18/12/09

DKI Jakarta Belajar Perizinan di Pemkot Denpasar

(Bali Post)
Kinerja Dinas Perizinan Kota Denpasar mendapat pujian dari Badan Penanaman Modal Pendayagunaan Kekayaan dan Usaha Daerah (BPMPKUD) DKI Jakarta. Langkah kongkret Pemkot Denpasar melalui Dinas Perizinan dalam memberikan pelayanan di bidang perizinan, dinilai selangkah lebih maju dari daerah lainnya. DKI Jakarta bahkan belum menerapkan proses seperti ini.

Penegasan ini disampaikan Kepala BPMPKUD DKI Jakarta Ir. Hasan Basri Saleh, M.Sc. di sela-sela kunjungan di Dinas Perizinan Kota Denpasar, Jumat (30/5) kemarin. Hasan Basri menilai, pelayanan di Dinas Perizinan Denpasar cukup baik. Masyarakat sudah mendapat pelayanan mulai dari pintu masuk sampai melanjutkan proses perizinan yang diharapkan. Setiap pegawai tampaknya sudah memahami betul tupoksinya.

Hasan Basri kemarin mengajak rombongan 30 orang, terdiri dari berbagai instansi terkait di DKI Jakarta. Mereka sepakat ingin meniru gaya Denpasar dalam mengelola perizinan.

Kadis Perizinan Kota Denpasar A.A. Gde Rai Soryawan mengungkapkan, untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik dalam menciptakan good governance dan clean government, pihaknya terus melakukan inovasi untuk melayani masyarakat secara profesional. Salah satunya dengan menerapkan Sistem Informasi Manajemen (SIM) perizinan berbasis web. Melalui program ini, dapat diketahui titik kelemahan pelayanan itu. Dengan demikian, titik kelemahan pelayanan tersebut dapat dipecahkan melalui pola matrik. Dengan pola ini, diharapkan Dinas Perizinan terus dapat meningkatkan profesionalisme pelayanan pada masyarakat.

Kasubdin Bina Program Dewa Made Ariawan menambahkan, SIM ini mempunyai sistem keamanan dengan mempergunakan password yang hanya diketahui oleh seorang pegawai. Selain menerapkan program SIM, Dinas Perizinan Kota Denpasar juga memberikan kuisioner pada masyarakat. Hal ini dilakukan untuk mengetahui Indek Kepuasan Masyarakat (IKM) terhadap pelayanan yang diterima melalui Dinas Perizinan. Selama tiga bulan terakhir (Januari - Maret 2008), IKM terhadap pelayanan Dinas Perizinan Kota Denpasar mengalami peningkatan 3 persen. (kmb12/*) http://www.balipost.com/mediadetail.php?module=detailberita&kid=10&id=237

Pengusaha Sablon Diciduk Satpol PP Sembarangan Buang Limbah ke Sungai

DENPASAR - Usai mendapat kritik Badan Lingkungan Hidup (BLH) Denpasar, perihal lembeknya tindakan Satpol PP menindak pembuang limbah, pihak Satpol PP hari Rabu (16/12) pagi kemarin langsung beraksi. Takkurang dua pengusaha sablon digaruk saat kedapatan membuang limbahnya ke sungai.

Pertama Satpol PP melakukan penindakan pada tempat usaha sablon milik Isroi di Jalan Enggano No 2 Denpasar dan usaha sablon milik Hadi Jufri di Jalan Batanta, Denpasar. Namun Satpol PP hanya bisa melakukan pangarahan saja, bukan menyegel tempat usaha.

Pihak Satpol PP menggiring pembuang limbah sablon batik celup ke PN Denpasar. "Paling tidak dengan pola sidak seperti ini, para pembuang limbah berpikir dua kali lipat dalam memberikan efek jera," ujar Kadis Satpol PP Denpasar, Ida Bagus Brahmaputra didampingi Kabid Toperda Satpol PP, Nyoman Puja kemarin, usai melakukan pencidukan.

Meski pencemaran telah membuat sungai Denpasar tercemar. Namun Kadis Satpol tetap menyatakan bahwa pembuang limbah mulai mengalami penurunan. Karena saat ini perkumpulan batik dengan nama Asosiasi Perajin Batik dan Sablon (APBS) Kota Denpasar. "Dengan adanya asosiasi itu, tingkat pelanggaran sedikit turun. Tapi kami terus lakukan pemantauan," ujar Brahmaputra.

Di satu sisi, Ketua APBS Denpasar, Istiyono, menyatakan anggotanya yang berjumlah mencapai 200 orang terus diberi pengarahan mengenai pentingnya menjaga kebersihan lingkungan. "Buka usaha itu tidak harus merusak lingkungan," ujar Istiyono. Katanya, kalau banyak di antara anggotanya melakukan pelanggaran, maka jalan satu-satunya adalah melaporkan ke pihak berwajib.

Di satu sisi, untuk memberikan peringatan kepada anggotanya dan memberikan pemahaman mengenai lingkungan sekitarnya. "Jangan sampai anggota mengambil keuntungan dengan cara merusak lingkungan," ujarnya. "Semua anggota kami sudah melengkapi diri dengan instalasi pengolahan limbah. Kendalanya kalau order banyak, jadi limbahnya tak bisa ditampung dalam Ipal (instalasi penampungan air limbah, Red). sehingga limbah meluber ke sungai,'' elaknya. (dra) http://www.jawapos.com/radar/index.php?act=detail&rid=132526

Di Karangasem, Hunian Hotel Hanya 30 Persen

Hotel di Karangasem bulan ini belum kecipratan tamu dari hotel di kawasan Badung dan Denpasar, mengingat di Nusa Dua tingkat hunian kamar hotel baru berkisar 60 persen. Akibatnya, tingkat hunian hotel di Karangasem juga masih rendah atau baru sekitar 30 persen, dan itu tergolong sangat rendah.

