30/01/10

Anggota Dewan Ngotot Minta Blue Bird Dikandangkan Tambahan Izin Prinsip yang Baru Dinilai Salahi Prosedur

DENPASAR - Selain masalah izin, keganjilan-keganjilan Blue Bird terus saja terbongkar. Dalam pertemuan antara Komisi I DPRD Bali dengan Dinas Perhubungan Bali, Biro Ekbang, Biro Hukum, Organda Bali, perwakilan sopir serta operator taksi di gedung DPRD Bali, Jumat (29/1) ditemukan fakta baru bahwa proses terbitnya izin prinsip untuk 500 unit taksi baru menyalahi aturan.
''Kami sampai saat ini tidak pernah mengeluarkan rekomendasi kok tiba-tiba keluar izin prinsip baru bagi PT Praja Bali Transportasi sebanyak 500 unit,'' kata Wakil Ketua I DPD Organda Bali, Ketut Widi, menjawab pertanyaan anggota Komisi I dalam pertemuan yang dipimpin Ketua Komisi I DPRD Bali, Made Arjaya itu.
Menurut Widi, dirinya tidak tahu kenapa izin prinsip baru PT Praja Bali Transportasi (perusahaan yang mengoperasikan taksi Blue Bird alias Bali Taxi). Padahal, kata dia, untuk mendapatkan izin prinsip seharusnya ada rekomendasi dari Organda. ''Kami Organda Bali kaget. Kok ujuk-ujuk baru sebulan Pak Made Mangku Pastika menjabat, keluar izin prinsip untuk 500 unit taksi baru bagi PT Praja Bali Transportasi,'' tandas Widi.
Mendapat informasi itu Arjaya menanyakan kepada pihak eksekutif yang hadir yakni Kadis Perhubungan Made Santha, Karo Ekbang Wayan Tegeg, dan Karo Hukum Dewa Putu Eka, apakah izin prinsip bagi PT Praja Bali Transportasi tidak bisa dibatalkan separuhnya. Apalagi dari 500 unit, baru 250 unit yang memperoleh izin operasional.
Karo Ekbang Wayan Tegeg menyatakan, berdasarkan pengalaman memang tidak seluruh izin prinsip bisa direalisasikan. ''Kalau memang disepakati, sisanya bisa tidak ditindaklanjuti,'' paparnya. Sementara Kadis Perhubungan Made Santha menegaskan, sisa izin untuk PT Praja Bali Transportasi bisa ditunda prosesnya. ''Tapi harus ada kajian-kajian tim selanjutnya,'' ujarnya. Sedangkan Karo Hukum Dewa Putu Eka menyatakan, jalan yang mungkin adalah dengan menunda izin operasionalnya, meskipun PT Praja Bali Transportasi sudah memegang izin prinsip.
''Kita bisa dekati mereka, bahwa kondisinya seperti sekarang ini. Ini perlu dilakukan agar kita tidak digugat di pengadilan tata usaha,'' jelasnya.
Anggota Komisi I Dewa Nyoman Rai justru mempertanyakan, kenapa Blue Bird yang nyata-nyata melanggar dibiarkan beroperasi. ''Lebih baik dikandangkan saja dulu. Stop dulu operasional Blue Bird. Tunggu sampai mereka mengubah namanya jadi PT Praja Bali Transportasi,'' tegasnya.
(by DenPost)http://www.balipost.com/mediadetail.php?module=detailberita&kid=3&id=29121

Blue Bird Dipastikan Bodong, Koperasi Pemprov Punya Saham

BADUNG - Polemik taksi di Bali memasuki babak baru. Kemarin (28/1) Komisi I DPRD Bali sidak (inspeksi mendadak) ke taksi Blue Bird di Jimbaran. Dari hasil penggalian data itu, ternyata ditemukan tidak ada kaitan Blue Bird dengan Bali Taksi yang tercatat izinnya PT.Praja Bali Transportasi. Sehingga bisa dipastikan Blue Bird di Bali bodong.

Sidak kemarin terjun Ketua Komisi I DPRD Bali I Made Arjaya bersama Wakil Ketua Komisi I Gusti Putu Widjra, anggota Dewa Nyoman Rai, Putu Nova Sewi Putra, Cok Ngurah, dan Sumiati. Sampai di Kantor Blue Bird diterima GM Blue Bird Agus Subroto, Kepala Administrasi Keuangan Gde Juniartha, Ketua Serikat Pekerja Nyoman Rai dan Pembina Sopir Agung Sidakarya. ''Yang pertama tolong jelaskan masalah perizinan. Kemudian kaitannya dengan Praja Taksi atau Koperasi Pegawai Negeri Pemprov Bali. Dan menyangkut ada taksi mewah berupa Limousine," sodok Arjaya memulai.

Kemudian Agus Subroto memulai dari awal berdiri. Dalam penjelasan ini, muncul fakta baru jika KPN (Koperasi Pegawai Negeri) Praja Pemprov Bali memiliki saham. Dia menjelaskan PT Praja Bali Transportasi berdiri dengan izin nomor 392/1994 tertanggal 28 Maret 1994. ''Memang diawal berdiri Koperasi Praja Pemprov Bali memiliki saham dalam perusahaan ini," sebut Agus Subroto yang jadi GM dari April 2009 lalu.

Dalam perjalanannya, tahun 1999 tepatnya 31 Agustus 1999 ada pelepasan saham dari KPN Praja Pemprov Bali. Menyangkut izin, Agus Subroto menjelaskan memang izin PT.Praja Bali Transportasi adalah izin dari awal perusahaan taksi paling bonafit di Bali ini. Tidak ada pembelian izin dari Taksi Praja sebelumnya. Soal mobil Limousine (mobil jenis panjang) diakui ada. Jumlahnya 94 unit terdiri atas Camry, Travelo, Mercy dan lainnya.

Mendapat pemaparan demikian, giliran Nova Sewi Putra bertanya dengan mencecar soal saham KPN Pemprov Bali. ''Kalau dijual kami ingin tahu berapa persen saham Pemprov Bali? Siapa tanda tangan dari pihak pemprov tahun itu?" serang Nova Sewi Putra.

Pertanyaan ini membuat Agus Subroto terpojok. Dia mengaku baru di Blue Bird Bali sehingga tak paham proses lama. ''Saya baru, nggak paham sampai sejauh itu," kilahnya, sembari berjanji memberikan penjelasan tertulis, tapi menyusul.

Tak sampai di sana. Nova kemudian mempertanyakan izin Blue Bird di Bali, apa kaitan anak perusahaan dari Blue Bird Jakarta. Agus Subroto malah mengatakan tidak ada. Data perizinan di Bali tetap adalah PT.Praja Bali Transport. Jawaban ini membuat Nova langsung menohok dengan Blue Bird di Bali bodong. ''Papan nama Anda Blue Bird, baju sopir Blue Bird. Mobil juga tulisannya Blue Bird Group. Dengan kondisi izin bukan Blue Bird, tapi PT.Praja Bali Transport. Berarti keberadaan Blue Bird di Bali sudah bodong. Kalau taksi Anda bernama Praja Bali, baru namanya berizin," tuding Nova yang membuat muka Agus Subroto memerah. Apalagi diberondong lagi dengan pertanyaan mempertegas oleh anggota lain Dewa Rai.

Tensi pembicaraan semakin menegang. Akhirnya Kepala Keuangan Gde Juniartha menengahi sambil mengarahkan beda pandangan ini mesti ditanyakan ke Dinas Perhubungan Bali. Setelah itu Agus Subroto menyebut total mobil mewah yang disewa sebanyak 94 unit.

Atas temuan baru ini, Ketua Komisi I DPRD Bali Arjaya berjanji akan menindaklanjuti. ''Kami akan kaji secara lebih dalam lagi. Jujur saja, kalau mau resmi mesti ganti nama. Soal sanksi akan kami kaji dengan eksekutif," ujar Arjaya.

Menyangkut KPN Praja Pemprov Bali punya saham tahun 1994 kemudian dilepas tahun 1999, dewan menunggu data dari PT.Praja Bali Transport. ''Berapa punya saham, kenapa dalam kondisi untung kok dilepas sahamnya. Dan siapa pejabat yang melepas pada era Dewa Beratha (gubernur sebelumnya) itu. Itu yang kami tunggu datanya. Apalagi GM-nya mengaku belum tahu karena orang baru. Kami pastikan kasus ini akan kami buat terang benderang," tuntas Arjaya. (art) http://www.jawapos.com/radar/index.php?act=detail&rid=140177

14/01/10

Polisi Amankan Tiga Ferrari

DENPASAR - Tiga unit mobil mewah merek Ferrari yang kini masih berstatus bodong, Selasa (11/1) malam lalu diamankan oleh petugas keplosian. Ketiga mobil mewah dengan nomor polisi masing-masing DK 18 TW, DK 6 AP, dan DK 18 AI, itu diamankan di areal Direktorat Lalu Lintas Polda Bali. Mobil tersebut ditangkap lantaran pemiliknya tidak mengantongi BPKB.

Mobil-mobil mewah asal Italia, itu diamankan petugas lalu lintas saat sedang parkir di Jalan Hang Tuah, Sanur. Saat ditangkap, pengendara mobil bernilai miliaran rupiah itu tidak bisa menunjukkan surat-surat kendaraan seperti STNK, BPKB, dan Formulir tipe C.

Kapolda Bali, Irjen Pol Sutisna Rabu (12/1) kemarin membenarkan jika penyitaan mobil tersebut lantaran tidak mengantongi BPKB. Saat ini, ketiga mobil mewah dengan logo kuda jingkrak itu hanya mengantongi formulir tipe B saja, dan belum mengantongi BPKB.

"Sepanjang ada izinnya, tidak masalah mobil itu digunakan di jalan raya. Hanya saja, mobil itu masih harus memenuhi satu persyaratan lagi untuk bisa digunakan. Masalahnya, mobil itu belum melengkapi persyaratan itu untuk bisa dikendarai di jalan raya," jelas Jenderal bintang dua asal Jawa Barat itu.

Meskipun sudah diamankan oleh satuan Direktorat Polda Bali, mobil dengan tipe F430 dan F360 itu langsung dikembalikan kepada para pemiliknya. Salah seorang sumber di kepolisian menyebutkan, mobil senilai total Rp 13,5 Miliar itu dikembalikan karena pihak Polda maupun Poltabes Denpasar belum memiliki tempat penyimpanan yang layak bagi barang bukti kendaraan mewah.

"Kita ini belum punya tempat untuk menyimpan mobil-mobil mewah seperti itu. Kalau kami sita dan nanti terjadi apa-apa kan bisa gawat urusannya. Makanya, mobil-mobil itu kami titipkan kembali kepada pemiliknya dengan catatan pemilik mobil itu tidak boleh mengendarai mobil mewah itu sampai dengan surat-suratnya lengkap," jelas sumber tersebut.

Sementara itu, salah seorang sumber terpercaya lainnya mengatakan, mobil yang dimiliki oleh tiga orang pengusaha itu memang hanya dilengkapi formulir tipe B saja. Formulir itu biasanya didapat dari kedutaan-kedutaan asing maupun badan-badan internasional yang berkantor di Indonesia. Formulir tipe B itu digunakan sebagai dokumen untuk melunasi panjar pajak yang seharusnya dibayarkan kepada Bea Cukai.

"Kalau kedutaan asing dan organisasi internasional menggunakan kendaraan itu kan sebagai kendaraan dinas dan tidak dikenakan biaya masuk oleh negara. Nah, setelah dioperasionalkan di Indonesia, selang beberapa lama kendaraan itu bisa saja diekspor ke luar negeri atau dijual di Indonesia. Kalau dijual, kedutaan atau badan internasional itu pasti dilengkapi oleh formulir tipe B," ujar sumber tersebut.

Lebih jauh sumber itu mengatakan, kalau mobil tersebut dipindah-tangankan atau dijual kepada penduduk Indonesia dan akan digunakan di Indonesia, pembeli mobil itu harus melunasi pajak yang sempat tertunda. Besaran pajak yang dikenakan juga tergantung dari kapasitas mesin, tahun pembuatan kendaraan, dan jenis mobil itu sendiri.

"Untuk membayar pajak itu, pemilik harus membawa formulir tipe B itu. Nanti kalau biaya masuk itu sudah lunas, baru akan muncul formulir tipe C dan waktunya tidak sampai seminggu. Setelah ada formulir tipe C, baru BPKB dan STNK-nya bisa diterbitkan oleh pihak kepolisian," ujarnya lagi.

Lantas jika pemilik kendaraan tersebut tidak memiliki BPKB dan STNK, mengapa mobil itu bisa memasang plat nomor kendaraan? Untuk masalah ini, sumber itu menolak berkomentar. "Plat itu kan bisa saja dibuat di pinggir jalan. Tapi untuk masalah itu, silahkan saja anda artikan sendiri," pungkas sumber itu. (eps)http://www.jawapos.com/radar/index.php?act=detail&rid=137597

Dituding Bodong, tapi Buka Lagi

BADUNG - Restorant Lanai, di Jalan Doble Six, Legian, sempat disegel November 2009 lalu. Restoran itu pun langsung membuka usahanya. Padahal, menurut data dari Barisan Aspirasi Rakyat (BAR) Kuta, melalui pegawai Lanai, menyatakan bahwa restoran dengan view pantai Legian itu sampai sekarang belum mengantongi izin operasional lengkap. Dan, diduga dibangun di atas tanah negara.

"Restoran itu dibangun di atas tanah negara," ujar Ketua BAR Kuta, Wayan Suata kepada Radar Bali pagi kemarin (13/1). Awalnya tanah tersebut disebut-sebut milik Puskopad, era Bupati Badung IG Alit Putra. Namun, dalam perjalanan waktu tanah itu beralih pemilik atas nama Wayan Tig, ayah Reta."Selain dibangun di atas tanah negara, izin-izinnya juga belum lengkap," ujar Suata yang juga warga Legian itu. "Kami sangat menyayangkan, kenapa sampai terjadi seperti itu," ujar Suata.

