuh, biasanya dengan mengatasnamakan isteri atau suami, pembantu, atau teman kumpul kebo yang berkewarganegaraan Indonesia sebagai pemilik usaha, alias pinjam nama orang, diatasnamakan.

Parahnya, tidak sedikit juga orang asing yang nekat membuka usaha tanpa mengantongi izin apapun. Yang menyedihkan, kondisi ini justru dimaklumi sejumlah pejabat daerah karena menganggap memberi keuntungan. "Keberadaan mereka (perusahaan asing ilegal) juga tetap menguntungkan, seperti membuka lapangan kerja dan transfer teknologi bagi industri lokal," kata Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Gianyar, Wayan Suamba.

Di Gianyar sendiri, berdasarkan data di Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) dan Bagian Ekonomi Pemkab Gianyar, saat ini ada sekitar 42 buah perusahaan PMA. Total investasinya hanya sekitar USD 30,9 juta. Sebagian besar dari perusahaan ini dimiliki warga negara Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa. Sektor yang digarap di antaranya bidang ekspor-impor (kargo), hotel dan restoran, serta perdagangan.

Meski begitu, jumlah ini sendiri diragukan kevalidannya, mengingat di Gianyar banyak ditemukan tempat-tempat usaha yang dikelola oleh pihak asing. Keraguan ini juga diakui Bagian Ekonomi Pemkab Gianyar yang khusus menangani keberadaan PMA di Gianyar. "Kami sendiri meragukan data yang kami pegang. Karena selama ini data itu hanya kiriman dari BKPM Provinsi, dan tidak pernah kami monitor," kata Kabag Ekonomi Gianyar, Dewa Gde Suartika.



Menurut Suartika, realisasinya di lapangan, jumlah perusahaan milik orang asing diperkirakan masih banyak yang berkeliaran tanpa izin. Akibatnya, selama ini pihaknya mengaku tidak punya gambaran aktifitas orang-orang asing yang bercokol di Gianyar untuk meraup keuntungan tersebut. Termasuk serapan tenaga kerja warga lokal. "Kami tidak punya data pasti berapa tenaga kerja lokal yang bekerja pada perusahaan asing," tandasnya.

Untuk menutupi kelemahan validasi data ini, Suartika mengaku akan melakukan pendataan ulang terhadap keberadaan perusahaan perusahaan asing di Gianyar ini. "Paling cepat tahun depan kami akan lakukan monev (monitor-evaluasi), sambil menunggu anggaran perubahan," sebutnya.

Tak heran, akibat kelemahan data ini, banyak WNA nakal yang berseliweran menjalani bisnis di Bali tanpa pengawasan instansi terkait. Salah satunya adalah yayasan Bali Animal Animal Welfare Association (BAWA). Yayasan yang berkantor di kawasan Monkey Forest , Ubud, ini mengkampanyekan dirinya sebagai yayasan sosial di bidang kesehatan hewan non profit, tidak berorientasi pada keuntungan.

Selain aksi sosial, yayasan ini juga memiliki klinik hewan di kawasan Lodtunduh, Ubud. Hebatnya, yayasan ini jugalah yang menjalankan hampir semua program penanganan rabies di Bali . Termasuk vaksinasi dan eliminasi anjing.

Di sisi lain, pengakuan BAWA ini berseberangan dengan keterangan mantan Kepala Dinas Peternakan (Kadisnak) Bali , Ida Bagus Alit. Menurutnya, yayasan ini tidak mengantongi izin beroperasi dari Disnak. Bahkan, berdasarkan hasil penelusurannya, Alit mengaku tahu persis bahwa yayasan ini tetap saja profit oriented. "Bawa selama ini mengklaim ke luar negeri bahwa merekalah yang menangani kasus rabies di Bali , dengan begitu mereka bisa menyerap donasi pihak asing dalam jumlah besar," papar IB Alit saat masih menjabat Kadisnak.

Setelah mengetahui praktik BAWA, Disnak lantas menyetop semua aktivitas BAWA sampai tingkat kabupaten. "Selama ini mereka mendapat vaksin anjing dari Disnak kabupaten, saya sudah melayangkan surat untuk menyetop kerjasama dengan BAWA," ujarnya, ketus.

Ditanya terkait nilai donasi yang yang sudah diraup BAWA, Alit mengaku tidak tahu pasti. ""Saya yakin sangat banyak, tapi saya tidak tahu persis. Yang pasti dengan keberadaan mereka, dunia internasional menganggap selama ini pemerintah tidak bekerja, karena diklaim sendiri oleh BAWA," bebernya.

Saat koran ini mengkonfirmasi beberapa waktu lalu, pihak BAWA membantah tudingan tersebut. BAWA mengaku, yayasan tersebut non profit dan sudah mengantongi izin. ""Bagaimana mungkin kami ilegal? Karena selama ini kami bekerjasama dengan Disnak di semua kabupaten," kelit Levin, Project Assistance BAWA untuk rabies di Bali.