Sekretaris BPC PHRI Karangasem Wayan Kariasa menyampaikan itu Sabtu (12/12) di Candidasa saat pembukaan pelatihan usaha pariwisata kerja sama Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Nusa Dua Bali dan PHRI Karangasem.

Menurut Kariasa, apabila tingkat hunian kamar hotel di Nusa Dua, Kuta atau Sanur sudah mencapai 80 persen, biasanya mulai ada wisman yang memilih menginap di Karangasem guna mencari ketenangan. Sekarang ada tamu yang datang dan langsung menginap di hotel-hotel di Karangasem tetapi tak begitu banyak dan kini tingkat hunian kamar hotel baru 30 persen. Hal itu sangat rendah dan cukup berat dirasakan pengelola hotel dan restoran.

''Bahkan, Desember ini belum tampak kenaikan kunjungan wisman, padahal tahun sebelumnya menjelang tutup tahun sudah ada peningkatan,'' tutur Kariasa.

Ketua BPC PHRI Karangasem I Wayan Tama menambahkan, guna memperkenalkan Karangasem ke depan ke dunia pariwisata yang lebih luas, khususnya kawasan Kubu, hendaknya bersama-sama diprogramkan menjadi kawasan pengembangan wisata elite. Pasalnya, hal itu sangat potensial dan Karangasem sebenarnya sudah mulai menjadi primadona dan cenderung mulai ada pergeseran orientasi minat wisman menginap dari Ubud, Kuta dan Nusa Dua ke kawasan Karangasem. ''Selama ini sudah kian banyak wisatawan Jerman dan Swiss langsung menginap ke Kubu,'' paparnya.

Tama mengakui merajalelanya vila di Karangasem yang dicurigai tanpa izin sangat merugikan pemerintah, karena tamu tak membayar PHR. Oleh krena itu, hendaknya para pemilik vila menyadari kewajibannya kepada pemerintah, terutama ini dalam rangka ikut mensejahterakan masyarakat Karangasem dengan membayar pajak. ''Pengelola vila yang belum berizin ini harus kita rangkul dan diberi pengertian sehingga dia tahu dan mau memenuhi kewajibannya untuk pembangunan di Karangasem,'' ujar Tama.

Dia juga mengatakan belakangan ini banyak kritikan bahwa ada kawasan wisata yang kumuh karena perkembangannya semerawut. Bahkan, katanya, pembangunan hotel baru atau vila sulit dikendalikan dengan peraturan yang ada. (013) http://www.balipost.com/mediadetail.php?module=detailberitaindex&kid=2&id=26178

Pol PP Razia Kamar Kos

Negara (Bali Post)
Aparat Satpol PP Pemkab Jembrana merazia sejumlah tempat kos di Desa Kaliakah, Negara Kamis (10/12) sore. Dari hasil penyisiran petugas didapati enam orang penduduk pendatang (duktang) tanpa identitas diri berupa KIPEM maupun surat pindah.
Razia itu dilakukan lantaran berdasarkan informasi di wilayah tersebut menjadi kantong duktang tanpa identitas. Selanjutnya Satpol PP menerjunkan satu peleton anggotanya untuk mengecek sejumlah tempat kos yang diidentifikasi menjadi tempat duktang.
Enam duktang berhasil diamankan diantaranya berinisial Ci Ar, Pr Wt, TS, DN asal Genteng, Banyuwangi. Dua lainnya Ni Luh Sr A dan I Wayan Sst dari Baturiti, Tabanan yang mengaku sebagai pasangan suami istri.
Setelah dimintai keterangan lebih lanjut pasangan suami istri ini mengaku berprofesi menjadi pedagang sayur keliling. SA mengaku berjualan seharian bersama suaminya dan menginap di kos untuk istirahat. SA asal Manistutu bersama pasangannya tetap dimintai keterangan lebih lanjut untuk membuktikannya.
Kasi Operasional Trantib Satpol PP, I Made Tarma seijin Kasat Pol PP Jembrana, I Ketut Wiratma mengatakan keduanya memang memperlihatkan KTPnya dan alamat mereka sama. Sementara TW meski mengaku sudah melapor ke klian, namun karena tidak bisa menunjukkan Kipem, maka TW tetap dimintai keterangan lebih lanjut. (sur) http://www.balipost.com/mediadetail.php?module=detailberitaindex&kid=2&id=26069