Sementara itu, dari Camat Kuta, Weda Darmaja tidak tahu mengenai apakah tanah itu masuk tanah negara atau tanah milik pribadi. "Kami belum cek tanah itu. Nanti kami akan lihat dulu, agar tidak salah," ujar Weda Darmaja saat ditemui di kantornya kemarin. Pihak Kecamatan sendiri belum berani memastikan mengenai masalah tanah. "Supaya tidak salah seperti tanah bekas Sari Club. Nanti kami akan lihat dulu," ujar Weda. (dra)http://www.jawapos.com/radar/index.php?act=detail&rid=137597

Pengemplang Pajak mulai Diadili

DENPASAR - Sidang perdana kasus dugaan korupsi pajak reklame senilai Rp 1,2 miliar dengan terdakwa, I Wayan Renda, 41, Rabu (13/1) kemarin mulai digelar. Di hadapan majelis hakim pimpinan Emmy Herawati, terdakwa yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS) pada Dinas Pertamanan dan Kebersihan (DKP) Kota Denpasar didakwa melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut sehingga perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian keuangan Negara.

Perbuatan yang dilakukan pria yang beralamat di Jalan Gunung Athena Perum Griya Recidence No 22 Denpasar tersebut berawal dari dia diangkat sebagai calon pegawai negeri sipil (CPNS) sejak 4 Mei 1994 berdasarkan Keputusan Gubernur Bali Nomor 813.2/11255/Kepeg tentang Pengangkatan PNS. Terdakwa kemudian diangkat menjadi PNS sejak 23 Maret 1995 dan ditempatkan di Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Madya Denpasar.

Selanjutnya terdakwa dipercaya sebagai bendahara khusus penerima pada Dinas Kebersihan dan Pertamanan pada 1 Januari 2001 berdasarkan SK Walikota Denpasar Nomor 606 tahun 2000 tentang penunjukan bendaharawan rutin, bendaharawan barang, bendaharawan penerima, bendaharawan gaji, koordinator pemungut, pembuat daftar gaji dan pemegang buku kas umum serta atasan langsung di lingkungan pemerintah Denpasar tahun anggaran 2001 tanggal 4 Desember 2000 lampiran No urut 93.

Dengan kewenangannya sebagai berdahara penerima, terdakwa bertugas menerima uang setoran pajak reklame dari petugas pemungut pajak reklame kemudian menyetorkannya ke kas daerah melalui Bank BPD Cabang Denpasar. Mekanisme pembayaran dan penyetoran pajak reklame berawal dari petugas administrasi mengeluarkan bukti pajak reklame sebelum tanggal jatuh tempo berupa satu gabung bukti pajak reklame yang akan dibawa ke wajib pajak oleh petugas pungut. Uang pajak yang diperoleh dari wajib pajak disetorkan kepada terdakwa sebagai pendahara penerima yang dapat dilakukan dengan cara langsung/tunai atau ditransfer ke rekening bendahara pengeluaran atas nama Dinas Kebersihan atas nama Dinas kebersihan dan Pertamanan Cq I Wayan Sumawakerta melalui bank BPD Cabang Denpasar.

Tetapi faktanya uang pajak reklame yang diterima terdakwa ternyata tidak disetorkan ke kas daerah. Perbuatan terdakwa ini diketahui ketika terdakwa tidak masuk selama seminggu sejak 21 Juli 2009. Tepat pada 27 Juli 2009 dilakukan pengecekan keberadaan terdakwa untuk meminta kunci brankas atau kunci filling cabinet yang dibawa terdakwa oleh I Wayan Karya dan I Dewa Putu Sastradi.

Ketika dicek di rumahnya ditemukan tas kerja terdakwa yang di dalamnya berisi dua bendel tanda bukti setoran tertanggal 15 Juli 2009 dan 16 Juli 2009. Dari hasil pemeriksaan ditemukan bukti uang setoran dari bulan April - Juli 2009 yang disetor oleh petugas pungut kepada terdakwa tidak disetorkan ke kas daerah sebesar Rp 1.290.577.591.

Uang itu dipergunakan untuk kepentingan pribadi terdakwa di antaranya membeli sepeda motor Honda Supra warna hitam No.Pol P 2357 WB seharga Rp 10 juta, membeli satu unit mobil Toyota Hard Top No Pol DK 668 AH seharga Rp 40 juta, membayar pinjaman di Koperasi Kumbasari sebesar Rp 200 juta, dan selebihnya untuk biaya pernikahan dengan seorang wanita dari Banyuwangi.

Atas perbuatan itu, jaksa menjerat terdakwa dengan primer pasal 3 jo pasal 18 Undang-undang No 31 Tahun 1999 tetang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah dirubah dengan Undang-undang No 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat (1) KUHP, subsider pasal 8 jo pasal 18 Undang-undang yang sama. Usai mendengarkan dakwaan jaksa, sidang akhirnya ditunda dan akan dilanjutkan kembali pekan depan untuk memberikan kesempatan kepada kuasa hukum terdakwa I Ketut Ngastawa mengajukan eksepsi. (pra) http://www.jawapos.com/radar/index.php?act=showpage&rkat=5

Disparda Diminta Perbanyak Event Budaya

Denpasar (Bali Post) –
Minimnya objek wisata yang ada di Denpasar dinilai tidak akan bias
menyedot kunjungan wisatawan ke ibu kota propinsi Bali ini. Karena itu,
salah satu strategi yang bias dilakukan jajaran Pemkot Denpasar melalui
Dinas Pariwisata Daerah (Disparda) Kota Denpasar, yakni memberbanyak
event atau kegiatan budaya. Event ini akan bias mendongkrak kunjungan
wisatawan ke kota yang dirancang berwawasan budaya ini.
Usulan ini disampaikan jajaran Komisi D DPRD Denpasar di antaranya Ketua
Komisi Wayan Sugiarta, berserta sejumlah anggotanya, Hilmun Nabi, Wayan
Warka, serta Ketut Nuada, Kamis (14/1) kemarin. Hal ini diungkapkannya
seusai jajaran komisi ini melihat dari dekat sejumlah persoalan
pariwisata dengan mengunjungi instansi yang dipimpim Putu Budiasa
tersebut.
Hilmun Nabi mengungkapkan dengan kondisi Denpasar yang minim objek
wisata, instansi terkait diminta lebih banyak menggelar event budaya yang
bisa dinikmati para wisatawan yang berlibur ke Bali. Karena bila hanya
mengandalkan objek wisata, pihaknya yakin tidak akan bisa meraup
perolehan PAD dari sektor ini. Terlebih objek yang ditawarkan Denpasar
kepada wisatawan tidak terlalu spresifik lagi.
Warka menambahkan, sejatinya sejumlah event budaya yang sudah sering
dilakukan di Denpasar sangat menarik bagi kalangan wisatawan. Hanya saja,
kata dia, diperlukan ketepatan waktu dalam merangcang sebuah kegiatan.
Pasalnya, wisatawan akan merasa kapok untuk berkunjung ketika sebuah
program yang ditawarkan tidak jadi terlaksana. ‘’Ini jangan sampai
terjadi, bila ingin menggelar sesuatu yang juga dipromosikan untuk
kalangan wisatawan,’’ kata wakil rakyat asal Kesiman Kertalangu ini.
Disisi lain Sugiarta sedikit merasa prihatin dengan pola penganggaran
dana promosi yang diberikan kepada Disparda. Pasalnya, dana promosi yang
dijatah pada tahun 2010 ini hanya sebesar Rp 800 juta, sehingga dinilai
sangat minim untuk sebuah promosi pariwisata. ‘’Apa yang bias dilakukan
dengan dana sebanyak itu?,’’ Tanya wakil rakyat dari partai Golkar ini.
Jajaran Komisi D yang juga membidangi pariwisata, pendidikan, kebersihan
dan pertamanan ini juga menilai pentingnya koordinasi lintas instansi di
Pemkot Denpasar. Khususnya, dalam membuat kegiatan budaya yang melibatkan
banyak instansi. Selama ini para wakil raktat ini melihat lemahnya
koordinasi lintas instansi dalam sebuah kegiatan yang dilakukan. Seperti
keberadaan Denpasar festival, pekenan lais maseluk, serta kegiatan
lainnya yang bias dirancang untuk promosi wisata kota. ‘’Jangan sampai
masing-masing SKPD hanya memikirkan programnya sendiri, tanpa
memperhatikan dampak ikutannya,’’ ujar Hilmun Nabi. (kmb12)http://www.balipost.com/mediadetail.php?module=kategori&kid=32&id=Ekonomi/Pariwisata

Pemprov Beri Keringanan Pajak ABT 50 Persen

Denpasar (Bali Post)-
Keluhan kalangan industri pariwisata, terutama hotel dan restoran atas tingginya kenaikkan pajak air bawah tanah (ABT) yang bisa mencapai 1.000 persen akhirnya direspons Pemprov Bali. Pemprov memberikan keringanan pajak ABT hingga 50 persen tahun 2010 atas pengenaan pajak ABT sesuai dengan Pergub 16/2009 tentang harga dasar air bawah tanah. Demikian disampaikan Karo Humas Pemprov Bali, Putu Suhardika, Rabu (13/1) kemarin di Renon.

Namun keringanan tersebut hanya diberikan tahun 2010. Sementara untuk tahun 2011 tetap diberlakukan sesuai Pergub. Dasar filosofinya sebagaimana disampaikan oleh Gubernur Bali, Made Mangku Pastika, adanya ketimpangan yang tinggi antara pemanfaatan air bawah tanah di kota-kota seperti Denpasar, Badung dan Gianyar sementara rakyat miskin di daerah kritis harus membeli air cukup mahal. ''Mereka sudah miskin dikenakan biaya mahal, sementara yang kaya berfoya-foya memanfaatkan air bawah tanah seenaknya,'' katanya menyitir ucapan Gubernur Bali.

Dengan kenaikan tersebut diharapkan kalangan industri dapat mengendalikan pemanfaatan air tanah demi menjaga kelestarian lingkungan. ''Ini penting agar Bali ke depan tak menjadi gurun pasir,'' tegasnya.

Gejala makin terkurasnya air bawah tanah sudah dirasakan oleh adanya intrusi air laut dan semakin dalamnya muka air tanah. Mengantisipasi meningkatnya pemakaian air permukaan, pemerintah telah menyiapkan program Serbagita sebagaimana halnya dalam pengelolaan persampahan.

Gejala makin dalamnya muka air tanah tersebut diakui Wakil Ketua Komisi II DPRD Bali, Wayan Disel Astawa, terjadi di daerah Pecatu, Ungasan sampai Bualu, Nusa Dua. ''Bahkan, sebuah perusahan di Pecatu telah menyuling air laut untuk menyiram padang golfnya. Kondisi ini terjadi karena kedalaman air bawah tanah sudah sampai 200 meter,'' ucapnya.

Untuk mengangkat air bawah tanah tersebut harus menggunakan sumur bor. ''Kalau kondisi ini dibiarkan Bali menjadi amburadul,'' imbuhnya.



Pengawasan Lemah

Diakui pengawasan penggunaan ABT di Bali masih lemah. Sangat banyak kalangan industri dan restoran yang tak melaporkan berapa titik mengambil ABT kepada pemerintah. ''Mereka cenderung melanggar dan menyembunyikan ABT-nya untuk menghindari pajak,'' paparnya.

Kecenderungan pelanggaran tersebut disebabkan rendahnya sanksi perda hanya Rp 50 juta atau hukuman kurungan enam bulan. Realitas inilah yang menyebabkan masih rendahnya pajak ABT di Bali yang baru bertenger di angka belasan miliar rupiah.

Pihaknya tak menyalahkan kalangan industri pariwisata yang memanfaatkan kelemahan tersebut. Justru pemerintah yang kecolongan karena dalam site plan-nya, para pemohon izin tak dilengkapi dengan gambar titik sumur ABT. Dia sependapat dengan Gubernur bahwa kenaikkan ABT itu untuk menjaga lingkungan Bali sekaligus mengarahkan mereka menggunakan air bersih PDAM. (029)http://www.balipost.com/mediadetail.php?module=detailberita&kid=32&id=28179

12/01/10

Dilema Pemberlakuan Perda Parkir Jukung Nomor 18 tahun 1994 yang Dilabrak Nelayan Ngaku Terpaksa Melanggar karena Musim Angin Barat

Nelayan di Pantai Kelan telah melanggar Perda Badung Nomor 18 tahun 1994, tentang tempat parkir jukung. Mereka banyak memarkir jukungnya, melebihi batas perda. Namun tidak ada instansi atau lembaga yang berani menindak dengan alasan kasihan.

SAAT musim hujan ini, nelayan di Kedonganan dan Kelan Tengah memasuki musim paceklik ikan. Tak banyak yang bisa dilakukan mereka. Di musim angin barat ini, mereka hanya mengandalkan ikan lemuru dan ikan layur saja. Ini karena ombak deras dan angin kencang, mereka enggan tidak berani melaut lebih dalam adan banyak beristirahat.

Banyaknya nelayan yang duduk manis di pantai sambil menikmati pemandangan pantai, juga dihiasi jukung atau perahu yang parkir di pantai. Tempat parkir jukung sendiri telah ditetapkan melalui Perda Parkir Jukung Nomor 18 tahun 1994 silam.

Perda yang dirilis enam belas tahun tersebut, kini dilabrak nelayan setempat. Banyak nelayan yang parkir melebihi kapasitas yang diatur perda. Dalam perda parkir jukung itu, tertera aturan bahwa hanya boleh menaruh jukungnya dengan jarak 250 meter. Yakni, mulai dari kafe ikan bakar Segara, hingga batas sebelum bandara Ngurah Rai.

Sampai-sampai pihak bandara sendiri merasa risih, dengan kondisi tersebut. Kondisi itu pun kemudian diakui nelayan pantai Kelan. Banyaknya jukung yang parkir di pantai tersebut diakibatkan banyaknya nelayan yang ingin mencari ikan di kawasan pantai Selatan Badung itu.

"Sekarang ini, yang meramaikan pantai itu temen-temen dari Jawa. Kalau nggak ada mereka, pantai nggak ramai," ujar salah satu nelayan di pantai Kelan, Ketut Suastika kepada Radar Bali. Banyaknya jukung juga dianggap hal yang wajar, mengingat aturan yang dibuat pemerintah sudah cukup usang.

"Ini kan aturan lama. Kalau dulu memang sedikit nelayan di sini, sekarang ini sudah banyak nelayan dari luar. Ada juga yang dari Negara, juga sampai ke sini," ujar Suastika, nelayan asal Perancak, Negara itu.

