04/12/09

Maraknya Pelanggaran Tata Ruang -- Terdesak Kepentingan Komersial dan Kekuasaan

Pelanggaran tata ruang di Bali belakangan ini makin terasa marak. Hampir di seluruh kabupaten/kota terjadi, baik pelanggaran jalur hijau, sempadan pantai, sempadan sungai, penyerobotan lahan basah, kawasan suci dan lain-lain. Bahkan, muncul berbagai bangunan yang tak sesuai daerah peruntukan seperti hotel, vila, permukiman atau pun bangunan untuk kegiatan usaha. Peraturan daerah (perda) yang ada di daerah sebagai pengawal pembangunan sepertinya tak berdaya alias tak berguna, terdesak kepentingan bisnis dan ada juga karena kekuasaan. Pemkab/pemkot pun sepertinya tak kuasa membendung ''serangan'' pelanggaran tersebut, kemudian mendiamkan dan akhirnya perdanya harus mengalah untuk disesuaikan dengan di lapangan. Ada apa sebenarnya?

ADALAH Ketua Komisi B DPRD Badung, I Putu Parwata, menegaskan realitas yang terjadi saat ini hampir di seluruh sudut jalur hijau telah beralih fungsi dengan tujuan komersial. Puluhan bangunan komersial baik berupa gubuk semipermanen maupun bangunan permanen telah banyak berdiri, meski tanda larangan membangun di sekitar jalur hijau telah jelas terpampang.

Sementara, penegakan perda justru terkesan tebang pilih. Beberapa kasus yang mengemuka belakangan ini di antaranya maraknya pelanggaran jalur hijau, pelanggaran sempadan pantai, penyerobotan lahan basah dan soal kontroversi LED TV Bali di Simpang Dewa Ruci Kuta.

Kata Parwata, perkembangan pembangunan dan tuntutan ekonomi, memaksa pemilih lahan di jalur hijau untuk tidak lagi mempertahankan lahannya. Masyarakat pemilik lahan tidak bisa disalahkan, sebab mereka juga tidak mendapat jaminan atas fungsi ekonomis lahannya. Ia pun mendesak pemerintah untuk segera mencari solusi yang realistis. Salah satu kemungkinan yakni dengan merevisi perda tentang jalur hijau. Sebab saat ini rujukan perda yang digunakan sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan pembangunan.

Penataan kawasan di Badung juga sempat dikritisi anggota Komisi B, IGA Gede Jaya Adiputra. Dia menyebut, penataan kawasan masih amburadul. Misalnya penataan kawasan pariwisata dan daerah permukiman. Seperti halnya di kawasan Kuta dan Perumahan Dalung Permai. Agar kesemrawutan tidak meluas, dia meminta dalam konsep RTRW, RTRK, dan RDTR supaya jelas dibuat. Begitu juga dalam pelaksanaannya supaya jangan menyimpang dari konsep yang ada.

Salah satu kelemahan, selama ini RTRW tidak pernah disosialisasikan dengan jelas dari tingkat atas sampai masyarakat bawah. Hal ini praktis membuat masyarakat sebagai pelaksana sekaligus pengawasan langsung di lapangan tidak tahu aturan.

Sementara soal kasus LED TV di Simpang Dewa Ruci, Kuta, anggota Komisi B Wayan Puspa Negara menyebutkan polemik sebenarnya bisa dicegah jika Pemprov Bali tidak memaksakan kehendak alias bertangan besi, menganggap kabupaten sebagai perpanjangan tangan. Pemprov diminta untuk tetap berkoordinasi dengan pemkab termasuk melengkapi segala perizinan. Terlebih lagi, tiap kabupaten memiliki aturan tersendiri yang spesifik mengatur wilayahnya.

Macan Kertas

Adanya pelanggaran perda terkait pembangunan LED TV, lebih-lebih mencantumkan nama Bali Mandara pada sebuah pembangunan proyek, juga dikritisi pemerhati hukum Prof. Dr. IGN. Wairocana.

Dikatakan, sesungguhnya sah-sah saja hal itu dilakukan yang mencerminkan misi yang diemban pemerintahan di Bali sekarang. Namun, pencantuman Bali Mandara bukan berarti kekuasaan bisa mengalahkan peraturan daerah. Sebaliknya kekuasaan tersebut haruslah tunduk pada peraturan yang disepakati sebelumnya.

Persoalan kekuasaan bisa mengalahkan peraturan sesungguhnya bukan persoalan baru lagi. Sebelum era reformasi bergulir, kondisi ini sudah jamak terjadi. ''Siapa pun yang berkuasa, dengan segala kekuasaan yang dimilikinya nyaris menjadikan setiap aturan yang ada tidak ubahnya seperti macan kertas. Aturan yang ada sedemikian rupa disimpangi, mesti sesungguhnya telah menghancurleburkan hati sekaligus perasaan masyarakat.

Suka atau tidak suka, memang ada saja penguasa dengan kekuasaan yang dimilikinya membuat kebijaksanaan alias melanggar atas aturan yang ada. ''Dari segi hukum administrasi, kondisi tersebut sesungguhnya sama sekali tidak dimungkinkan,'' ujarnya.

Bila seorang pejabat ingin menyimpang dari ketentuan perda, maka perda tersebut mesti dicabut terlebih dahulu. Namun, untuk mencabut sebuat perda, haruslah tetap mengikuti mekanisme yang ada. Pejabat tidak bisa semena-mena melakukannya, karena harus ada alasan yang jelas untuk itu. Lebih sangat aneh lagi, bila seorang pejabat membuat peraturan sendiri guna menyiati perda yang ada.

Dilihat dari tata hierarkis perundang-undangan sendiri, perda kedudukannya lebih tinggi dari sebuah perbup. Mestinya penyusunan sebuah perbup haruslah bersumber pada sebuah perda. Terkait persoalan pencantuman nama Bali Mandara pada pembangunan proyek Led TV, kata Wairocana, sesungguhnya sah-sah saja. Alasannya, Bali Mandara merupakan misi yang dikembangkan atau direncanakan Gubernur Mangku Pastika dalam perburuannya menduduki kursi Bali I. Namun, Bali Mandara janganlah dijadikan alat untuk melegitimasi kekuasaan. ''Semua pihak haruslah tunduk tanpa kecuali terhadap perda yang ada. Jangan mentang-mentang pemegang kekuasaan, aturan demikian saja dikesampingkan,'' ujarnya.

Lalu kenapa persoalan tersebut bisa terjadi? Wairocana menduga hal itu bisa terjadi karena masing-masing pihak kurang bisa menerjemahkan dengan baik soal otonomi daerah. Masing-masing pihak merasa punya kekuasaan. Padahal sesungguhnya dalam aturan terbaru, tercantum secara tegas kewenangan yang dimiliki masing-masing pihak. Semua pihak mesti menghormati aturan main yang ada. Antara pemerintah provinsi dan kabupaten mestinya terjadi koordinasi dengan baik. ''Jangan masing-masing pihak terbawa pada ego sektoral masing-masing,'' katanya.

Lebih tegas dikatakannya pihaknya sama sekali tidak setuju sebuah pembangunan proyek diembel-embeli dengan kekuasaan. Prinsip-prinsip pemerintahan yang baik akan menjadi bahan pertanyaan masyarakat. Ujung-ujungnya akan menumbuhkan rasa ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintahan itu sendiri. (ded/sub) http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberita&kid=33&id=24982

Tidak ada komentar:

Posting Komentar