Puluhan Pembuang Sampah Sembarangan Ditertibkan

Tindakan tegas yang telah dilakukan Dinas Tramtib dan Satpol PP Kota Denpasar dengan men-tipiring-kan para pelanggar kebersihan, tampaknya belum mampu memberikan efek jera. Buktinya, dalam beberapa kali sidak masih banyak warga kota yang belum mentaati jadwal pembuangan sampah rumah tangga. Itu ditegaskan Kadis Tramtib dan Pol. PP Kota Denpasar IBM Brahmaputra, Rabu (9/12).
Didampingi Kabid Satpol PP I Nyoman Ambara, SH., Brahmaputra menegaskan tindakan tegas yang selama ini dilakukan sama sekali bukan untuk mencari-cari kesalahan. Tapi untuk mengajak masyarakat agar sadar dan selalu mentaati jadwal pengeluaran sampah yang telah ditetapkan. Hanya dengan disiplin, kebersihan kota Denpasar akan terwujud. "Kalau seperti sekarang banyak masyarakat yang melanggar jadwal pembuangan, maka penanganan sampah terkesan tak akan pernah tuntas," katanya.
Ambara menambahkan, dalam dua kali penertiban pihaknya menciduk puluhan pelanggar. Mereka ditertibkan di beberapa lokasi antara lain di Jalan Ratna, Denpasar. Mereka adalah Pak Candra (41) di Jl. Ratna, Hadi Junaedi (36) di Jl. Sarigading, Ni Nyoman Istiadi di Jl. Antasura, Setia Marulak Silalahi, Jl. Sarigading, Ahmad Jl Kapten Japa, Marlie Jl. Ratna.
Kemudian yang ditertibkan di Jl. Hayam Wuruk adalah Keut Sukayasa beralamat di Jl. Akasia, Cristian Sigit Ylianto, Jl. Akasia, Siluh Putu Astini, Batubulan, Manesa Winardi Jl. Anyelir, Komang Tamansari, Jl Noja, Usman Fausi Jl. Sudirman. Selanjutnya beberapa pelanggar beralamat di Jl. Drupadi Denpasar yakni I Wayan Karyadiasa, Nyoman Raka, Suyudi, Pande I Wayan Eka Pertama, Kadek Agus Redikayasa, Jap Hwiewe, dan Bambang Dwiantoro.Menurut Ambara semua pelanggar yang terjaring, rencananya akan ditipiring Jumat (11/12) mendatang. "Semua pelanggar kami tipiring agar mereka sedikit malu, kalu terus-terusan melanggar," katanya (by DenPost) http://www.balipost.com/mediadetail.php?module=detailberitaindex&kid=10&id=25932

15/12/09

Menhut Janji Cabut SK Dasong Disampaikan Usai Deklarasi KPH

Selasa, 15 Desember 2009
DENPASAR - Polemik hutan Dasong, Bedugul akan memasuki babak baru. Menteri Kehutanan (Menhut) ''baru" Zulkifli Hasan berjanji akan mencabut SK Menhut sebelumnya (MS Ka'ban) jika benar ditolak dan bertentangan dengan aturan.

Usai Deklarasi KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) di Mangrove Information Center kemarin (14/12), Zulkifli Hasan secara tegas menyebut akan mencabut SK tersebut kalau benar melanggar. ''Jika memang sudah ditolak, melanggar aturan dan merusak lingkungan, kita akan cabut SK menteri sebelumnya. Kenapa sulit-sulit," tegas Zulkifli yang saat memberikan penjelasan ke media didampingi Gubernur Bali Made Mangku Pastika.

Ditanya pencabutan SK Dasong dikaitkan dengan program seratus hari kepemimpinannya, dia menekankan segera menindaklanjuti jika surat itu sudah masuk ke mejanya. ''Seratus hari terhitung sejak surat itu masuk, pasti saya cabut," jawabnya.

Gubernur Pastika yang ada di samping Menhut memberikan penjelasan lebih rinci terkait alur penolakan Bali atas hutgan Dasong. Pastika mengatakan, saat ini sudah ada terbangun satu vila di Kawasan Hutan Dasong. Dan pembangunan langsung terhenti begitu polemik ini mencuat.

Menyangkut suratnya, Pastika membenarkan sudah masuk surat penolakan. Malah surat penolakan itu masuk sejak gubernur dijabat Dewa Beratha. Begitu Pastika naik juga menolak secara resmi dengan surat. ''Sudah ditolak dua kali oleh gubernur lama dan kami sekarang. Namun malah sebelumnya turun SK dari menteri lama," jelas Pastika.

Pastika mengurai kenapa pihaknya mengeluarkan surat penolakan. Pertimbangan hutan begitu penting dari segi kesucian, apalagi ada danau. ''Kami tadi sudah jelaskan jika di Bali ada enam kertih. Dua di antaranya adalah danu kertih dan wana kertih. Ini sebagai perlindungan kami terhadap danau dan hutan. Selain memang Bedugul hulu dan daerah resapan air," jelasnya rinci.

Sebaliknya, Pastika tidak memasalahkan jika pengelolaannya untuk tracking atau kepentingan ilmu pengetahuan Bali. Beda dengan pembangunan vila yang tujuannya komersial.

Setelah mendengar penjelasan rinci dari gubernur, Zulkifli kembali menegaskan, ''melihat kondisi ini, kami pastikan SK tersebut akan ditinjau kembali," janji dia.

Menyangkut KPH, Menhut mendeklarasikan di Mangrove Information Center dengan menghadirkan beberapa gubernur di Indonesia yang ditunjuk sebagai model KPH. KPH ini dibentuk, sambungnya, untuk mendesentraliasasi kewenangan pengelolaan hutan yang cukup di daerah. "Tidak zamannya lagi, zaman sekarang ego pusat masih ada," sentil dia.