Banyaknya nelayan yang beraktivitas di Kedonganan dan Kelan ini mengingat persaingan di Perancak ketat. Karena di sana hanya ada perahu dengan kapasitas besar. Apalagi, relasi perahu besar itu langsung menuju pabrik pengalengan ikan.

"Kalau di sana nelayan besar itu langsung ngirim ikan ke pabrik ikan. Jadi gimana, nelayan yang kecil gini? Ya, harus ngalah," ujar Suastika yang juga pengepul ikan itu. Ketatnya persaingan membuat banyak nelayan lari menuju Kedonganan dan Kelan. "Yang namanya aturan mau gimana lagi. Kalau nggak dikasih naruh jukung di sini, kami makan dari mana?" ujarnya, polos. (ib indra prasetia)http://jawapos.com/radar/index.php?act=detail&rid=137414

11/01/10

Bupati Tolak Rancangan Perluasan Bandara

BADUNG - Bupati Badung AA Gde Agung tidak ingin wajah bandara internasional Ngurah Rai Denpasar menjadi tidak karuan. Semrawut, kayak pasar. Karena itu, orang nomor satu di Pemkab Badung, ini secara tegas menolak perluasan bandara satu-satunya milik Bali ini.

Belum lagi pengambilan lahan bertambah dari rancangan sebelumnya. Awalnya menggunakan lahan 15 ribu meter persegi (m2). Belakangan malah lebih luas lagi yakni 120 ribu m2. Seperti diketahui, anggaran dananya Rp 1,5 triliun dari APBN. Dan proses tender selama tiga bulan.

Reaksi keras pejabat di Badung ini keluar setelah adanya keinginan dari PT Angkasa Pura (PAP) memperluas bandara, di mana pemerintah Badung dan Bali pada umumnya, tidak mendapatkan apa dari sana.

Keberatan Gde Agung tentu bukan karena tidak ada pemasukan dari bandara. Yang lebih urgen lagi menyangkut artistik serta keberadaan bandara itu sendiri. Pihaknya tidak ingin perluasan bandara lebih mengedepankan komersial. Sehingga akan menjepit posisi orang-orang di sekelilingnya.

Sesuai rancangan, perluasan bandara ada di bagian timur. Pengambilan lahan inilah yang tidak berkenan di hati pejabat Badung ini. Alasannya, rancangan perluasan bandara untuk kali kedua itu hanya menonjolkan area komersial saja. Sehingga bisa merugikan masyarakat yang berjualan di pinggiran bandara.

Meski telah dipresentasikan PAP di hadapan pejabat Pemprov Bali, namun model rancangan masih dianggap kurang pro rakyat. Bahkan bisa dibilang tidak sesuai harapan. Itu sebabnya rencana perluasan itu masih memunculkan pro kontra alias tarik ulur.

''Rancangan yang ditawarkan tidak sesuai dengan harapan kami. Ada beberapa masukan dari wakil presiden waktu itu Jusuf Kalla tidak diakomodasi," demikian Gde Agung menyampaikan alasan keberatan atas rancangan itu.

Yang ada dalam presentasi PAP adalah beberapa fasilitas komersial. Ada mal, artshop dan lainnya. Soal bentuk bangunan sendiri kering arsitektur Bali. takutnya, dengan melanggar Perda Arsitektur gedung bandara Ngurah Rai yang baru dibongkar oleh Satpol PP Badung. ''Mengenai tinggi bangunan tidak masalah. Yang jadi kendala justru area komersial itu," ujar Gde Agung.

Seperti yang dikhawatirkan oleh Dewan Badung, area komersial itu terlalu banyak. Bukan tidak mungkin usaha kecil di sekitar bandara dibuat mati suri. Mengingat turis yang akan menjadi penumpang bandara tidak akan menyentuh usaha kecil di sekeliling bandara. Dan cukup membelinya di bandara. Di satu sisi, pihak bandara lah yang akan diuntungkan, bukan masyarakat.

''Bali sebagai pintu gerbang Bali, mestinya bisa mencerminkan Bali itu sendiri," ujar bupati asal Puri Ageng Mengwi itu. Terlebih perluasan bandara malah mengancam pemukiman di sekitar bandara. Karena itu, aturan baku akan ditetapkan untuk dijadikan rambu di lapangan.

Sejumlah lahan yang dilindungi pemkab tidak bisa diserobot seenaknya oleh pengelola kawasan otorita tersebut agar Badung tidak habis. Seperti lahan publik. Hutan bakau di sekitar bandara dipertahankan. Mengenai waktu pelaksanaan pembangunannya, bupati mengaku telah bersurat kepada presiden. Di mana tahun ini banyak even internasional yang akan dilakukan di Bali. (dra) http://www.jawapos.com/radar/index.php?act=detail&rid=136914

Papan Reklame Legian Dikeluhkan

BADUNG - Papan reklame yang dipasang di kawasan Jalan Sunset Road, Legian, dikeluhkan. Selain dibangun di atas tanah negara, dalam rapat desa sebelumnya papan tersebut juga menuai perang mulut, lantaran pembagian kompensasi bagi hasil untuk desa Legian tidak merata.

"Ada warga yang tidak menerima pembangunan papan reklame itu, karena bagi hasilnya tidak merata," ujar Ketua Korwil Badan Aspirasi Rakyat Kuta (BAR) cabang Kuta, Wayan Suata kepada Radar Bali kemarin (6/1). Dari tiga banjar di Legian, menganggap bahwa pembagian tidak merata. Mengingat lokasi papan reklame terdapat pada salah satu banjar.

Di satu sisi, konpensasi papan tersebut diberikan kepada Lembaga Pemasyarakat Desa (LPM) Kuta. "Kompensasi kepada desa dari yang memasang papan itu Rp 130 juta. Tapi ada yang tidak setuju dengan banyak alasan, seperti dibangun di atas tanah negara dan sebagainya," ujar Suata, yang juga warga Legian itu. Tapi pihak lurah Legian merasa semua sudah prosedural."Pemasangan itu telah sesuai dengan permintaan LPM Legian. Tujuannya untuk membuat rapi iklan yang semrawut di Jalan dan memberi pemasukan untuk desa," ujar Lurah Legian, Kompyang Gde Wibawa saat ditemui di kantornya kemarin (6/1)."Tanah itu statusnya inter section (tanah negara untuk jasa, Red). Boleh untuk bangun pos keamanan dan boleh juga untuk kepentingan masyarakat," sergah Kompyang. (dra) http://jawapos.co.id/radar/index.php?act=detail&rid=136162

Cegah Penyimpangan,Izin Koperasi Diperketat

Denpasar (Bali Post) -Izin pendirian koperasi di tahun 2010 akan semakin selektif dan diperketat. Langkah itu sebagai upaya mencegah penyalahgunaan izin, serta agar koperasi nantinya betul-betul bisa menjalankan fungsinya untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Demikian dikatakan Kadis Koperasi dan UKM Bali, Dewa Nyoman Patra, S.H.,M.Si., saat diminta komentarnya, Senin (4/1) kemarin.

Dikatakan permohonan izin pendirian koperasi terus meningkat. Bahkan, jumlah koperasi bertambah secara signifikan setiap tahunnya. ''Saat ini saja sudah ada 3.504 koperasi dengan jumlah anggota ratusan ribu,'' jelasnya.

Agar gerakan koperasi tersebut bisa maksimal dan bersaing, maka upaya pemberdayaan berbagai sumber daya yang ada akan terus ditingkatkan. Untuk itu, tambahnya, selain SDM koperasi menjadi perhatian, juga kegiatan di lapangan akan dipantau secara ketat. ''Kita juga memperketat dan selektif dalam hal izin pendirian baru,'' tegasnya.

Pendirian koperasi ditegaskan akan dicek langsung ke lapangan. Dengan demikian koperasi yang berdiri nantinya betul-betul sesuai dengan persyaratan yang diberlakukan.

Ditanya adanya koperasi yang berdiri tanpa izin, Dewa Patra mengatakan pihaknya akan terus melakukan pengecekan di lapangan. ''Kalau sampai menyimpang tentu ini tak bisa dibiarkan. Dan, sudah tentu anggota koperasi juga akan mengambil tindakan,'' ungkapnya.

Sebelumnya Ketua Dekopinwil Bali Dr. Dewa Badra, S.E. mengatakan gerakan koperasi di Bali belakangan ini makin bertumbuh. Selain jumlah anggotanya yang terus meningkat, juga kegiatan usaha koperasi makin melebar. ''Ini tentu sangat bagus dari sisi pemberdayaan SDM, sumber daya alam serta upaya peningkatan kesejahteraan ekonomi anggota,'' tambahnya.

Meski demikian, diakui tingkat persaingan juga makin ketat. Karena itu, peningkatan manajemen serta kualitas SDM harus terus dipacu. ''Jaringan antarkoperasi perlu ditingkatkan serta kerja sama dengan pihak terkait agar koperasi makin kuat,'' jelasnya. (031)

Ruko Bodong Distop; Satpol dan DCK Turun Bersama

BADUNG - Ruko bodong akhirnya membuat gerah pihak terkait. Tak terima namanya dicatut untuk pembangunan ruko itu, Satpol PP Badung atas permintaan Dinas Cipta Karya (DCK) Badung siang kemarin menghentikan pembangunan ruko bodong yang dibangun di atas tanah 3,3 are. Ruko bodong tersebut dihentikan karena tidak melengkapi izin resmi,sesuai prosedur.

"Kami hentikan pembangunan ruko itu atas permintaan dari DCK Badung," ujar Lurah Kuta, Gde Suparta yang ikut dalam operasi penyetopan pembangunan ruko bersama aparat Satpol Kelurahan kemarin (5/1). Penutupan tersebut dilakukan atas dasar tiga kesalahan yang dibuat pemilik ruko.

Pertama, ruko tersebut dibangun di atas tanah negara. Kedua, melakukan pemalsuan IMB. Dalam kop surat IMB tercantum surat dikeluarkan oleh Pemkab Badung, namun ditandatangani oleh Dinas Perizinan Denpasar, Anak Agung Suryawan dengan nomor IMB 0512/DB/DP/2009. Kebobrokan ruko bodong terlihat jelas ketika dua instansi dicatut namanya tanpa dasar hukum yang jelas.

Kesalahan yang ketiga, pemilik ruko telah melakukan pembangunan yang memotong aliran sungai dan menutup sempadan jalan. Ini melanggar UU Perairan Nasional. Sehingga beberapa petani dan subak setempat mencak-mencak dengan kondisi yang ada. "Banyak sekali kesalahan yang dibuat oleh pemilik ruko. Makanya kami melakukan tindakan sebelum pembangunan ruko itu rampung," ujar Suparta.

Masalah yang sudah kadung berjalan membuat pihak Pemkab akan melakukan evaluasi terhadap pelanggar. "Kami akan bicara dengan pemiliknya. Yang punya ini ada dua, Tisna dan Haris. Makanya kami bingung siapa yang salah ini," ujarnya.

Sedangkan pembangunan yang sudah kadung berjalan, pemkab mengaku tidak akan saklek dengan kondisi itu. "Kalau mereka beritikad baik. Dan mau membuat izin pembangunan dan memperbaiki kesalahan, pemerintah bisa memberikan izin. Dengan catatan itu, harus mau buat izin yang benar dulu," imbuhnya.

Sebelumnya telah banyak pihak yang mengecam dengan adanya pembangunan ruko bodong itu, mulai dari pihak penyanding yang bingung dengan isi surat bodong. Dan keluhan dari petani Subak Abianbase yang mengeluh saluran airnya . (dra) http://www.jawapos.com/radar/index.php?act=detail&rid=135977

Bangunan Bodong Incar Kuta: Muncul IMB Tak Jelas, Kop dan Tandatangan Beda

BADUNG- Kuta memang tak pernah sepi dari incaran. Tak hanya pelancong yang ingin berlibur atau pedagang kakilima hingga gelandangan dan pengemis (gepeng), tapi juga pengusaha. Kali ini ditengarai muncul pengusaha dengan segala cara membuat bangunan baru di Kuta. Bukan hanya perizinan operasional yang diutak-atik, kini malah muncul dugaan adanya izin mendirikan bangunan (IMB) bodong.

Hal ini terungkap saat petugas Kelurahan Kuta melakukan pengecekan ulang terhadap IMB yang bermasalah, dan sering dikeluhkan warga sekitar Jalan Sunset Road, Kuta. Ini karena setelah dilakukan pengamatan, IMB yang dimiliki suatu proyek pembangunan di Jalan Sunset Road, Kuta, bernomor IMB 0512/DB/DP2009 atas nama pemohon I Made Tisna terlihat janggal.

Surat itu kopnya berlambang Kota Denpasar, tapi yang menandatangani dan menyetempel adalah pejabat yang berwenang di Badung. Dan tidak hanya itu, temuan dari surat IMB bodong ini juga mencatut nama pejabat. Yakni Kepala Dinas Perizinan Kabupaten Badung AA Gede Rai Suryawan yang menandatangani surat IMB dengan tertanggal 16/06/2009 ini.

Dari keterangan Lurah Kuta, Gede Suparta, ketika dikonfirmasi Koran ini hari Minggu (3/1) kemarin mengatakan bahwa pihaknya juga mengakui adanya keganjilan surat IMB bernomor 0512/DB/DP/2009 ini. "Selama ini saya tahu nomor izin IMB tidak seperti itu. Nah, untuk kejelasannya saya akan panggil pemilik izin dan meminta keterangan dari dia," ungkap Gede Suparta Lurah Kuta kemarin.

Tambahnya, pada Selasa (5/1) besok, rencananya pihak pemilik surat IMB itu akan dipanggil kembali. Kalau tidak datang, pihak kelurahan akan memproses masalah perizinan ini kepada pihak Dinas Cipta Karya Badung. "Biar pihak yang lebih tinggi menyelesaikannya, karena pihak DCK kelurahan hanya melakukan pembinaan," tambah Suparta.