Pria bule yang fasih berbahasa Indonesia ini justru mempertanyakan kredibilitas IB Alit Putra sebagai Kadisnak. Mengingat yang bersangkutan sudah memasuki usia pensiun saat itu. "Per 31 Desember lalu dia sudah non aktif," sebutnya seolah tahu banyak tentang komposisi aparat pemerintah daerah. "Saat ini pun kami masih menjalani kerjasama dengan Disnak Gianyar untuk program vaksinasi anjing," lanjutnya.

Menurut keterangan salah seorang staf kantor ini, BAWA dipimpin oleh seorang direktur berkewarganegaraan Amerika Serikat, hampir semua staf kantornya pun dipenuhi bule. Saat koran ini mendatangi BAWA beberapa waktu lalu pun terkesan tidak nyaman. Bahkan, koran ini sempat diinterogasi dan dimintai kartu identitas sebagai wartawan untuk diperiksa di dalam ruangan.

Dan, pihak pemkab juga terkesan "sungkan" untuk kritis. "Kami hanya berperan pasif dalam hal pendataan, tidak punya kewenangan untuk mengawasi dan menindak, karena semua urusan PMA ditangani BKPM," sambung Suartika.

Dengan alasan itu, Suartika menyarankan agar pengelolaan PMA di tingkat kabupaten ditangani satu lembaga teknis khusus seperti BKPM di tingkat provinsi. Selama ini, pengurusan PMA ditangani Kasubag Penanaman Modal di Bagian Ekonomi Pemkab Gianyar. "Ini terlalu kecil, untuk penanganan urusan sebesar ini tidak cukup hanya di- handle seorang Kasubag," jelasnya.

Memang, sejak April 2009 lalu, kewenangan penanganan PMA di Gianyar diambil juga oleh Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT). Sebelumnya pihak Bappeda juga berperan dalam hal ini. "Setelah ada BPPT, Bappeda tidak lagi mengurus PMA, tinggal BPPT dan Bagian Ekonomi," sambung Suartika. Kendati demikian, lanjutnya, keberadaan BPPT juga belum cukup. "Harus melalui lembaga teknis khusus berupa badan," tambahnya.

Dengan adanya lembaga teknis, dia menjelaskan, keberadaan PMA dan aktifitas usaha asing akan terpantau secara berkala. Monitoring ini, menurutnya bisa memberi keuntungan lebih bagi daerah. "Saat mereka mengurus izin usahanya, mereka melampirkan jumlah serapan tenaga kerja lokal, tapi saat sudah berjalan, kita tidak tidak pernah tahu apakah itu terealisasi atau tidak. Karena tidak pernah termonitor," ucapnya.

Gagasan ini cukup beralasan. Pasalnya, saat koran ini meminta data keberadaan PMA di Gianyar saja, Suartika dan stafnya gelagapan karena tidak mengantongi data valid. Tidak ada catatan pasti jumlah PMA atau perusahaan asing ilegal yang beroperasi di Gianyar. Termasuk penambahan dan pengurangannya, termasuk jumlah serapan tenaga kerja. "Kami baru bertugas di sini setahun," elak salah seorang staf beralasan.

Selidik punya selidik, kebiasaan sikap pasif ini ternyata memang sudah jadi warisan pihak yang menangani PMA di Gianyar. Data-data yang diwariskan ke pejabat sesudahnya, diakui selalu dalam keadaan tidak valid. Tak heran, Suartika dkk mengaku masih harus melakukan pendataan ulang terhadap perusahaan-perusahaan asing ini.

Berdasar data Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Kependudukan (Disnakertransduk) Bali , hingga bulan April 2010, jumlah tenaga asing secara resmi mencapai 1.206 orang. Ini yang legal, tercatat resmi. Mereka juga dalam posisi strategis, seperti manajer, konsultan. Bukan sebagai office boy atau security, misalnya. Belum jelas, maunya bagaimana pemerintah Bali memperbaiki fakta ini. (sentot prayogi)http://www.jawapos.com/radar/index.php?act=detail&rid=166864

02/06/10

Pengajuan Menumpuk, Izin Dugem Distop

DENPASAR - Merebaknya tempat hiburan di Denpasar, membuat pemerintah pengeng juga. Ini karena batas 12 kuota tempat hiburan untuk Kota Denpasar sudah penuh. Ini seperti diungkapkan Kadis Pariwisata Denpasar, Putu Budiasa Selasa (1/6) kemarin.

"Pemkot Denpasar hanya memberikan kuota 12 tempat hiburan dan semuanya sudah terisi," akunya. Diungkapkan Putu, dengan kuota yang sudah penuh ini, sudah tidak mungkin lagi memberikan izin baru untuk usaha tempat hiburan.