Dalam pengelolaan nanti bisa bersama masyarakat setempat. Misalnya ikut menanam pohon tumpang sari pada hutan yang dibolehkan dengan maksud menyejahterakan masyarakat. "Kalau dulu pengusaha besar bisa dapat hak pengelolaan ratusan hektare. Beda dengan masyarakat kecil, diusir masuk hutan. Kini masyarakat pinggiran hutan ikut menjaga dan mengelola, asalkan tidak merusak hutan," ulas Zulkifli.

Dengan sistem KPH ini, menurutnya bisa memangkas jalur birokrasi. Begitu halnya pihak asing yang ingin menyalurkan bantuan atau ikut memantau perkembangan hutan. ''Nggak perlu persetujuan pusat. Cukup di daerah saja," tuntasnya. (art) http://www.jawapos.co.id/radar/index.php?act=detail&rid=132078

04/12/09

Pariwisata Bali Kehilangan Roh

PERAN Bali dalam pariwisata Indonesia mencapai 25-30 persen. Ini artinya Bali memikul beban yang sangat berat. Terlebih lagi, semua atraksi wisata numplek di Bali. Akibatnya pariwisata Bali kehilangan roh. Demikian terungkap pada Workshop Tri Hita Karana di Bali Beach Sanur, Jumat (4/12) kemarin. Acara yang diselenggarakan serangkaian HUT ke-11 Bali Travel News tersebut menghadirkan dua pembicara. Mereka itu mantan Menteri Lingkungan Hidup Prof. Emil Salim dan mantan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata I Gede Ardika. Dalam seminar yang dimoderatori A.A. Gede Raka Dalem, Emil Salim mengungkapkan keprihatinannya melihat pola pengelolaan pariwisata di Bali khususnya dan Indonesia pada umumnya. Bila dibandingkan dengan negara lainnya di Asia Tenggara, jumlah kunjungan wisatawan ke negeri ini kalah jauh dengan Malaysia. Negara yang keanekaragaman diversity pariwisatanya jauh lebih sedikit dibandingkan Indonesia, malah lebih banyak dikunjungi wisatawan. ''Ada apa dengan negeri ini,'' tanyanya. Bukan hanya prihatin dengan kondisi pariwisata Indonesia. Pakar lingkungan ini juga mempertanyakan pola pengelolaan pariwisata di Bali. Ia melihat pengembangan pariwisata Bali tidak memiliki karakter yang jelas, sesuai dengan potensi yang dimilikinya, yakni religi, budaya dan alam. Pengembangan pariwisata di Bali tidak ubahnya seperti gado-gado. Pariwisata gado-gado yang dikembangkan di Bali ini dikhawatirkan akan mengancam kelangsungan sektor pariwisata di pulau seribu pura ini. Karena semua sudah ada di Bali. Mulai dari wisata budaya, wisata belanja, wisata race, dll. Padahal sejatinya hal itu tidak perlu dikembangkan di Bali. Pengembangan pola seperti ini dinilai telah menghilangkan karakter pariwisata Bali. Bila ini tidak segera ditata, maka apa jadinya Bali ini 20 tahun mendatang. ''Kita perlu mempertahankan roh pariwisata Bali itu sendiri,'' tegasnya. Dikatakannya, Bali yang memiliki budaya yang sangat adiluhung, dengan tatanan masyarakatnya yang sudah tertata di dalam satu banjar, perlu dipertahankan keberadaannya. Jangan sampai banjar di Bali itu hilang. Subak di Bali hilang. Karena karakter pariwisata dengan unsur religinya itu terlihat jelas di lingkungan banjar tersebut. Destinasi wisata di Bali yang dirancang di Denpasar, Kuta, Jimbaran, Nusa Dua, Tanah Lot, Sanur, tidak perlu lagi ditambah. Bila destinasi wisata tidak dibatasi di Bali, ke depan kondisi Bali tidak ubahnya seperti Singapura. ''Bila sudah seperti itu, apa karakter pariwisata Bali nanti,'' tanyanya. Emil Salim mengungkapkan karakter pariwisata Bali terletak pada konsep Tri Hita Karana (THK). Konsep itu sudah mencangkup keselarasan hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan dengan masyarakat, dan hubungan yang baik dengan lingkungan. Jadi roh Bali itu sudah jelas, yakni Tri Hita Karana. Emil Salim meminta masyarakat dan pemerintah di Bali jangan merusak alam untuk komersial. Pemandangan yang unik di Bali ini jangan ditutup dengan bangunan dan vila yang kian menjamur. Bila pemandangan yang unik dan asri itu dibangun restoran, maka orang yang ingin menikmati pemandangan alam yang indah itu harus masuk restoran. Biarkan orang menikmati pemandangan alam yang indah itu tanpa harus terhalang dengan bangunan yang macam-macam. Emil Salim juga menyayangkan pariwisata di negeri ini belum memiliki branding yang layak untuk menggugah wistawan datang ke negeri ini. Keberadaan branding itu sangat penting peranannya dalam menggugah kehadiran wisatawan datang ke daerah untuk berwisata. Seperti branding yang diluncurkan Malaysia dengan ''Truly Asia''-nya ternyata memberikan dampak pisitif dalam pertumbuhan kunjungan wisatawan ke negeri jiran itu. Sementara I Gede Ardika mengungkapkan, pengembangan pariwisata di Bali harus dilihat secara holistik. Mulai dari aspek ekonomi, soial, budaya, keamanan, dan lingkungannya. Jangan hanya terpaku pada gemercik dolar. Terlebih konsep yang sudah ada di Bali, yakni Tri Hita Karana harus bisa diimplementasikan dalam pengembangan pariwisata. Ardika mengatakan konsep Tri Hita Karana ini sudah digunakan di tingkat nasional dan internasional, dengan nama lain. Seperti yang digunakan dalam UU Pariwisata, dengan konsep hidup dalam keseimbangan sebagai landansan pengembangan pariwisata ke depan. (kmb12)