Sayangnya, dari keterangan Suparta, pemilik bangunan sendiri belum bisa dihubungi. Tidak banyak keterangan yang diperoleh. Keterangan hanya diperoleh dari pengawas proyek pembangunan yang menyatakan bahwa dirinya tidak tahu masalah perizinan bangunan. (reg) http://www.jawapos.co.id/radar/index.php?act=detail&rid=135555

Embargo Berdarah Lagi

DENPASAR - Diskotek Embargo kembali menjadi lokasi berdarah. Kali ini seorang wisatawan domestik asal Surabaya, Jawa Timur, dikeroyok empat orang laki-laki tak dikenal saat sedang ajojing di tempat dugem yang terletak di Jalan Legian, Kuta itu. Salah seorang sumber di Unit Reskrim Polsek Kuta menyebutkan, kasus tersebut terjadi Jumat (1/1) sekitar pukul 04.00 dini hari. Saat itu, korban yang bernama Made Christoporus Ludra Putra, 22, itu tengah asyik-asyiknya dugem di diskotek tersebut.

Diduga karena sempat bersenggolan, empat orang pria yang identitasnya itu langsung menghajar Christopher beramai-ramai, hingga wisdom yang menginap di Hotel Puri Rama itu babak belur. Tak terima dengan kejadian tersebut, Christopher pun langsung melaporkan kejadian tersebut ke Polsek Kuta. "Sudah ada anggota yang turun ke lokasi untuk melakukan olah TKP. Korban juga sudah mendapat visum dari rumah sakit," ujar sumber tersebut.

Akibat kejadian tersebut, Christopher mendapat luka gores pada lengan kanan dan leher kananya. Selain itu, Christopher juga mengalami benjol pada kepalanya dan punggungnya pun lecet-lecet. Saat ini kasus tersebut masih ditangani oleh Polsek Kuta. (eps) http://www.jawapos.co.id/radar/index.php?act=detail&rid=135431

SATPOL PP ‘NYERAH’

Untuk kedua kalinya, Dinas Ketertiban dan Satpol PP Denpasar menyasar pedagang terompet, kembang api, dan petasan di sepanjang Jalan Sudirman. Sebagaimana penyasaran pertama lalu, tim dari Satpol PP tidak berkutik menghadapi pedagang yang dianggap membandel tersebut. Bahkan Satpol PP langsung mundur saat pedagang menyodorkan surat rekomendasi dari mereka yang menamakan diri Anak Kolong Sudirman (Akos) yang menyokong para pedagang.

Rata-rata setiap pedagang mengantongi surat rekomendasi itu. Misalnya saat salah satu personel Satpol PP mendatangi salah satu pedagang yang tidak mau menyebutkan namanya. Sebagaimana tim penegak perda lainnya, awalnya personel Satpol PP memperlihatkan sikap tegasnya. “Bapak sudah dapat izin berjualan di sini (Jalan Sudirman)?,” tanya personel Satpol PP kepada pedagang itu. Dengan tanpa berkomentar, pedagang itu langsung menyodorkan sebuah surat yang sudah usang dan mulai robek. Di bagian kop surat itu tertulis Anak Kolong Sudirman (Akos) dengan nomor surat 07/XII/AKOS/2009. Surat yang ditujukan kepada pedagang terompet itu berisi tiga poin. Pertama, langkah antisipasi pedagang terompet dan kembang api musiman. Kedua Akos dengan bekerjasama dengan Satpol PP Denpasar wajib mengatur pedagang sehingga tidak mengganggu ketertiban warga. Dan ketiga, pedagang terompet dan kembang api dilarang berjualan di bagu atau badan jalan, dilarang berjualan minuman keras, dan harus menjaga kebersihan. Setelah menerima surat itu, personel Satpol PP tersebut pun langsung pergi dan memeriksa pedagang lainnya.

Meski selama ini Dinas Tramtib gencar menggaruk pedagang di atas trotor, tapi dalam razia kemarin tidak ada satu pun yang digaruk. Padahal dalam pengamatan NusaBali beberapa hari terakhir, rata-rata pedagang menaruh dagangannya di atas trotoar. Dikonfirmasi hal itu, Kasi Pengembangan Kapasitas Dinas Tramtib Denpasar Rai Darmawan mengaku tidak mempermasalahkan pedagang terompet dan kembang api menjajakan dagangannya di Jalan Sudirman. “Yang penting tidak di atas trotoar atau badan jalan,” kata Darmawan yang ditemui di lokasi, Rabu (30/12).

Sebagaimana aparat kepolisian, pihaknya pun pasti akan mengamankan bila ada pedagang yang menjajakan petasan. Dirinya khawatir penjualan petasan ini akan memicu melonjaknya angka kebakaran di Denpasar. Dirinya yakin pedagang kembang api pasti disertai dengan berjualan petasan. Tapi soal maraknya penjualan petasan itu, Darmawan tidak mau berkomentar banyak, alasannya kewenangan aparat kepolisian. “Saat musim hujan saja masih rawan menimbulkan kebakaran apalagi saat musim kemarau,” tambahnya. Tapi dirinya mengaku heran banyaknya petasan yang berhasil masuk ke Denpasar. Padahal beberapa hari sebelumnya petasan yang akan dimasukkan ke Bali berhasil digagalkan di Pelabuhan Gilimanuk. Saat ditanya kemungkinan dimasukkan lewat Pelabuhan Benoa, Darmawan memastikan tidak mungkin terjadi. Sebab dari laporan personel Satpol PP yang menjaga Pelabuhan Benoa, belum pernah ada laporan masuknya petasan ke Denpasar. “Kita tahunya tiba-tiba sudah ada di sini,” urai Darmawan.

Petugas gabungan dari Poltabes Denpasar dan satu peleton satuan dari Kodam IX Udayana merazia pedagang petasan di Denpasar, Rabu kemarin. Dari tempat tersebut, ribuan petasan diamankan oleh polisi.

Razia kemarin dilakukan untuk meredam situasi malam tahun baru yang biasa ditandai dengan menyalakan petasan. Setidaknya tiga lokasi yang biasa digunakan untuk mangkal para pedagang itu dirazia. Tempat tersebut adalah Jalan Sudirman, Jalan Raya Puputan, dan Jalan Teuku Umar. Ratusan petasan berbagai jenis yang harganya mencapai ratusan ribu rupiah disita.

Razia petasan dipimpin Kabag Ops Poltabes Denpasar Kompol Tomy Bambang, dan Kasat Samapta Poltabes Kompol Nyoman Sebudi. Sebanyak 1 peleton satuan Koramil, 60 personel polisi, dan Satpol PP diikutkan dalam razia tersebut.

Sementara itu, beberapa spesifikasi petasan yang dapat disita tersebut berdaya ledak tinggi, yang bisa memicu kebakaran. Masing-masing petasan berdiameter 2,5 inci, besar lingkaran 5 cm, dan panjang 2 meter. 7 di, h http://www.nusabali.com/opendoc.php?page=2&id=22874&date=2010-01-02%2004:23:49

PULUHAN HA LAHAN TERANCAM BOPENG

Puluhan hektare lahan yang ada di Kuta Selatan terancam mengalami kerusakan bentang alam alias bopeng. Hal ini disebabkan adanya penambangan bahan galian golongan C (BGGC) berupa batu kapur. Dari data yang dihimpun dari Dinas Cipta Karya (DCK) Badung, hingga akhir tahun ini di kawasan Kuta Selatan sebanyak 19 perusahaan yang melakukan aktivitas kegiatan penambangan. Dari jumlah kegiatan itu, luas lahan yang diizinkan kegiatan penambangan seluas 99.136 hektare.

“Kita akui nantinya akan terjadi bopeng-bopeng. Namun kegiatan penambangan ini bersifat tambang terbuka sehingga terlihat bopeng atau quary. Penggalian ini memang tidak bisa dihindari, begitu juga dengan dampaknya. Tentu ada dampak positif dan negatifnya,” ujar Kepala Bidang Pertambangan dan Energi DCK Badung I Putu Wiarka saat ditemui, Selasa (22/12).

Menurut Wiarka dampak positif dari penambangan bahan galian C ini membuka lapangan pekerjaan dan menyediakan bahan baku, serta memberikan pendapatan asli daerah (PAD). Namun dampak negatifnya secara fisik lahan di kawasan tersebut terjadi perubahan bentang alam seperti bopeng. Selain itu, juga terjadi dampak sosial kesehatan karena debu dari kegiatan penambangan ini bisa mengganggu kesehatan masyarakat sekitar seperti iritasi mata dan kemacetan di sekitar kawasan tambang.

Wiarka mengaku pihaknya tidak bisa menghentikan kegiatan tersebut. Namun hanya bisa mengurangi dampak negatif menjadi dampak positif terutama membuka lapangan pekerjaan baru. Sedangkan dari perizinan, kata Wiarka, pihaknya sangat selektif. Jika kegiatan penambangan murni, maka harus ada surat izin penambangan daerah (SIPD), jika kegiatan penambangan penataan maka hanya diperlukan rekomendasi.

“Yang jelas rekomendasi ini harus lengkap perizinan bangunannya seperti IMB, baru kita memberikan rekomendasi itu. Kita juga melakukan pengawasan langsung di lapangan. Termasuk kewajiban pemilik usaha membayar pajak. Selain itu, melaporkan hasil produksi pertambangan setiap awal bulan,” jelas Wiarka.

Sentral penambangan di kawasan Kuta Selatan ini berlokasi di empat desa yaitu Kutuh, Ungasan dan Pecatu serta Benoa. Dari 19 perusahaan, melakukan dua jenis kegiatan penambangan. Pertama murni melakukan penambangan batu kapur, sedangkan kegiatan lainnya berupa penataan. Penambangan penataan biasa dilakukan oleh investor yang akan membangun vila, hotel atau restoran. Kegiatan berupa penambangan murni sebanyak enam perusahaan yang rata-rata memiliki perizinan hingga akhir 2010 nanti. Sedangkan penambangan dengan jenis penataan sebanyak 13 perusahan yang juga perizinannya akan habis tahun depan.

Bukan hanya di Kuta Selatan saja lahan yang terancam bopeng, namun di kawasan Abiansemal juga bisa terancam. Meskipun baru ada dua tempat menjadi areal pertambangan galian C namun luas lahan penambangan sudah mencapai angka 10.801 hektare. Adalah di Dusun Telanga dan Banjar Baler Pasar Desa Darmasaba. Dua aktivitas penambangan ini hanya melakukan penataan dengan jenis bahan galian tanah urug.7 zu http://www.nusabali.com/opendoc.php?page=2&id=22840&date=2010-01-02%2004:23:49

Pantai Kuta Semrawut Bupati Badung Ancam Tarik Pengelolaan

Denpasar (Bali Post) -

Public space Pantai Kuta yang terus berkurang akibat berjubelnya pedagang, membuat Bupati Badung A.A. Gde Agung merasa gerah. Orang nomor satu di Badung ini menegaskan, Pantai Kuta yang kini semrawut harus kembali ditata. Tidak hanya itu, Bupati pun mengancam akan menarik pengelolaan pantai yang selama ini diserahkan ke Desa Adat Kuta.

Seperti diketahui, Pantai Kuta kini disesaki pedagang. Baik pedagang suvenir, bakso, minuman ringan, bahkan pedagang nasi Padang. Kondisi ini membuat Pantai Kuta makin jorok, terlebih lagi banyak di antara pedagang membuang limbahnya sembarangan.

Bupati Gde Agung, Minggu (27/12) kemarin di Pantai Kuta menegaskan, penataan pantai dapat dilakukan lebih baik. Harus ada pengaturan jarak antarpedagang, sehingga public space dapat terjamin. "Sayang jika pengelolaan yang selama ini diserahkan ke Desa Adat ditarik pemerintah, kalau pengelolaannya tidak benar," tegasnya. Ditambahkannya, pemerintah bisa saja menarik wewenang pengelolaan pantai bila ke depan kondisi Pantai Kuta masih semrawut, tidak ada perubahan.

Sementara itu, Bendesa Adat Kuta IGK Sudira justru bersikukuh telah melakukan penataan Pantai Kuta. Bahkan, dia menyebut pihak-pihak yang mempermasalahkan pedagang sebagai orang yang tak tahu dan tak pernah turun ke Pantai Kuta. Sudira juga menyebut ada pihak yang sengaja memberikan laporan bohong ke Bupati terkait kondisi Pantai Kuta.

Lebih lanjut dikatakannya, pihaknya telah melakukan sejumlah penertiban. Misalnya, pedagang tidak boleh membawa kompor dan hanya diperbolehkan membawa barang dan makanan jadi. "Sedangkan kalau jumlah pedagang, justru mengalami penurunan dari awal yang diterima sekitar 1.300 pedagang, kini hanya 1.000 pedagang. (ded) http://www.balipost.com/mediadetail.php?module=detailberita&kid=10&id=27131

Bandara Ngurah Rai Jadi Pilot Project Tax Refund

Bandar Udara Ngurah Rai dan Soekarno Hatta Jakarta akan menjadi proyek percontohan (project pilot) pertama diterapkannya tax refund di 2010. Pasalnya, Tax refund atau pengembalian uang yang dibayarkan oleh wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia untuk membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPn) baru akan diberlakukan pada April 2010 sesuai dengan penerapan Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang pajak penjualan atas barang mewah.

Rencananya Bandara Udara Soekarno Hatta Jakarta akan menjadi yang pertama menerapkan tax refund disusul dengan Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai, Bali. "Pemerintah belum bisa siapkan secara penuh tax mengenai tax refund di seluruh bandara. Namun tahun 2010 baru Jakarta dan Bali saja yang memang sudah diusulkan oleh Menkeu kepada Dirjen Pajak," ujar Kepala Sub Direktorat Perpajakan I, Dirjen Pajak, Hestu Yoga Saksama dalam sosialisasi UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPn dan Pajak Penjualan Barang Mewah di Hotel Mercure Ancol, Jakarta, Sabtu (19/12).

Namun, lanjut Hestu, penerapan tax refund di Bali juga memang belum final dan belum bisa dipastikan. "Yang jelas Jakarta pasti lah, kita sudah usulkan Bali juga jadi ditunggu saja," tambahnya.

Dirjen Pajak juga sudah berencana melakukan kerjasama dengan Dinas Pariwisata agar turut aktif mensosialisasikan mengenai tax refund ini. Tax refund, lanjut Hestu diterapkan agar dunia pariwisata Indonesia tidak kalah bersaing dibandingkan dengan pariwisata asing terutama di negara-negara terdekat. Dengan menerapkan kebijakan tax refund, Indonesia berupaya mengurangi jarak daya saing dengan Singapura.