Tapi, ternyata pengajuan izin masih terus muncul. "Pengajuan tempat hiburan ini menumpuk. Tapi, karena kuota sudah habis, kami tidak bisa memberikan izin itu," ujarnya. Yang terakhir mendapat izin adalah Nav Karaoke, karaoke keluarga di Jalan Teuku Umar.

Lebih jauh, dia menambahkan, sebenarnya ada 13 kuota tempat hiburan yang terdaftar di Denpasar. Namun, salah satunya sudah ditutup. "Tempat hiburan yang sudah ditutup itu adalah Denpasar Moon (DM). Ini karena di sana sering terjadi keributan dan tindak keriminalitas. Makanya izin kami cabut," jelasnya. "Nah, dari 12 tempat yang sudah ada ini, kalau toh membuat hal yang sama dengan apa yang terjadi di Denpasar Moon, kami tidak akan segan untuk mencabut izinnya,"ungkapnya.

Dijelaskan Putu, sampai saat ini dari 12 tempat hiburan yang ada pihaknya belum mendapatkan laporan tentang adanya kerusuhan ataupun tindak kriminalitas. Sementara itu, sejauh ini waktu tutup hingga pukul 02.00. "Untuk akhir pekan masih kami beri kompensasi tempat hiburan bisa buka sampai dini hari," pungkasnya. (pan)http://www.jawapos.com/radar/index.php?act=detail&rid=161921

Satpol PP Dinilai Lembek Terkait Maraknya USaha Bodong

MANGUPURA-Kiprah Satpol PP Badung kembali menuai sorotan. Ini tidak lepas dari ditemukannya usaha 25 spa bodong di Kecamatan Kuta dan Kuta Selatan. Wakil Ketua Komisi B DPRD Badung Anom Gumanti menilai, Satpol PP pimpinan Wayan Adi Arnawa telah lalai melakukan pengawasan. "Temuan itu sudah sangat parah dan memprihatinkan, tidak seharusnya terjadi," tuding Anom Gumanti, pada Minggu (30/5).

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, dari 196 spa di Badung. Baru 171 spa mengantongi izin, dan 25 spa belum. Menurut Kepala Bidang Objek dan Daya Tarik Wisata Dinas Pariwisata Badung, AA Raka Yuda, spa-spa itu tergolong bandel.

Raka Yuda menegaskan, pihaknya telah menyerahkan daftar spa tersebut kepada Satpol PP untuk ditindaklanjuti. Sayangnya, koran ini kemarin belum berhasil meminta tanggapan dari Kepala Kantor Satpol PP Badung Wayan Adi Arnawa. Dihubungi ponselnya, tidak ada jawaban.

Menurut Anom Gumanti, kinerja penegak perda itu tidak maksimal. Alasan kekurangan tenaga tidak bisa dibenarkan. Sebab itu sudah jadi tugas dari Satpol PP untuk menindak tegas pelanggaran-pelanggaran yang terjadi. "Pelanggaran yang terjadi bisa mempengaruhi pendapatan daerah kalau dibiarkan terus menerus," tegas anggota dewan asal Kuta itu.

Ditegaskan olehnya, bisa saja apa pelanggaran yang telah terjadi karena pengelola spa bengkung. Tetapi sebagaimana fungsi dan tugas dari Satpol PP, seharusnya berani melakukan pengawasan secara ketat. Sebab, pelanggaran yang terjadi sudah sedemikian banyak.

Selain Satpol PP, Anom Gumanti juga meminta dinas perizinan bertindak proaktif, turun ke lapangan dan bekerjasama dengan dinas terkait untuk menyodorkan izin. Dengan begitu solusi bijak masih bisa ditempuh.

Namun bila kenyataanya sudah seperti sekarang, dia mengusulkan ada tindakan tegas dari pemerintahan Badung. Pelanggaran menurut dia harus ditertibkan. Ini agar tidak jadi contoh spa-spa lain. Bahkan, bila peringatan demi peringatan tidak mempan, lebih baik ditutup paksa.

Dengan begitu, pemilik spa akan mendapatkan efek jera. "Kalau sudah diberikan peringatan tapi tetap saja, lebih baik tidak usah ada kebijaksanaan lagi. Harus tegas," desaknya.

Sementara pada kesempatan lain, tim yustisi juga dinilai lembek oleh anggota Komisi A DPRD Badung, Ida Bagus Sunarta. Tudingan Sunarta tersebut terkait masih beroperasinya Sky Garden di bilangan Kuta. Sunarta menuding tim yustisi menutup mata atas belum dikantonginya izin mendirikan bangunan (IMB) salah satu tempat dugem terkenal di bilangan Jalan Legian itu.

Padahal sebelumnya kalangan dewan sudah pernah melakukan sidak ke lokasi. Bahkan, kabar terbaru menurut dia, tempat dugem itu juga "Kita segera melakukan pengecekan ke lapangan, karena berdasarkan laporan yang kami terima ada pelanggaran di Sky Garden," tegasnya. (fer)http://www.jawapos.com/radar/index.php?act=detail&rid=161580