Maraknya Pelanggaran Tata Ruang -- Terdesak Kepentingan Komersial dan Kekuasaan

Pelanggaran tata ruang di Bali belakangan ini makin terasa marak. Hampir di seluruh kabupaten/kota terjadi, baik pelanggaran jalur hijau, sempadan pantai, sempadan sungai, penyerobotan lahan basah, kawasan suci dan lain-lain. Bahkan, muncul berbagai bangunan yang tak sesuai daerah peruntukan seperti hotel, vila, permukiman atau pun bangunan untuk kegiatan usaha. Peraturan daerah (perda) yang ada di daerah sebagai pengawal pembangunan sepertinya tak berdaya alias tak berguna, terdesak kepentingan bisnis dan ada juga karena kekuasaan. Pemkab/pemkot pun sepertinya tak kuasa membendung ''serangan'' pelanggaran tersebut, kemudian mendiamkan dan akhirnya perdanya harus mengalah untuk disesuaikan dengan di lapangan. Ada apa sebenarnya?

ADALAH Ketua Komisi B DPRD Badung, I Putu Parwata, menegaskan realitas yang terjadi saat ini hampir di seluruh sudut jalur hijau telah beralih fungsi dengan tujuan komersial. Puluhan bangunan komersial baik berupa gubuk semipermanen maupun bangunan permanen telah banyak berdiri, meski tanda larangan membangun di sekitar jalur hijau telah jelas terpampang.

Sementara, penegakan perda justru terkesan tebang pilih. Beberapa kasus yang mengemuka belakangan ini di antaranya maraknya pelanggaran jalur hijau, pelanggaran sempadan pantai, penyerobotan lahan basah dan soal kontroversi LED TV Bali di Simpang Dewa Ruci Kuta.

Kata Parwata, perkembangan pembangunan dan tuntutan ekonomi, memaksa pemilih lahan di jalur hijau untuk tidak lagi mempertahankan lahannya. Masyarakat pemilik lahan tidak bisa disalahkan, sebab mereka juga tidak mendapat jaminan atas fungsi ekonomis lahannya. Ia pun mendesak pemerintah untuk segera mencari solusi yang realistis. Salah satu kemungkinan yakni dengan merevisi perda tentang jalur hijau. Sebab saat ini rujukan perda yang digunakan sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan pembangunan.

Penataan kawasan di Badung juga sempat dikritisi anggota Komisi B, IGA Gede Jaya Adiputra. Dia menyebut, penataan kawasan masih amburadul. Misalnya penataan kawasan pariwisata dan daerah permukiman. Seperti halnya di kawasan Kuta dan Perumahan Dalung Permai. Agar kesemrawutan tidak meluas, dia meminta dalam konsep RTRW, RTRK, dan RDTR supaya jelas dibuat. Begitu juga dalam pelaksanaannya supaya jangan menyimpang dari konsep yang ada.

Salah satu kelemahan, selama ini RTRW tidak pernah disosialisasikan dengan jelas dari tingkat atas sampai masyarakat bawah. Hal ini praktis membuat masyarakat sebagai pelaksana sekaligus pengawasan langsung di lapangan tidak tahu aturan.

Sementara soal kasus LED TV di Simpang Dewa Ruci, Kuta, anggota Komisi B Wayan Puspa Negara menyebutkan polemik sebenarnya bisa dicegah jika Pemprov Bali tidak memaksakan kehendak alias bertangan besi, menganggap kabupaten sebagai perpanjangan tangan. Pemprov diminta untuk tetap berkoordinasi dengan pemkab termasuk melengkapi segala perizinan. Terlebih lagi, tiap kabupaten memiliki aturan tersendiri yang spesifik mengatur wilayahnya.

Macan Kertas

Adanya pelanggaran perda terkait pembangunan LED TV, lebih-lebih mencantumkan nama Bali Mandara pada sebuah pembangunan proyek, juga dikritisi pemerhati hukum Prof. Dr. IGN. Wairocana.

Dikatakan, sesungguhnya sah-sah saja hal itu dilakukan yang mencerminkan misi yang diemban pemerintahan di Bali sekarang. Namun, pencantuman Bali Mandara bukan berarti kekuasaan bisa mengalahkan peraturan daerah. Sebaliknya kekuasaan tersebut haruslah tunduk pada peraturan yang disepakati sebelumnya.

Persoalan kekuasaan bisa mengalahkan peraturan sesungguhnya bukan persoalan baru lagi. Sebelum era reformasi bergulir, kondisi ini sudah jamak terjadi. ''Siapa pun yang berkuasa, dengan segala kekuasaan yang dimilikinya nyaris menjadikan setiap aturan yang ada tidak ubahnya seperti macan kertas. Aturan yang ada sedemikian rupa disimpangi, mesti sesungguhnya telah menghancurleburkan hati sekaligus perasaan masyarakat.