Ditempat yang sama Ketua Badan Anggaran DPR-RI Harry Azhar Aziz mendesak pemerintah untuk segera bisa menerapkan tax refund ini. "Hanya Indonesia saja yang belum menetapkan, jika UU 42 berlaku April 2010 maka sudah tidak ada lagi yang menjadi kendala karena undang-undangnya sudah jelas," tuturnya kepada detikfinance. Ia berharap pemerintah bisa segera merealisasikan penerapan tax refund dalam waktu dekat. 7 http://www.nusabali.com/opendoc.php?page=5&id=22834&date=2009-12-22%2008:30:11

Puluhan Vila di Mengwi Bodong

Persoalan vila bodong alias tidak berizin di Badung hingga saat ini belum terselesaikan. Masih banyak vila liar yang beroperasi. Terbukti di kawasan Pererenan dan Desa Cemagi Mengwi saja, ditemukan puluhan vila tidak mengantongi perizinan.

Hal ini terungkap dari hasil inspeksi Komisi A DPRD Badung, Jumat (11/12). Vila yang ditengarai belum lengkap perizinannya antara lain Vila Hilda, Vila Inti, Vila Mimpi, Vila Adinda, Vila Natali, dan Vila Burung. Modus agar tidak diketahui vila dikomersialkan, pada izin pembangunan bukan izin vila tetapi rumah tinggal. Selain itu, para penyewa juga diakui sebagai anggota keluarga. Selain tidak mengantongi izin operasional, ada juga yang tidak memiliki izin mendirikan bangunan (IMB). Bahkan ada juga vila yang dibangun di atas lahan basah atau melanggar peruntukan wilayah.

“Bukan satu vila yang melanggar seperti ini, tetapi banyak. Ini sangat merugikan pemerintah, karena selama tidak memiliki izin tentunya tidak membayar pajak. Jadi harus ditindak,” tegas Sekretaris Komisi A DPRD Badung I Made Duama usai inspeksi, Jumat (11/12). Duama menegaskan permasalahan pelanggaran ini harus segera diselesaikan dengan ditindak tegas. Duama berharap instansi terkait seperti Dinas Pariwisata Daerah (Disparda) dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Badung segera melakukan tindakan penertiban.

“Modusnya, tamu yang ada katanya keluarga pemilik. Tetapi itu jelas-jelas vila. Buktinya ada namanya, dan di website juga ada. Ini pasti transaksinya di luar negeri, jadi sampai sini (Bali) diakui sebagai keluarga,” ungkap Duama didampingi anggota Komisi A IGN Mambal Asak.

Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata Daerah (Disparda) Badung I Made Subawa membantah vila liar tersebut dibiarkan begitu saja. Menurut Subawa pihaknya terus melakukan penelusuran keberadaan vila di seluruh wilayah Badung. Dari penelusuran tersebut memang ada ditemukan seperti yang diungkapkan anggota Komisi A, namun ada juga yang benar-benar berupa rumah tinggal alias tidak dikomersialkan.

“Kalau sekarang kita tidak ada seperti itu. Pada penelusuran yang kita lakukan ada yang belum berizin, tetapi sekarang sudah banyak yang mengurus izin. Tetapi yang jelas informasi dari sidak dewan ini tetap akan kita tindaklanjuti,” kata Subawa.

Pada inspeksi kemarin, Komisi A kembali ke proyek misterius di kawasan Pantai Pererenan. Sama seperti inspeksi pertama, rombongan yang dipimpin Ketua Komisi A I Nyoman Sutrisno ini tidak ditemui pemilik proyek. Namun hanya ditemui mantan pemilik lahan. Dari pertemuan kemarin, proyek tersebut ternyata akan dibangun sebuah jalan melingkar. Menindaklanjuti informasi kemarin, Komisi A berencana memanggil pemilik proyek pada Senin (14/12). Selain pemilik, Komisi A juga akan mengundang bendesa adat dan perangkat Desa Pererenan. Sedangkan dilihat dari fisik bangunan Komisi A menduga telah melanggar sempadan pantai.

“Harus ada tindakan yang tegas dari eksekutif. Sebagai tindak lanjut kejelasan dari proyek di pinggir pantai itu. Selain memanggil pemilik vila bodong lebih lagi pemilik proyek di pinggir pantai itu, kita undang bendesa dan aparat desa serta instansi terkait,” jelas Duama.7 zu http://www.nusabali.com/opendoc.php?page=2&id=22830&date=2009-12-22%2008:30:11

Warga Bakal Tuntut Kompensasi

Masalah tercemarnya sumur warga yang diduga akibat aktivitas Hotel Tune Kuta terus bergulir. Warga Jalan Ciung Wanara Gang Kayangan Suci, Kuta akhirnya memilih menutup sumur lamanya yang mulai tercemar limbah karena tidak bisa digunakan. Warga juga berencana menuntut kompensasi bila benar hotel itu mencemari sumurnya.

Menurut warga yang sumurnya tercemar, Wayan Sinar, dirinya terpaksa menutup sumur lamanya karena sudah tidak bisa digunakan lagi. Pasalnya selain sudah tidak layak dikonsumsi air sumur warga yang berminyak dan berbau tidak sedap ini juga mengakibatkan iritasi pada kulit . Selain berminyak, air ini juga beraroma solar. ''Kami terpaksa menutup sumur lama ini karena sudah tidak bisa dipakai lagi,'' ujarnya Minggu (20/12).

Selain itu warga akan meminta kompensasi jika sumur mereka terbukti dicemari oleh Tune Hotel yang berada disekitar rumah warga. Saat ini Sinar mengaku terpaksa harus kembali membuat sumur bor untuk mengganti sumur lamanya. Dikatakannya, untuk membuat sumur baru ini ia terpaksa merogoh kocek sekitar 10 juta. ''Biaya ini sudah termasuk biaya upacara dan membeli tower air yang baru,'' lanjutnya.

Ditambahkannya, selama sekitar satu bulan lebih keluarganya terpaksa mengalirkan air dari tetangga sebelahnya karena sejak seminngu hotel ini beroperasi air sumurnya sudah tidak bisa digunakan lagi. Namun tidak berselang lama air di tetangga juga mengalami hal yang sama. ''Air tetangga kami juga tiba-tiba berubah berminyak dan berbau tidak sedap. Bahkan sekarang sudah sampai menhakibatkan iritasi kulit keluarga itu karena masih digunakan untuk mandi,'' paparnya.

Ditambahkannya, jika memang terbukti pencemaran ini berasal dari Tune Hotel, Sinar berencana mengajukan tuntutan ganti rugi. ''Kami akan meminta kompensasi atas kerugian kami selama sebulan ini. Selain itu kami juga meminta jaminan kejadian ini tidak terulang lagi,'' katanya.

Sebelumnya, pada Jum’at (18/12) lalu, warga bersama LPM dan Lurah Kuta, Gede Supartha mendatangi Hotel Tune Kuta karena diduga melakukan pencemaran lingkungan. Ini dibuktikan dengan air sumur warga yang mulai berminyak dan beraroma solar, padahal sebelum hotel ini beroperasi tidak pernah ada gangguan seperti ini. Rencananya Senin (21/12) hari ini, Badan Lingkungan Hidup Badung bersama LPM dan juga Lurah Kuta berencana mendatangi hotel ini untuk mengambil sampel. Namun hingga saat ini pihak Hotel Tune belum memberikan keterangan terkait dugaan pencemaran limbah hotel dengan 136 kamar ini.

Sementara, kasus tercemarnya sumur warga akibat aktivitas hotel ini, bukan yang pertama terjadi. Pada Juni 2008 silam, warga Kuta juga geger dengan kasus sumur yang airnya panas di Jalan Sahadewa no 15 Kuta. Secara tiba-tiba, air di dalam sumur milik warga bernama Sumanata itu suhunya mencapai 48 derajat Celsius Penyebabnya, adalah adanya kebocoran dari saluran limbah hotel di sebelahnya yakni Hotel Bali Mandira. Masalah ini mereda setelah pihak hotel melakukan perbaikan pada saluran pembuangan limbahnya, sehingga panas mereda dan suhu air sumur kembali normal. 7 r http://www.nusabali.com/opendoc.php?page=2&id=22833&date=2009-12-22%2008:30:11

Posisi LED TV Dinilai Berbahaya

BADUNG - Proyek pembangunan Layer Electronic Display (LED) TV Bali Mandara resmi selesai per Minggu (20/12) lalu. Dalam waktu dekat, layar lebar senilai Rp 16 miliar ini akan mulai beroperasi. Sayangnya, polemik seputar keberadaannya tidak kunjung berhenti. Yang paling gress, posisi layar dianggap tidak proporsional bagi pengguna jalan yang akan melihat materi iklan yang ada di layar.

Hal ini diungkapkan anggota Komisi B I Wayan Puspa Negara, Senin (21/12) kemarin. Kepada koran ini, Puspa yang sejak awal menolak proses pembangunan LED TV yang menyalahi prosedur ini menganggap kajian penempatan posisi LED TV oleh Pemprov Bali kurang tepat. Pasalnya, layar raksasa yang seharusnya menghadap pengguna jalan yang melintas ini justru kurang tepat. Akibatnya, pengguna jalan yang ingin melihat materi iklan yang terpampang di dalam layar harus menoleh, sehingga dianggap berbahaya bagi keselamatan pengguna jalan.

"Dari awal kami sudah mengimbau, agar pemilik proyek ini (Pemprov) mengkaji lagi posisinya. Termasuk dengan memundurkan agak ke belakang. Sekarang kan jadi aneh kalau posisinya kurang pas begini," kata Puspa melalui telepon. Menurutnya, hal ini disebabkan kurang sempurnanya kajian posisi yang dilakukan pihak Pemprov.

"Saya sendiri sudah mencoba, saat di jalan, untuk bisa melihat isi layar itu, kita harus menoleh agak ke belakang, baru bisa melihat isinya," imbuh politisi Golkar asli Kuta ini.

Dikhawatirkan, kondisi ini bisa membahayakan keselamatan pengguna jalan yang melintas, yang tertarik melihat tampilan iklan yang ada di layar. "Sudah proses pembangunannya bermasalah karena mengabaikan prosedur-prosedur perizinan, sekarang posisi sudut pandangnya juga bermasalah," tuntas Puspa, lantas tertawa. (yog) http://www.jawapos.co.id/radar/index.php?act=detail&rid=133346

Komisi C DPRD Badung Ikut Ancam WP Bandel

Denpasar (Bali Post) -

Komisi C DPRD Badung bersurat ke Bupati A.A. Gde Agung untuk meminta daftar wajib pajak (WP) Hotel, Restoran dan Hiburan yang hingga kini menunggak pajak alias WP bandel. Menurut rencana, Komisi C akan turun langsung ke WP bandel, khususnya yang telah mengantongi surat teguran dari Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Badung.

Sekretaris Komisi C DPRD Badung I Made Reta, Senin (21/12) kemarin mengatakan, tujuan Komisi C meminta daftar WP bandel untuk mengantisipasi kerugian daerah akibat tunggakan pajak yang jumlahnya cukup besar. Komisi C akan meminta penjelasan langsung terhadap WP bandel.

Khusus WP yang sudah mengantongi surat teguran ketiga dari Dispenda Badung, Reta mengatakan, pihaknya akan melakukan pengecekan secara khusus dan akan merekomendasi eksekutif untuk segera membawa kasus WP bersangkutan ke kejaksaan.

''Kami telah membahasnya dan berencana akan turun langsung supaya ancaman Dispenda tidak sekadar jadi wacana saja. Mulai Januari tahun depan, kami akan turun tiap dua minggu sekali untuk mengecek,'' katanya.

Seperti diberitakan sebelumnya, WP di Badung yang telah menerima surat teguran ketiga mencapai angka belasan. Terkait hal ini, pihak Dispenda Badung juga mengancam jika utang pajak tidak segera dilunasi, WP bersangkutan akan dilimpahkan ke Kejaksaan. (ded) http://www.balipost.com/mediadetail.php?module=detailberita&kid=10&id=26811

Pencemaran Sumur Warga Kuta Diduga Kuat Akibat Rembesan Solar Hotel Tune

Denpasar (Bali Post) -

Badan Lingkungan Hidup (BLH) Badung, Senin (21/12) kemarin, menggelar sidak ke Tune Hotel yang diduga menjadi penyebab pencemaran sumur warga Jalan Ciung Wanara, Kuta. Hasilnya, tim BLH menemukan sejumlah bukti hotel dimaksud melakukan kesalahan pada pengisian bahan bakar minyak (BBM) ke tempat penyimpanan. Hal inilah yang diduga kuat menyebabkan BBM merembes hingga ke sumur warga.

Kasubdit Pemantauan dan Pemulihan BLH Badung, A.A. Bagus Oka Sutama mengatakan, dari pemeriksaan yang dilakukan di tempat penyimpanan BBM di depan Tune Hotel, pihaknya mendapatkan luberan solar di sekitar tangki penampungan. Luberan inilah yang kemudian menggenang di bak penyimpanan dan diduga merembes ke lingkungan sekitar.

Kecurigaan kami sementara, pencemaran terjadi akibat luberan solar itu. ''Meski dugaan sementara, namun kami mengimbau agar pihak hotel segera menangani masalah luberan solar agar dampaknya tidak meluas,'' katanya.

Selain mengecek hotel, BLH Badung juga mengambil sampel air sumur warga dan air limbah hotel untuk diperiksa. Penelitian inilah nantinya yang akan memastikan penyebab timbulnya pencemaran.

Ketua LPM Kuta Komang Graha Wicaksana kembali menegaskan, pihak Hotel Tune agar segera menangani pencemaran limbah ini. Sebab jika tidak, pihaknya mengancam akan melakukan penyegelan terhadap Tune Hotel.

Sementara itu, pelaksana proyek Hotel Tune, Prayitno, mengaku akan segera memperbaiki penampungan solar hotelnya yang bermasalah. Selain itu, pihaknya juga akan melakukan pertemuan dengan warga setempat dan pihak terkait untuk menyelesaikan masalah kompensasi yang diminta warga. (ded) http://www.balipost.com/mediadetail.php?module=detailberita&kid=10&id=26807

Pemprov Bali Kabulkan Gugatan Sopir Taksi 250 Izin Dikaji Ulang, 250 Dicabut

Denpasar (Bali Post) -

Perjuangan keras para sopir taksi yang mendesak Pemerintah Provinsi Bali agar meninjau ulang izin operasional yang telanjur diberikan, membuahkan hasil. Lewat pertemuan alot yang melibatkan sopir, eksekutif, manajemen dan Organda serta dimediasi anggota DPRD Bali, diputuskan 250 izin yang telanjur diberikan pada Blue Bird akan ditinjau ulang, termasuk 80 taksi Bandara Ngurah. Sementara 250 izin lainnya diputuskan tidak akan diberikan.