Suka atau tidak suka, memang ada saja penguasa dengan kekuasaan yang dimilikinya membuat kebijaksanaan alias melanggar atas aturan yang ada. ''Dari segi hukum administrasi, kondisi tersebut sesungguhnya sama sekali tidak dimungkinkan,'' ujarnya.

Bila seorang pejabat ingin menyimpang dari ketentuan perda, maka perda tersebut mesti dicabut terlebih dahulu. Namun, untuk mencabut sebuat perda, haruslah tetap mengikuti mekanisme yang ada. Pejabat tidak bisa semena-mena melakukannya, karena harus ada alasan yang jelas untuk itu. Lebih sangat aneh lagi, bila seorang pejabat membuat peraturan sendiri guna menyiati perda yang ada.

Dilihat dari tata hierarkis perundang-undangan sendiri, perda kedudukannya lebih tinggi dari sebuah perbup. Mestinya penyusunan sebuah perbup haruslah bersumber pada sebuah perda. Terkait persoalan pencantuman nama Bali Mandara pada pembangunan proyek Led TV, kata Wairocana, sesungguhnya sah-sah saja. Alasannya, Bali Mandara merupakan misi yang dikembangkan atau direncanakan Gubernur Mangku Pastika dalam perburuannya menduduki kursi Bali I. Namun, Bali Mandara janganlah dijadikan alat untuk melegitimasi kekuasaan. ''Semua pihak haruslah tunduk tanpa kecuali terhadap perda yang ada. Jangan mentang-mentang pemegang kekuasaan, aturan demikian saja dikesampingkan,'' ujarnya.

Lalu kenapa persoalan tersebut bisa terjadi? Wairocana menduga hal itu bisa terjadi karena masing-masing pihak kurang bisa menerjemahkan dengan baik soal otonomi daerah. Masing-masing pihak merasa punya kekuasaan. Padahal sesungguhnya dalam aturan terbaru, tercantum secara tegas kewenangan yang dimiliki masing-masing pihak. Semua pihak mesti menghormati aturan main yang ada. Antara pemerintah provinsi dan kabupaten mestinya terjadi koordinasi dengan baik. ''Jangan masing-masing pihak terbawa pada ego sektoral masing-masing,'' katanya.

Lebih tegas dikatakannya pihaknya sama sekali tidak setuju sebuah pembangunan proyek diembel-embeli dengan kekuasaan. Prinsip-prinsip pemerintahan yang baik akan menjadi bahan pertanyaan masyarakat. Ujung-ujungnya akan menumbuhkan rasa ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintahan itu sendiri. (ded/sub) http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberita&kid=33&id=24982

Dugaan Pelanggaran 13 Vila di Tegal Cumpak Satpol PP Badung Janji Tindak Tegas

Denpasar (Bali Post) -Satpol PP Badung mulai membidik 13 vila di Tegal Cumpak, Kuta Utara yang diduga bodong dan melanggar perizinan karena didirikan di lahan basah, sesuai laporan seorang warga kepada Bagian Pembangunan Setda Badung. Jika laporan tersebut benar, Satpol PP akan bertindak tegas, termasuk melakukan pembongkaran terhadap bangunan-bangunan tersebut. Demikian dikatakan Kepala Satpol PP Badung I Wayan Adi Arnawa, Jumat (20/11) kemarin.

Dikatakannya, laporan dugaan pelanggaran sudah masuk di Satpol PP Badung. Saat ini pihaknya tengah melakukan pengecekan vila di kawasan dimaksud. Termasuk melakukan penelusuran terhadap perizinannya.

Terhadap dugaan pelanggaran, Adi Arnawa mengaku akan segera menerima hasil laporan penelusuran. Dia pun berjanji akan memberi sanksi tegas, jika ternyata laporan yang dibawa warga tersebut memang benar atau memang terjadi pelanggaran. ''Kami bongkar kalau memang melanggar,'' katanya.

Meski demikian, Adi Arnawa juga menandaskan, sebelum mengeksekusi bangunan yang melanggar, ada mekanisme yang harus dilewati terlebih dahulu. Seperti pembinaan dan peneguran sebanyak tiga kali.

Sementara itu, Kepala Dinas Cipta Karya (DCK) Badung Dewa Apramana justru belum bisa berkomentar banyak. Pasalnya, dia sama sekali belum mengambil tindakan apa pun terhadap laporan warga yang sempat diberitakan di media massa tersebut. Dia mengakui, hingga kini belum mengecek ke lapangan maupun memeriksa perizinan.

Seperti diberitakan sebelumnya, sebanyak 13 vila yang berdiri di daerah Kuta Utara tersebut diduga telah melanggar peruntukan lahan karena dibangun di atas lahan basah. Dugaan ini dilaporkan salah satu warga Kuwum, Kerobokan Klod ke Bagian Pembangunan, lengkap dengan datanya. (ded) http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberita&kid=2&id=24908

LANGGAR KETINGGIAN BANGUNAN, DENPASAR JUNCTION MALL DISEMPRIT

Denpasar (denpasarkota.go.id), Pembangunan gedung Denpasar Junction Mall (DJM) yang hampir rampung ternyata melanggar ketinggian bangunan. Hal ini diketahui setelah Tim Pengendalian dan Pengawasan pelaksanaan Pelayanan Perijinan Kota Denpasar melakukan sidak, Senin (12/10). Tim yang dipimping langsung Kadis Perijinan Kota Denpasar AA. Rai Soryawan,SH. menemukan beberapa pelanggaran yang dilakukan management Denpasar Junction Mall, yakni disamping ketinggian bangunan yang melebihi peraturan juga ijin-ijin terkait dengan operasional belum lengkap.

Mengetahui pelanggaran ini Tim yang terdiri dari Dinas Tata Ruang dan Pemukiman, Dinas Tramtib dan Diperindag, langsung memberikan peringatan keras agar segera menyesuaikan bentuk bangunan sesuai dengan gambar yang diajukan dan melengkapi ijin yang diperlukan. “Kami sudah berikan panggilan kepada management datang ke kantor tanggal 19/10 mendatang. Kami masih memberikan waktu dan komitmen dari pemilik untuk melakukan perbaikan, jika tidak digubris kami akan tetap berlakukan standar operational pengawasan dengan memberikan surat peringatan (SP) I-III, dan apabila juga tidak diindahkan terpaksa kami akan meyerahkan kasusnya ke Dinas Tramtib selaku aparat penegak Perda untuk melakukan tindakan Yustisi,” kata Rai Soryawan. “Kami minta agar pihak DJM untuk kooperatif mematuhi segala ketentuan perundangan yang berlaku, jika tidak tentu akan mengambil tindakan tegas, bisa saja usahanya disegel atau ditutup sementara,” tegasnya. Sementara Kadis Tata Ruang dan Pemukiman Ir. Kusuma Diputra yang juka ikut sidak meminta pihak manajemen agar segera melakukan penyesuaian terhadap kelebihan tinggi bangunan. “Ada beberapa bagian bangunan yang melebihi ketinggian, dan itu harus segera disesuaikan,” Kata Kusuma Diputra. Ancaman ini ternyata membuat keder pihak DJM, melalui Manajer Operationalnya Yoze Eman Lampung menyanggupi akan melakukan penyesuaian sesuai dengan gambar. “ Ya kami akan melakukan pembongkaran sendiri sesuai dengan permintaan tim,” katanya. Bangunan DJM yang berlamat dijalan Teuku Umar rencananya akan dipadukan untuk usaha Mall, Restoran, Gedung Bioskop dan Arena permainan anak-anak. Menurut Kadis Perijinan AA. Soryawan, SH. sesuai dengan Perda No. 6 Tahun 2006 ketinggian bangunan maksimal 15 meter atau setinggi pohon kelapa. Namun ketinggian DJM setelah diukur lebih dari 15 meter, demikian juga masalah arsitekturnya belum mencerminkan nuansa Bali Selain menyidak DJM Tim juga melakukan hal serupa yakni menyidak Carefour Gunung Agung dan UD. Pelopor yang membangun Hotel di jalan Gatot Subroto.

Terkait dengan keberadaan Carefour Gunung Agung, Tim menanyakan ijin operasioanl karena sebelumnya gedung tersebut dipergunakan oleh Alfa. “Sesuai dengan ijin sebelumnya usaha itu sebelumnya atas nama Alfa, kalaupun sekarang kepemilikan beralih ijin-ijin yang terkait dengan operasional perusahaan harus diperbaharui,” kata Rai Soryawan. Penangung Jawab Carefour Rudy Widodo yang menerima kedatangan tim mengatakan bahwa seluruh saham Alfa sudah dibeli oleh pihak Carefour, dan saat ini masalah perijinan masih dalam proses. Namun demikian Tim tetap memberikan peringatan sebelum ijin resmi terbit tidak diperkenankan memajang nama carefour didepan nama usahanya. Sementara di UD Pelopor tim menemukan IMB yang diajukan tidak sesuai dengan kenyataan. Dalam IMB yang diajukan bangunan berlatai 2 tetapi kenyataannya bangunannya berlantai 4, mengetahui kondisi ini Tim meminta pihak pengelola bangunan yang rencananya akan dipergunakan untuk pusat perbelanjaan eletronik untuk mengajukan perubahan IMB baru. (Dw)

Investor Belanda Kantongi IMB Bukit Gumang Ternyata Berfungsi Lindung

Amlapura (Bali Post) -29 Oktober 2009 | BP
Alam di Karangasem betul-betul menjadi ''permainan'' pejabat di bumi lahar tersebut. Bayangkan saja, kawasan hutan yang diatur dalam perda berfungsi lindung bisa dibanguni vila. Bahkan, vila tersebut telah mengantongi izin yang dikeluarkan instansi terkait di Karangasem.

Contoh yang paling anyar adalah pembangunan Vila Candidasa di lereng barat Bukit Gumang, Karangasem. Vila berlantai dua itu ternyata telah mengantongi izin mendirikan bangunan (IMB). Padahal, Bukit Gumang termasuk lerengnya merupakan kawasan berfungsi lindung sesuai Perda RDTR No. 8 Tahun 2003 dan Perda RTRW No. 11 Tahun 2000.

Hal itu sesuai temuan tim Bappeda Karangasem yang terjun ke lokasi Vila Candidasa di lereng barat Bukit Gumang, Banjar Samuh, Bugbug, Karangasem. Tim dipimpin Kabid Penataan Ruang dan Prasarana Wilayah Ir. Ketut Sedana Merta, M.Si. Vila milik investor asal Belanda Hans Van Hamert itu sudah mengantongi IMB No. 90 tahun 2008 tertanggal 15 September 2008 atas nama pemohon I Wayan Gunarsa, warga Banjar Samuh. IMB ditandatangani Kadis PU Ir. I Wayan Arnawa. Saat itu, IMB masih dikeluarkan Dinas PU, belum ditangani oleh pihak Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KP2T). ''Saya terkejut ketika salah seorang pekerja menyodorkan IMB yang sudah dilaminating,'' kata salah seorang anggota tim.