Putusan yang disampaikan Ketua Komisi I DPRD Bali Made Arjaya itu, disambut suka cita para sopir taksi yang berasal dari Komotra, Kowindu, Taksi Ngurah Rai, Wahana Dharma Taksi, Taksi Jimbaran dan Taksi Nusa Dua. Mereka pun yang sebelumnya berteriak-teriak karena tidak diberikan ikut dialog, langsung luruh begitu mendengar sebagian aspirasi yang diinginkannya terkabulkan. ''Kami bukannya takut bersaing. Tapi yang kami inginkan, bagaimana pemerintah bisa memberikan kuota yang adil dalam pendistribusian izin taksi. Jangan kami yang sudah kecil ini mesti dilibas oleh pengusaha yang bermodal besar,'' ujar seorang peserta aksi damai yang terpaksa menyalurkan emosinya dengan memasang poster di depan pintu masuk Kantor Gubernur Bali.

Sebelum putusan disampaikan, sempat terjadi ketegangan antara peserta dengan petugas. Petugas menyampaikan karena keterbatasan tempat, peserta tidak semuanya bisa diterima. Sebagai solusinya, ratusan peserta aksi damai akan diwakili seorang dari setiap perkumpulan taksi. Namun, solusi tersebut tidak diterima begitu saja. Mereka khawatir perwakilan yang ditunjuk tidak akan bisa menyuarakan aspirasinya secara keseluruhan. Meski sejumlah argumen diajukan, petugas tetap bergeming dengan menutup rapat pintu masuk. Peserta pun hanya bisa berteriak-teriak sambil menggedor pintu besi yang tampak dijaga ketat petugas Poltabes Denpasar dan Polda Bali.

Merasa keinginannya terbendung, peserta aksi damai kemudian menjemput anggota DPRD. Pertemuan berlangsung di ruang bawah Wiswa Sabha. Eksekutif diwakili Karo Ekbang Dewa Punia Asa, Plt. Dinas Perhubungan Krisdianto serta Organda Yus Suhartana.

Gusti Nyoman Oka Daging dari Wahana Dharma Taksi menyatakan setuju-setuju saja kalau Pemerintah Provinsi Bali memberikan izin baru, terlebih sudah didahului dengan survei. Persoalannya sekarang, Bali itu terdiri atas Bali Utara, Selatan dan Timur. Persoalannya, izinnya hanya menumpuk di Denpasar dan Badung. ''Kalau memang ada sistem pemerataan di seluruh Bali, pasti kami dukung,'' katanya.

Sementara Putu Arta menyatakan tidak sependapat dengan alasan pemerintah bahwa penambahan izin tersebut berkaitan dengan mendukung pariwisata di Bali. Sesungguhnya dengan makin banyaknya taksi akan membuat jalanan macet, yang justru menjadi fenomena negatif bagi pariwisata. Bukan mustahil akan terjadi gesekan antarsopir, yang ujung-ujungnya akan menciptakan instabilitas keamanan. Yang lebih memprihatinkan, penambahan izin baru justru akan menambah angka kemiskinan di Bali. (015) http://www.balipost.com/mediadetail.php?module=detailberita&kid=10&id=26809

Kecewa Pernyataan Gubernur Sopir Taksi akan Kembali Gelar Aksi

Denpasar (Bali Post) -

Ratusan sopir taksi, Senin (21/12) ini berencana kembali turun menggelar aksi unjuk rasa menuntut pemerintah membatalkan rencana penambahan armada taksi di Bali. Aksi yang diperkirakan lebih besar dari sebelumnya ini, akan menyasar langsung Gubernur Bali Made Mangku Pastika. Menurut rencana, para sopir taksi akan memulai aksinya di kawasan simpang siur patung Dewa Ruci, Kuta.

Salah seorang perwakilan sopir taksi, Nengah Suardiana, Minggu (20/12) kemarin mengatakan, demo kedua ini dipicu sikap pemerintah yang bersikukuh melakukan penambahan armada taksi di Bali. "Kami sangat kecewa dengan pernyataan Gubernur Mangku Pastika, yang tetap memberikan izin tambahan armada kepada perusahaan Blue Bird," ujarnya.

Menurutnya, izin tersebut adalah kuota yang tersisa. Artinya, Blue Bird yang merupakan perusahaan besar berpusat di Jakarta ini akan menambah sekitar 500 armada taksi lagi. Padahal selama ini, para sopir taksi telah banyak yang kehilangan sumber nafkahnya karena jumlah taksi yang ada sudah terlalu banyak. Jika penambahan armada taksi tetap dilaksanakan, kata dia, hal ini jelas akan makin mengurangi pendapatan sopir taksi terutama dari perusahaan lokal Bali. Terlebih lagi, perusahaan lain juga kalah bersaing dengan armada Blue Bird yang relatif masih baru.

"Kalau memang kami memiliki kekurangan, semestinya kami dibantu bukannya malah dipersulit. Ini menyangkut isi perut banyak orang. Jadi, mohon pemerintah mempertimbangkannya kembali," ujarnya. Ditambahkan Suardiana, pihaknya telah berkoordinasi dengan rekan seprofesi dan memastikan jumlah yang akan turun lebih besar. Selain itu, pihaknya juga telah menyampaikan permakluman ke pihak Poltabes Denpasar. (ded) http://www.balipost.com/mediadetail.php?module=detailberita&kid=2&id=26675

Pabrik Arak Maut Berdiri di Tengah Pemukiman Pernyataan Kadisperindag Bali Dinilai Aneh

Denpasar (Bali Post) -

Penjelasan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Kadisperindag) Bali yang menyebut rekomendasi beroperasinya kembali pabrik arak UD Tri Hita Karya di Banjar Kwanji, Dalung adalah wajar, menuai reaksi keras dari anggota DPRD Badung. Sebab, pabrik "arak maut" (karena telah menelan beberapa korban jiwa) itu berdiri di tengah pemukiman penduduk. Pihak Disperindag Bali semestinya memperhatikan unsur-unsur perizinan dengan komprehensif, bukan dari satu sudut saja.

"Kalau seperti itu pandangan pejabat Disperindag Bali dalam mengeluarkan rekomendasi untuk pabrik arak maut, itu sudah salah besar. Itu kan namanya tidak komprehensif. Jangan sepotong-sepotong atau dari satu unsur saja," tegas Ketua Komisi B DPRD Badung I Putu Parwata, Minggu (20/12) kemarin.

Menurut Parwata, kewajaran yang dimaksud pihak Disperindag Bali hanya dinilai dari satu sisi saja, yaitu dari sisi produksi termasuk dari distribusi. Hal inilah yang kemudian disebut oleh Parwata sebagai sesuatu yang aneh dan merupakan kesalahan fatal. Padahal, kata Parwata, masih ada persyaratan lain yang harus dipenuhi sebelum pabrik arak dimaksud diberikan izin. Salah satunya adalah tata ruang atau peruntukan lahan.

Lebih lanjut dikatakan anggota Dewan asal Dalung ini, Disperindag Provinsi Bali seharusnya memperhatikan peruntukan atau tata ruang sebelum mengeluarkan rekomendasi. Sebab, di kawasan tempat UD Tri Hita Karya berdiri merupakan kawasan pemukiman. Jadi menurut aturan, pabrik tersebut tidak boleh dibangun. "Kok bisa industri berdiri di tengah pemukiman atau perumahan? Benar-benar aneh sudut pandangan pejabat provinsi dalam kewenangannya memberikan rekomendasi," tegasnya.

Parwata menilai, izin yang dikeluarkan oleh Disperindag Bali tersebut sangat tidak layak. Bahkan, pejabat yang meloloskan izin dengan cara seperti itu pun disebutnya tidak pantas diberikan jabatan. "Pejabat seperti ini mestinya digantilah. Kalau tidak, nanti malah bisa merusak tatanan aturan yang telah ada," kritiknya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Kadisperindag Bali Gede Darmaja melalui Karo Humas dan Protokol Pemprov Bali I Putu Suardhika mengungkapkan, rekomendasi untuk UD Tri Hita Karya telah sesuai dan wajar diberikan. Alasannya, rekomendasi telah sesuai keputusan Pengadilan Negeri Denpasar yang tidak mencabut izin industri usaha dagang UD Tri Hita Karya. Selain itu, pihak Disperindag juga berkewajiban melakukan pembinaan. (ded) http://www.balipost.com/mediadetail.php?module=detailberita&kid=10&id=26673

Bali Menjadi Favorit Investasi Property di Indonesia

Hiramsyah Sambhudy Thaib, Presiden Direktur PT Bakrieland Development Tbk., pernah berujar, Bali tidak akan mati. Ia akan terus bermetafora, selalu mengikuti dinamika peradaban yang tengah melaju dan bahkan Bali yang menentukan arah dinamika itu. Ujaran yang tak berlebihan. Kekinian Bali, tak lepas dari proses panjang dalam mempertahankan identitas sebagai destinasi wisata terbaik dunia.

Dengan begitu, ketika Bali mengubah posisinya menjadi pilihan investasi, terutama untuk industri properti, maka mata investor seakan terpaku ke sini. Tragedi bom beruntun beberapa tahun lalu, justru membuat iklim investasi di Pulau Dewata kian resisten dan semakin kuat. Sensitifitas pasar tereduksi dengan bangkitnya sektor pariwisata Bali. Anugerah ke 8 kali sebagai The Best Island of The World versi majalah Leisure, Amerika Serikat, menjadi energi kebangkitan itu.

Menstimuli naiknya permintaan yang diiringi pertumbuhan harga yang konsisten selama lima tahun terakhir. Menurut laporan konsultan properti Deloitte, harga properti terus mengisyaratkan stabilitas dengan pencapaian hingga 25 persen. Dan angka ini diproyeksikan menguat dua kali lipat dalam tiga sampai lima tahun mendatang. Statistik harga tanah juga memperlihatkan lonjakan yang dramatis. Bahkan di wilayah selatan Bali, seperti Uluwatu, Denpasar, Kuta, Sanur, Nusa Dua, dan Pecatu, mengalami apresiasi sebanyak 400% pasca krisis.

Dibarengi catatan positif tingkat penghunian kamar (TPK) di hotel-hotel dan vila secara umum. TPK tahun 2007 mencapai rata-rata 60,58% dan lamanya menginap tamu asing dan turis nusantara membukukan angka 3,34 hari. Memang, angka lama menginap tamu ini belum menyamai pencapaian sebelum tragedi bom, yang minimal 7 hari sekali kunjungan.

Namun demikian, masih ada faktor kuat lainnya yang mendukung investasi properti kian menarik di sini. Yakni jumlah wisatawan asing yang berlibur ke Bali memperlihatkan tren meningkat. Menurut catatan Biro Pusat Statistik (BPS) per Januari 2008, mencapai 147.300 orang. Naik 27,49% dibanding tahun 2007 pada periode yang sama. Tahun lalu, jumlah total wisatawan mancanegara mencapai 1.666.079 juta orang. Meroket 31,96% dari tahun 2006 yang sebanyak 1.262.537 wisatawan.

Dan karena itulah, pengembang sekaliber PT Bakrieland Development Tbk, dan PT Surya Semesta Internusa Tbk., tak berpaling dari Bali. Nama pertama bahkan lebih agresif. Mereka sudah memiliki portofolio Bali Nirwana Residence yang dikelola jaringan hotel Le Meridien. Tak puas sampai di situ, mereka membangun The Legian Nirwana Suites yang direncanakan beroperasi pada akhir 2008. Proyek ini sejatinya peremajaan properti lawas mereka yang berkonsep vila. Menyusul kemudian dua proyek; private villas di kawasan Ubud dan komersial di Seminyak.

Jejak kedua pengembang tersebut diikuti oleh Gramedia Group, Sosro Group, dan Agung Podomoro Group. Sementara pengembang lainnya seperti PT Panorama Development Utama, PT Kelapa New Kuta Beach, dan PT Trimustika menjalin aliansi strategis dengan PT Bali Pecatu Graha guna mengembangkan sejumlah properti di Pecatu Indah Resort. Belum lagi pengembang kecil dan individu serta investor mancanegara yang tergiur membangun vila eksklusif di sini. Sebut saja Outrigger Enterprise Group asal Amerika Serikat dengan dua proyek andalannya masing-masing O-CE-N dan Panorama Resort and Spa. Dengan padatnya pengembangan properti itu, diperkirakan kapitalisasi proyek properti di Bali membukukan angka tak kurang dari Rp3 triliun hingga Rp7 triliun.

Nominal yang mencengangkan, mengingat ijin membangun hotel dan vila di Bali sangat rumit, birokratis dan membutuhkan proses yang luar biasa panjang. Dus, akhir tahun lalu, sejatinya BI Denpasar telah mengimbau Pemerintah Provinsi Bali untuk menghentikan sementara pemberian ijin membangun hotel dan vila, karena menciutnya permintaan dan pasok berlebih. Akibatnya gerak pertumbuhan perekonomian Bali cenderung lambat. Selama 2007 hanya mencapai 5,8% atau hanya bergeser 5 basis poin dibanding 2006.

Namun demikian, hal itu tampaknya tidak menghalangi niat investor untuk membangun properti. Mereka optimis terhadap perkembangan sektor ini. “Saat ini, justru waktu yang tepat menggarap Bali,” tukas Hiramsyah.

Menurut analis dari Jones Lang LaSalle, Djodi Trisusanto, industri properti Bali belum memasuki taraf jenuh. Dus, bersifat khusus karena properti yang dibangun berorientasi pada transaksi sewa sebagai ujung tombak kegiatan pariwisata. “Dengan pulihnya pariwisata Bali, memberikan garansi industri properti juga ikut terpengaruh. Saat ini para pengembang berlomba membangun properti yang memiliki kualifikasi standar internasional,” ujarnya.