Ia mengaku terkejut karena setelah dicek di dalam dua perda itu, ternyata kawasan tersebut merupakan kawasan berfungsi lindung. Di dalam peta perencanaan ruang yang merupakan lampiran atau satu-kesatuan yang tak terpisahkan dengan Perda RDTR kawasan wisata Candidasa yang termasuk mewilayahi lereng Bukit Gumang. Dalam peta itu juga tertera bahwa Bukit Gumang merupakan kawasan berfungsi lindung. ''Tetapi kenapa investor itu bisa mengantongi izin, inilah pertanyaan besar kita?'' ujar anggota tim keheranan.

Tim juga mengatakan, di dalam IMB itu disebutkan lokasi itu lahan kering, bukan sebagai kawasan berfungsi lindung. Padahal yang dimaksudkan wilayah berfungsi lindung dalam dua perda itu tak semata hutan tetapi kawasan yang melindungi wilayah lain, baik sebagai penjaga bentang alam atau kawasan gunung atau bukit yang harus dilestarikan. Berfungsi lindung juga bisa berarti, kawasan yang tak boleh dialihfungsikan, apalagi menjadi tempat bangunan fisik seperti rumah atau hotel. Berfungsi lindung juga berfungi melindungi kawasan di bawahnya sebagai resapan air atau menjaga jangan sampai terjadi longsor.

Kepala Bappeda Karangasem I Wayan Artha Dipa, S.H., M.H. yang dihubungi per telpon di Jakarta juga mengaku terkejut dengan investor Vila Candidasa yang sudah mengantongi IMB. Dia mengaku tak tahu, bagaimana prosesnya bisa keluar IMB. Dia mengaku tak pernah memberikan rekomendasi, tak pernah dilibatkan, baik dimintai pendapat secara lisan maupun tertulis terkait ke luarnya IMB.

Staf Humas dan Protokol Setdakab Karangasem I Nyoman Suarjana kemarin juga turun ke lokasi vila itu karena mendapat tugas mengambil dokumentasi. Suarjana bertemu IW Gunarsa. Gunarsa mengatakan, vila itu dibangun di areal seluas 60 are dan merupakan tanah Desa Bugbug. (013)

Bukit Gumang Dicaplok Investor

28/10/2009 | Sumber balipost.co.id

Amlapura (Bali post) -
Setelah bukit Mimba, kini lereng sebelah barat bukit Gumang, Bugbug, Karangasem dibongkar untuk pembangunan vila. Vila milik investor Belanda tersebut dinilai telah merusak lingkungan dan menyalahi peruntukan. Demikian terungkap pada sidang DPRD Karangasem, Selasa (27/10) kemarin.

I Nyoman Sadra, B.A. pada sidang itu mempertanyakan apakah vila itu sudah berizin. Kalau sudah mengapa diizinkan membangun di lereng bukit yang diduga masih merupakan kawasan suci Pura Gumang.

Sementara itu, Ketua Bappeda Karangasem I Wayan Artha Dipa, S.H. mengatakan belum tahu soal perizinan vila itu. ”Masalah izin vila itu merupakan kewenangan pihak Kepala Perizinan Terpadu,” katanya.

Sadra menyayangkan vila dibiarkan dibangun di bukit dengan cara membongkar lereng bukit untuk diratakan. Pembangunan yang mengorbankan kelestarian dan keindahan alam telah menimbulkan protes di kalangan sejumlah wisman pecinta alam yang menginap di kawasan wisata Candidasa. ”Kalau dilihat ke timur dari pantai Candidasa, jelas terlihat bangunan vila itu,” tegasnya.

Anggota DPRD lainnya, Nengah Suparta, mengatakan dari enam bangunan vila yang direncanakan dibangun investor asal Belanda itu, saat ini baru dibangun dua buah. Dia menduga izin mendirikan bangunannya (IMB) sudah dikantongi investor.

Sadra juga menambahkan, sebelum menjadi anggota Dewan pernah mempertanyakan kepada pemerintah terkait pembangunan vila di bukit Tenganan milik investor asing. Investor bahkan membuat sumur bor dalamnya diperkirakan 80 meter di puncak bukit. Meski sudah disampaikan kepada pihak pemerintah, tetapi pembangunannya tetap berlanjut. Sementara banyak warga mengkhawatirkan pembuatan sumur bor di atas bukit bakal menyebabkan dampak negatif bagi warga lainnya di bawah bukit, seperti mata air mengecil bahkan mengering dan kenyataannya air sungai yang melintasi Tenganan sampai Nyuh Tebel airnya telah mengecil, bahkan sawah sudah tak mampu diairi.

Menurutnya, tanah Bali bakal habis dikuasai investor asing yang pada akhirnya menyingkirkan orang Bali. Saat ini penduduk terkepung, bukit dikuasai investor asing, sementara lahan pantai juga demikian. Soalnya begitu dikuasai investor, masyarakat tak bisa mengetahui apa kegiatan mereka di dalam.

http://baliyads.org/archives/47