Untuk Kelas Premium

Tak hanya pencapaian segi kualitas, banyak juga properti yang menawarkan pemanis berupa keuntungan (yield) menggiurkan hingga mencapai lebih dari 5%. Menurut analisa Global Property Guide, vila-vila di sini secara umum menawarkan yield rata-rata sekitar 6% dengan harga jual rata-rata 905 dolar AS/m2. (lihat tabel).

Meski harga propertinya terbilang tinggi, pengembang tak khawatir propertinya tak terserap pasar. Sebab, mereka secara sadar membidik segmen pasar yang tidak sensitif terhadap harga dan tekanan inflasi. Yakni kelas menengah, atas dan premium. Vila-vila Banyan Tree Resort di bukit Ungasan, memberikan konfirmasi atas premis itu. Resor milik PT Surya Semesta Internusa Tbk., itu telah terjual sekitar 60% dari total keseluruhan 240 unit. Padahal harganya selangit. Untuk vila paling mungil seukuran 239 m2 yang hanya berisi satu kamar tidur dijual seharga Rp8 miliar. Selain faktor lokasi dengan lingkungan alam yang menawan juga operator jaringan hotel internasional Banyan Tree yang bisa menjamin kualitas pengelolaan.

Begitupula dengan unit-unit kondotel yang ditawarkan The Legian Nirwana Suites. Tak bisa dibilang murah. Kita harus merogoh kocek sebesar Rp2,915 miliar hanya untuk mendapati unit yang berisi satu kamar tidur berukuran 60 m2. Meski begitu, toh The Legian Nirwana Suites mencuat sebagai pilihan realistis untuk investasi. Hingga saat penutupan atap (topping off), telah membukukan 70% penjualan dari 220 unit yang dilempar ke pasar. Sementara 80 unit sisanya dijadikan sebagai aset jangka panjang.

Dikatakan Hiramsyah, bahwa pembeli properti di Bali mayoritas memang bermotif investasi. “Mereka memburu keuntungan dari properti yang dapat disewakan kembali dengan harapan mendapat keuntungan yang tinggi. Ekspektasi mereka inilah yang ingin kami wujudkan. Kami memberikan jalan dengan menawarkan properti dengan guaranteed return sebesar 6% per tahun selama tiga tahun pertama dan akan dikelola secara profesional oleh Grand Mercure (Grup Accor),” paparnya.

Hitung-hitungannya begini, harga jual Rp2,915 miliar dan guaranteed return 6% per tahun (Rp148.220.333) dengan asumsi keuntungan 5% per tahun (Rp123.516.949) dan asumsi stay conversion 21 hari (18.900.000), maka akan diperoleh total benefit sebesar Rp290.637.288. Atau Rp871.911.864 selama tiga tahun pertama. Nominal ini kelak meningkat seiring dengan potensi bertumbuhnya guaranteed return pada tahun keempat menjadi 8% selama lima tahun ke depan. Total benefit yang bakal diperoleh investor adalah Rp347.394.068. Dengan demikian balik modal akan terwujud pada tahun kedelapan investasi.

“Tawaran yang menarik bukan? Jangka waktu pengembalian modal investasi ini terhitung cepat. Dan angka-angka asumsi ini bisa berubah sesuai kondisi dan situasi pasar. Tren pasar di Bali mengarah positif. Dan ingat nama Accor adalah jaminan. Tamu-tamu mancanegara pasti mencari akomodasi yang dengan pengelolaan yang bermutu,” jelas Hiramsyah.

Digandengnya bendera berjaringan internasional juga diadopsi oleh PT Seminyak Suites Development. Pengembang Anantara Seminyak, apartemen eksklusif nan mewah setinggi 6 lantai, ini menggaet Anantara, brand asal Thailand. Tak heran jika visualisasi interior dan eskterior Anantara Seminyak sangat kental dengan nuansa tropikal khas resor dan vila di Phuket sana. “Dengan nama Anantara, kami lebih percaya diri dalam menawarkan properti ini,” ujar Direktur PT Seminyak Suites Development, Djoni Hasjim.

International chain operator (pengelola jaringan internasional) memang menjadi nilai tambah sebuah properti. Ada prestis dan kualitas di dalamnya. Dan itu dinilai Djodi sebagai preferensi pasar yang tengah berkembang di Bali. Menariknya, brand-brand yang bertarung di sini, khususnya yang mengelola vila dan hotel berkelas, bukan sembarang. Sebut saja Ritz Carlton dan St. Regis yang hanya dapat kita temui di kota-kota besar dunia, atau Bvlgari yang cuma ada dua di bumi. Satu di Milan, Italia dan lainnya ya di ranah kecak ini. Begitupula dengan nama Banyan Tree yang telah sukses membangun citra positif untuk resor-resor kelas dunia di kawasan wisata internasional macam Phuket, Maladewa, Bintan, dan Seychelles. sumber hildalexander.wordpress.com, http://www.dotlahpis.com/category/legalitas/perkembangan-property-di-bali

Tim Yustisi Badung Bongkar 2 Bangunan di Canggu

Tim Yustisi Kabupaten Badung melakukan tindakan tegas terhadap bangunan-bangunan yang melanggar di wilayah Badung. Hal ini ditunjukkan dengan pembongkaran 2 buah bangunan melanggar yang berlokasi di Jln. Batu Bolong, Desa Canggu, Kecamatan Kuta Utara, Selasa (23/12). Pembongkaran ini dipimpin langsung Ketua Yustisi sekaligus Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Badung I Wayan Adi Arnawa didampingi Kabid Penyidikan, Kabid Pengendalian dan Operasional, Kasi Operasional, Kasi Pembinaan Satpol PP Badung ditambah dari Kecamatan yang dihadiri Sekcam Kuta Utara.

Menurut Adi Arnawa, dalam tahun 2008 ini Tim Yustisi Badung telah mengagendakan membongkar 5 bangunan yang melanggar dan dimulai dengan pembongkaran 2 bangunan yang berada di Desa Canggu. Bangunan yang dibongkar yakni satu bangunan yang berada dekat dengan Pura Batu Bolong yang rencanannya dimanfaatkan untuk rumah makan/restoran. Bangunan ini telah melanggar karena tidak mengantongi IMB sama sekali, sesuai dengan perda Propinsi Bali no. 4 Tahun 1974 tentang bangunan-bangunan. Bangunan yang kedua di Kandasara Hotel dan Villa, dimana pembangunannya baru 40 %, pada bangunan ini terjadi pelanggaran ijin yang dimiliki tidak sesuai dengan pembangunan dilapangan dan akibatnya terjadi pelanggaran sepadan jalan. Sehingga atas perintah Bupati Badung, Satpol PP pada hari ini mengambil langkah-langkah pembongkaran sebagaimana gambar yang tertuang dalam perijinan. “Ada tiga jenis pelanggaran dalam pembangunan di Kandasara Hotel dan Villa ini yakni bangunan parkir, bangunan selasar dan bangunan induknya, itulah yang kita bongkar saat ini,” tegas Adi Arnawa.

Adi Arnawa menambahkan, pihak pemerintah juga menghimbau kepada masyarakat yang menanamkan investasinya di Badung, agar dalam berinvestasi tetap mengedepankan asas-asas normatif artinya perijinan dilengkapi dulu baru melakukan aktivitas di lapangan.

Sementara, salah satu masyarakat Desa Canggu yang ikut menyaksikan pembongkaran menyatakan sangat mendukung langkah pemerintah daerah didalam menertibkan bangunan-bangunan yang melanggar. Ia mencontohkan, bangunan untuk rumah makan tersebut letaknya sangat dekat sekali dengan Pura Batu Bolong maupun Pura Luhur Bhujangga Waisnawa, ini dinilai mengganggu dari kesucian pura, juga melanggar sempadan pantai. “Saya selaku warga disini sangat setuju dan memberi acungkan jempol dengan tidakan tim Yustisi Badung,” tambahnya.

Puluhan Vila Liar Berdiri di Tabanan

TABANAN--MI: Tercatat sekitar 20 bangunan vila liar berdiri di wilayah Kabupaten Tabanan, Bali.

Pembangunan Vila-vila tanpa izin itu terus berkembang pesat dari tahun ke tahun, mulai dari yang berlokasi pesisir timur hingga ujung barat, hingga saat ini belum pernah mendapat peringatan dari pemerintah setempat.

Ketua DPRD Tabanan I Wayan sukaja saat dikonfirmasi di Tabanan Minggu (14/6), prihal banyaknya berdiri penginapan liar mengaku, pihaknya telah berkali-kali menerjunkan komisi terkait ke lapangan untuk melaksanakan sidak.

Upaya yang dilakukan itu sama sekali tak ada tanggapan dari dinas terkait di Tabanan, walaupun hasil sidak DPRD Tabanan itu telah dibahas dalam rapat pleno.

Untuk mengatasi merebaknya vila liar dan bangunan-bangunan tanpa izin lainnya, Sukaja meminta keseriusan pihak eksekutif dalam melakukan pengawasan.

"Setahu saya mengurus perizinan di Tabanan tidak sulit, tapi kenapa investor justru tidak melakukan kewajibanya, padahal pelanggaran itu beresiko dilakukan penyegelan," papar Sukaja bernada heran.

Politisi asal Marga, Tabanan, ini juga menegaskan, faktor utama penyebab berdirinya bangunan liar ini adalah lemahnya pengawasan dari instansi terkait.

Padahal, tindakan itu kata dia, sangat merugikan pendapatan daerah, karena di satu sisi pemilik bangunan liar terhindar dari pungutan pajak usaha.

"Jika dibiarkan, daerah akan dirugikan dan harus segera diambil tindakan berupa penyegelan," tandasnya.

Tindakan ini dianggap langkah paling efektif, supaya pemilik bangunan tak berizin itu sadar bahwa dirinya melanggar peraturan daerah.

Menurutnya, banyak pemilik bangunan di Tabanan yang melakukan pelanggaran, baik dari segi perizinan maupun peruntukan, bahkan ada bangunan yang melanggar jalur hijau.

"Semua berpulang pada kebijakan pelaksana pemerintahan bersama instansinya, jika tidak berani tegas, maka akan terus timbul pelanggaran, hal ini akan merembet kepada yang lain," katanya.

Selain itu Sekretaris DPC PDI Perjuangan Tabanan ini juga menyebutkan, ada bangunan yang izinnya untuk usaha pertokoan, ternyata berubah peruntukan jadi kafe, ada yang mengantongi izin tempat tinggal berubah jadi vila dan ada juga yang sengaja mencabut papan jalur hijau untuk mendirikan tempat usaha.

Padahal jalur hijau itu baginya masih sangat produktif dijadikan areal persawahan.

"Soal bangunan dijalur hijau memang sangat dilematis, di satu sisi masyarakat yang punya tanah merasa punya hak untuk mengelola asetnya, di satu sisi pemerintah perlu pengijauan, Kami perlu mengkaji hal ini secara mendalam agar masyarakat sadar akan pentingnya jalur hijau," katanya.

Sesuai data dari Dinas Pariwisata Propinsi Bali, tercatat ada 59 vila di Tabanan, baru sebagian yang mengantongi izin, sebagian lagi dinyatakan liar.

Namun demikian vila yang umum disebut pondok wisata ini tetap saja beroperasi bahkan tergolong diminati oleh wisatawan asing karena tarifnya lebih murah dibandingkan vila yang berizin dan privasi yang menginap sangat dirahasiakan.

Tak heran jika turis asing banyak memilih tinggal di vila bodong itu, selain aman dari pantauan orang juga terhindar dari pajak untuk wisatawan asing.

Umumnya vila-vila liar ini milik investor asing, dan dalam operasinya si pemilik sering kali mengakui tamu yang menginap di tempatnya sebagai keluarganya, sehingga terhindar dari berbagai pungutan pajak.

Bahkan tak sedikit petugas pemerintah yang terkecoh oleh ulah investor nakal seperti itu. (Ant/OL-02) http://www.mediaindonesia.com/read/2009/06/14/79896/129/101/Puluhan-Vila-Liar-Berdiri-di-Tabanan

Vila Bermasalah Potensial Tumbuhkan Gratifikasi

Denpasar (Bali Post)
Maraknya pelanggaran izin bangunan pondok wisata/ vila pada sejumlah tempat di Bali, belum dipahaminya dan dijalankan secara optimal tupoksi dari masing-masing dinas/badan terkait. Kondisi tersebut sangat memungkinkan tumbuhnya gratifikasi (hadiah), karena para investor dalam upaya mencari izin tidak mau terjebak dalam birokrasi berbelit-belit.

Hal itu diutarakan Dekan FH Undiknas Prof. Dr. Nyoman Budiana, Jumat (18/12) kemarin, ketika ditanya soal maraknya pelanggaran izin pembangunan vila pada sejumlah tempat di Bali. Dikatakannya, kemungkinan terjadinya gratifikasi itu sangatlah besar. Bisa karena memang dikehendaki investor sendiri, serta bisa juga karena permainan yang dikembangkan oleh pejabat birokrasi. ''Persoalan terjadi atau tidaknya gratifikasi, sulit-sulit gampang membuktikannya,'' jelas Budiana.

Sementara Dekan FK Unud Prof. Dr. IGN. Wairocana menyatakan ada atau tidaknya sebuah gratifikasi dalam pemberian izin pembangunan vila, bisa dilihat normal atau tidaknya izin tersebut. Jika izin tersebut diperoleh secara tidak normal, maka pantas dicurigai ada gratifikasi di dalamnya.

Sebuah izin dikatakan sah bila dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang untuk itu. ''Sangatlah pantas untuk dicurigai, jika sebuah izin dikeluarkan oleh pejabat yang tidak memiliki kapasitas untuk itu,'' katanya.

Selanjutnya menurut Wairocana, petugas Satpol PP, memiliki tugas menyelidiki kebenaran izin yang dimiliki sebuah vila. Bila memang izinya bermasalah, Satpol PP sesuai kewenangan yang dimilikinya berhak menyegel sekaligus menyatakan vila tersebut tidak boleh beroperasi. Berikutnya, instansi penegak hukum lainnya bisa bergerak, guna memastikan apakah terjadi gratifikasi dalam pemberian izin bermasalah tersebut.

Budiana menyarankan perlu adanya panduan tupoksi yang jelas pada masing-masing dinas/bidang dan instansi pada jajaran pemerintah daerah. Hadirnya para insvestor di pulau Bali pada umumnya, bila tidak dikelola dengan baik, cepat atau lambat akan dapat mengganggu konsep tata ruang pemerintah daerah dan tata letak bangunan akan menjadi semrawut. Pada gilirannya, lingkungan akan menjadi kumuh. ''Reformasi birokrasi hendaknya digunakan sebagai paradigma baru dalam mengubah prilaku birokasi yang mengarah kepada kondisi pemerintahan yang good governance dan clean govermance termasuk di bidang perizinan,'' kata Budiana.

Baik Budiana maupun Wairocana sangat mengharap kebijakan pembangunan penunjang pariwisata di Bali jangan sampai dirusak para oknum pejabat yang hanya mementingkan keuntungan pribadi belaka. Bila keputusan perizinan pondok wisata diberikan dengan tidak berdasarkan atas regulasi yang ada, maka secara tidak langsung jajaran birokrat pemerintahan telah dipandang memberi justifikasi kepada para insvestor untuk dapak melakukan pelanggaran bahkan kejahatan. (015) http://www.balipost.com/mediadetail.php?module=detailberita&kid=10&id=26550

70 Persen Vila di Bali Ilegal

Sabtu, 30 Juni 2007 | 09:25 WIB

TEMPO Interaktif, Denpasar:Vila-vila di Bali yang digunakan sebagai hotel sebagian besar ilegal alias tak mengantongi izin. Di wilayah Kabupaten Badung yang menjadi pusat perkembangan vila, dari 711 vila yang didata, hanya sebanyak 253 atau sekitar 30 persen yang legal.

Kepala Dinas Pariwisata Badung Made Subawa menyatakan bahwa vila ilegal telah menjadi sumber kebocoran Pajak Hotel dan Restoran (PHR). “Karena itu kami terus melakukan penertiban secara intensif,” kata dia di Bali, Sabtu (30/6).

Sesuai Surat Edaran Bupati Badung Nomor 22/2007 yang dikeluarkan pada Mei lalu, vila ilegal diberi batas waktu hingga 29 Agustus 2007 untuk diputihkan alias diberi izin tanpa sanksi. Vila yang akan dibreidel hanyalah yang berada di jalur hijau.

Sejauh ini, kata Subawa, pemilik vila ilegal memberi respons yang cukup positif. Setiap harinya, sebanyak dua sampai tiga orang mengurus izin vila. Subawa optimistis, penertiban itu akan mendongkrak pendapatan asli daerah (PAD) Badung dari PHR yang tahun lalu mencapai Rp 250 miliar.

Sejauh ini sesuai Keputusan Menteri Nomor 3 Tahun 2003, izin vila cukup dengan izin Pondok Wisata karena termasuk dalam kategori hotel dengan jumlah kamar di bawah lima kamar.

Ketua Bali Villas Association (BAV), Ismoyo S Soemarlan, mendukung langkah pemerintah daerah Badung. Menurut dia, penertiban vila akan memperjelas standar bisnis vila sehingga persaingan bisnis akan menjadi lebih transparan.

Menurut Ismoyo, hingga saat ini memang belum ada kesepakatan perihal standar pelayanan vila. Meskipun di mata konsumen, vila identik dengan hunian yang sangat menjaga privasi dilengkapi taman dan kolam renang pribadi serta pelayanan 24 jam.

Meski diklaim sebagai rumah pribadi, menurut dia, bukan hal yang sulit untuk melacak keberadaan vila ilegal. Sebab, pemasaran mereka dipastikan melalui pembuatan situs di internet. “Dari situ bisa langsung didatangi dan dicek apa betul tidak dioperasikan sebagai akomodasi turis,” ujarnya. Pengecekan juga bisa dilakukan oleh aparat desa sebagai pihak yang mengetahui pasti kondisi vila di lingkungannya.

Ismoyo menegaskan perlunya pengaturan villa karena kecenderungan pasar wisatawan yang makin meminati model hunian ini. Riset BVA menunjukkan, hunian vila terus meningkat dari hanya lima persen dari total wisatawan mancanegara ke Bali pada 2005 yang totalnya mencapai 1,386.449 orang menjadi 15 % pada 2006 dengan total mencapai 1.260.317. “Pada tahun ini kami optimistis merebut sebanyak 25 persen dari target 1,6 juta wisatawan mancanegara,” ujar General Manager Villa Uma Sapna ini. http://www.infoanda.com/linksfollow.php?lh=AAcCVVUCVlRd

Rugikan Pawiba, Kendaraan Vila Angkut Wisatawan

Kini pengusaha angkutan wisata di Bali dihadapkan dengan pesaing-pesaing baru yaitu kendaraan yang dioperasional pemilik vila/hotel. Kendaraan vila/hotel ini kerapkali melayani antar jemput wisatawan dari bandara ke hotel atau sebaliknya dan termasuk tujuan rute transportasi untuk wisatawan yang lain.

Praktik liar yang dilakukan kendaraan milik pengelola vila dan hotel ini sudah berlangsung lama tapi belum mendapatkan pengaturan dari pemerintah dalam hal ini Organda bersama Dinas Perhubungan (Dishub). Bagaimana keberadaan praktik liar dari kendaraan vila dah hotel ini berikut penelusuran BisnisBali. Ketua Persatuan Angkutan Wisata Bali (Pawiba), Bagus Soediana sangat menyesalkan praktik kendaraan operasional vila dan hotel mengantar wisatawan tanpa mengikuti aturan pemerintah.

Operasional angkutan wisata di Bali mengacu pada UU No. 14 tahun 1992 tentang lalu lintas dan angkutan jalan dan Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 35 Tahun 2003 tentang penyelenggaraan angkutan orang di jalan dengan kendaraan umum.

Dengan berpatokan pada Kepmen No. KM 35 tahun 2003 tentunya kendaraan operasional vila/hotel yang mengantar wisatawan ini wajib mengantongi izin operasional angkutan wisata. Kenyataan saat ini, sebagian besar dari kendaraan operasional vila/hotel tidak mengantongi izin sebagai armada angkutan wisata. Jika tidak mendapatkan pengaturan dari pemerintah tentunya angkutan wisata liar ini akan makin menghimpit keberadaan angkutan wisata di Bali.

Sesuai hasil survai yang dilakukan STP Bali pada tahun 2007-2008 di Bali terdapat sebanyak 1.600 unit vila. Pawiba mengestimasikan tiap vila memiliki 2 kendaraan operasional untuk mengangkut wisatawan.

Ini tentunya angkutan liar yang beroperasi di lingkungan vila di Bali mencapai 2.300 kendaraan. Ini belum termasuk kendaraan operasional hotel yang dipergunakan untuk mengantar wisatawan yang jumlahnya juga mencapai ribuan unit.

Dijelaskan, angkutan bus pariwisata yang tercatat di Pawiba saat ini berkisar 900 unit. Sementara jumlah kendaraan liar yang beroperasi di lingkungan vila sudah mencapai 2.300 unit. Ini tentunya jumlah angkutan wisata tak berizin di Bali sudah melebihi jumlah angkutan wisata berizin resmi di Bali.

Pemerintah dalam hal ini dinas perhubungan termasuk Organda diharapkan bisa secepatnya menata angkutan wisata liar yang dioperasikan di lingkungan hotel dan vila di Bali.

Jika pemerintah tidak melakukan tindakan tegas terhadap angkutan wisata liar tersebut, kemungkinan besar 130 orang pengusaha angkutan wisata yang tergabung dalam pawiba akan enggan mengurus izin.

Ini berdasarkan pertimbangan angkutan wisata tak berizin yang kini beroperasi di lingkungan vila dan hotel belum tersentuh masalah perizinan.

Ketua DPD Organda Bali, IK. Eddy Dharma Putra, S.Sos., membenarkan kendaraan yang dioperasikan pemilik vila/hotel di Bali masuk angkutan wisata liar karena tidak mengantongi izin operasional angkutan wisata.

Kendaraan operasional vila bisa dimasukkan sebagai bagian angkutan umum. Ini berdasarkan pertimbangan kendaraan operasional yang dimiliki vila kerapkali mengantar wisatawan. Pengelola vila juga telah memperhitungkan biaya operasional kendaraan yang di-include-kan dengan sewa/paket menginap.

Ini tentunya kendaranaan operasional vila ini bisa dikategorikan angkutan wisata. Hanya saja saat ini kendaraan operasional hotel dan vila ini tidak mengantongi izin angkutan wisata sehingga bisa disebut sebagai angkutan wisata liar.

Dipaparkan, jumlah kendaraan wisata liar mencapai 3.200 unit yang diestimasikan pawiba beroperasi di lingkungan vila di Bali merupakan angka yang sangat besar. Jika kendaraan wisata liar yang beroperasi di lingkungan vila/hotel di Bali tidak ditata tentunya akan menimbulkan masalah baru.

Permasalahan angkutan liar di lingkungan vila akan menimbulkan persaingan yang tidak sehat dengan angkutan wisata yang berizin resmi di Bali. Dari sisi operasional akan menimbulkan masalah baru meliputi tumpang tindih fungsi angkutan pariwisata berizin resmi dan angkutan wisata liar yang dioperasikan pengelola vila dan hotel di Bali.

Ia mengakui Organda sebelumnya sudah mendapatkan laporan praktik angkutan wisata liar di lingkungan hotel/vila di Bali dari pawiba. Untuk menindaklanjuti hal tersebut Organda telah berkoordinasi dengan Dinas Perhubungan (Dishub) Bali untuk melakukan upaya pengawasan dan pembinaan.

Dalam 4-5 kali operasi yang dilakukan Organda bersama Dishub Bali di antaranya memang sempat menjaring berapa kendaraan dimiliki pengelola vila dan hotel mengangkut wisatawan. Mereka terbukti mengoperasikan kendaraan wisata tanpa dilengkapi dengan izin operasional.

Pemilik kendaraan operasional/vila dan hotel yang terjaring dalam pengawasan Organda dan Dishub tersebut diberikan pembinaan. Mereka diarahkan untuk secepatnya bisa mengurus izin operasional untuk angkutan wisata.

Ia menegaskan angkutan wisata yang boleh beroperasi di Bali hanya angkutan wisata yang berizin resmi. Ini dalam artian hanya angkutan wisata yang memiliki izin operasional yang diperbolehkan mengangkut wisatawan.

Ia menegaskan pemilik kendaraan vila/hotel yang terjaring dalam pengawasan dan belum mengantongi izin sudah diarahkan untuk mengurus izin.

Pertama mereka diwajibkan untuk mengurus izin usaha untuk mengoperasikan angkutan wisata. Setelah mengurus izin usaha pengelola angkutan wisata harus mengantogi izin prinsip. Berpatokan pada izin prinsip inilah pengelola hotel/vila bisa mengikutsertakan kendaraannya dalam uji kir. Setelah melalui uji kir, kendaraan operasional vila/hotel bisa mengurus dan mendapatkan izin operasional.

“Tanpa mengantongi izin usaha, izin prinsip dan melalui proses uji kir, pengelola hotel tidak akan mendapatkan izin angkutan wisata di dinas perhubungan,” ucapnya.

Eddy Dharma Putra menambahkan dari sisi organisasi Organda juga bertekat untuk menata kendaraan wisata yang kini dioperasikan di lingkungan vila dan hotel.

Angkutan wisata yang dioperasikan di lingkungan vila/hotel yang berkapasitas di atas 9 seat (kursi) akan dimasukkan dalam asosiasi Pawiba. Sementara angkutan wisata di lingkungan vila/hotel berkapasitas 9 seat ke bawah akan dimasukkan dalam organisasi angkutan sewa.

Sampai saat ini data tercatat di Organda Bali, angkutan bus pariwisata yang tercatat di Pawiba berkisar 900 unit sementara kendaraan sewa yang telah mengantongi izin resmi di Bali berkisar 2.500 unit. *kup http://www.bisnisbali.com/2009/06/15/news/otomotif/w.html

Puluhan Pembuang Sampah Sembarangan Ditertibkan

Tindakan tegas yang telah dilakukan Dinas Tramtib dan Satpol PP Kota Denpasar dengan men-tipiring-kan para pelanggar kebersihan, tampaknya belum mampu memberikan efek jera. Buktinya, dalam beberapa kali sidak masih banyak warga kota yang belum mentaati jadwal pembuangan sampah rumah tangga. Itu ditegaskan Kadis Tramtib dan Pol. PP Kota Denpasar IBM Brahmaputra, Rabu (9/12).
Didampingi Kabid Satpol PP I Nyoman Ambara, SH., Brahmaputra menegaskan tindakan tegas yang selama ini dilakukan sama sekali bukan untuk mencari-cari kesalahan. Tapi untuk mengajak masyarakat agar sadar dan selalu mentaati jadwal pengeluaran sampah yang telah ditetapkan. Hanya dengan disiplin, kebersihan kota Denpasar akan terwujud. "Kalau seperti sekarang banyak masyarakat yang melanggar jadwal pembuangan, maka penanganan sampah terkesan tak akan pernah tuntas," katanya.
Ambara menambahkan, dalam dua kali penertiban pihaknya menciduk puluhan pelanggar. Mereka ditertibkan di beberapa lokasi antara lain di Jalan Ratna, Denpasar. Mereka adalah Pak Candra (41) di Jl. Ratna, Hadi Junaedi (36) di Jl. Sarigading, Ni Nyoman Istiadi di Jl. Antasura, Setia Marulak Silalahi, Jl. Sarigading, Ahmad Jl Kapten Japa, Marlie Jl. Ratna.
Kemudian yang ditertibkan di Jl. Hayam Wuruk adalah Keut Sukayasa beralamat di Jl. Akasia, Cristian Sigit Ylianto, Jl. Akasia, Siluh Putu Astini, Batubulan, Manesa Winardi Jl. Anyelir, Komang Tamansari, Jl Noja, Usman Fausi Jl. Sudirman. Selanjutnya beberapa pelanggar beralamat di Jl. Drupadi Denpasar yakni I Wayan Karyadiasa, Nyoman Raka, Suyudi, Pande I Wayan Eka Pertama, Kadek Agus Redikayasa, Jap Hwiewe, dan Bambang Dwiantoro.Menurut Ambara semua pelanggar yang terjaring, rencananya akan ditipiring Jumat (11/12) mendatang. "Semua pelanggar kami tipiring agar mereka sedikit malu, kalu terus-terusan melanggar," katanya (by DenPost) http://www.balipost.com/mediadetail.php?module=detailberitaindex&kid=10&id=25932